Vario - Tamu Misterius

307 41 2
                                    

Chapter 5
Tamu Misterius

Pipi Naira memerah semu. Reaksi yang wajar untuk sebagian orang. Pupil matanya melebar. Menatap tak percaya pada Hejian. Sungguh, Naira tidak menyangka bahwa sosok lembut seperti Hejian bisa seperti itu.

Tidak, Naira salah. Dia baru saja mengenal Hejian dalam hitungan jam. Jadi wajar saja jika ada sikap Hejian yang membuatnya tercengang.

"Tatap mataku."

Naira menurut. Netra mata Hejian seolah mengintimidasinya. Ditatapnya lekat-lekat irish cokelat tersebut.

Si pria bertudung masih menatap mereka. Ia menyeringai melihat sikap Hejian yang terlihat over protektif. Sedetik kemudian, terdengar bunyi bel pintu di lantai bawah.

Punggung Hejian melunak. Wajah lembutnya kembali terpancar. Di tatapnya Naira yang masih tercengang.

"Maaf."

Kelopak mata Naira berkedip.

"Maaf, Naira. Kau bisa bekerja kembali."

Badan Naira di
putar. Lalu di dorongnya sedikit punggung Naira menuju anak tangga. Agak bingung dengan sikap Hejian. Membuat Naira dirundung beribu tanya.

Namun pada akhirnya. Ia memilih diam dan menuruti atasannya. Dan dia sendiri pun lupa. Alasannya mencari Hejian beberapa saat yang lalu.

.
.
.

Langit berubah warna. Semilir angin mulai berhembus kencang. Beberapa pejalan kaki di luar Toko. Berjalan cepat secepat yang mereka bisa.

Naira melongok keluar. Kumpulan awan culomonimbus terdengar bergumuruh. Pertanda akan turunnya air dari atas langit.

Hejian masih sibuk di lantai dua. Baru seorang pria yang sedang berkunjung di Cafe atas. Toko buku kembali sepi.

Naira mencoba berdiri mendekat di dinding kaca. Menatap para pejalan kaki yang tengah lalu lalang. Beberapa kendaraan hilir mudik di hadapannya.

"Haaahh." Helaan napas berat dihembuskan Naira. Tiba-tiba saja sekelebat ingatan mimpi tadi malam. Kembali tergiang dalam kepalanya.

Mimpi itu terasa sangat nyata. Di tambah suasana muram di luar Toko yang membuat mimpinya semalam menjadi benar-benar nyata.

"Mimpi itu," gumam Naira, "mengapa sangat terasa nyata?"

"Naira?"

Punggung Naira menegang. Terkejut oleh suara Hejian yang berdiri di belakangnya.

"Sepertinya mau hujan." Pandangan mata Hejian memandang keluar.

"Benar. Musim penghujam sepertinya mulai tiba," sahut Naira

Hejian tersenyum samar. Dengan hati-hati disembunyikan tangan kanannya dibalik punggung.

"Bos," panggil Naira, "apa anda menyukai hujan? Kalau gue lumayan suka sih."

"Emm ... saya menyukai semua musim," sahut Hejian, "pulanglah saat hujan telah reda."

"Eh?" Naira menatap tak percaya. "Bukankah itu artinya gue pulang lebih awal?"

Hejian kembali tersenyum lembut.

Veorovia (S1 END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang