Fancia - Siuman

119 28 4
                                    

Chapter 25
Siuman

Ujung pedang itu hanya terhunus beberapa meter dari leher jenjang milik Naira. Pedang berbilah lambang kepala Naga itu. Entah mengapa terasa berat digenggaman tangan Zenriz.

Tidak kuat menahan beban pedang. Membuat Zenriz jatuh bersimpuh di samping Naira.

"Sial!!" umpat Zenriz, "apa yang terjadi?"

Sulur-sulur roves di tangan Naira mulai menjalar dan membentuk sebuah tameng pertahanan yang lama-kelamaan menjadi bola tanaman raksasa.

Merasa deja vu, Zenriz tahu. Tidak akan mudah melawan Naira. Kekuatannya seolah lumpuh dari jarak dekat. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah melakukan pertarungan jarak jauh.

Dibiarkan Naira berserta Roves-nya di ruang tahta. Pria itu, lantas memilih pergi meninggalkannya.

Naira tidak akan bisa kabur dari istana dan tanah Veorovia. Cepat atau lambat. Dia pasti akan membunuh Naira. Entah apapun akan Zenriz korbankan demi ambisi yang ia cita-citakan.

Di dalam Roves, Naira seolah tertidur pulas. Garis bibirnya tertarik ke arah dua sisi. Dia tersenyum pada sosok yang hadir dalam mimpinya.

"Ayah? Ibu?" Gadis itu memanggil sepasang suami-istri dalam balutan pakaian serba putih.

"Apa itu sakit?"

Pria paruhbaya itu menggeleng kecil. "Tidak, apa semuanya baik-baik saja?"

Naira balas menggeleng dengan sebutir bulir air yang mengalir keluar dari ujung pelupuk matanya. Dia langsung berlari dan merangkul keduanya dengan sangat kuat.

"Maafkan Naira." Ia terisak dengan hati yang terasa sesak. Gadis itu merasakan bagaimana sentuhan lembut wanita yang telah mengandung dan melahirkannya di atas pucuk kepalanya.

"Lakukan yang menurutmu baik. Kami tak kan pernah merasa kecewa padamu."

Naira terbangun dengan mata yang sembab. Sulur di dalam lingkaran menghasilkan cahaya yang berasal dari pucuk-pucuk kelopak Roves.

Dia memegang kepalanya yang terasa sakit dan berdenyut di bagian belakang. Benturan itu tercipta ketika Zenriz membuangnya bagai boneka tak bernyawa.

"Gue di mana?" tanya Naira pada sulur yang merambat.

Tak ada jawaban. Hanya hening yang tercipta. Naira yakin. Benda itu tengah mendengarkannya. Ia lalu menatap pergelangan tangannya. Sulur di tempat itu masih senantiasa hidup.

"Keluarkan aku dari tempat ini," titah Naira.

Sulur-sulur yang melingkar. Langsung bergerak dan mulai membuka sebuah celah. Naira pun bangkit berdiri dan menunggu hingga celah tersebut terbuka dengan sempurna.

Ketika ia melangkah keluar. Netranya langsung terarah pada sebuah singgasana yang digelari oleh karpet merah panjang.

Kening wanita itu sedikit berkerut. Lalu ia mulai mengedarkan pandangan matanya menatap sekitar. Panji-panji bergambar seekor Naga yang tengah mengigit kepala seekor Naga yang lain terhias di sepanjang dinding.

Ruangan itu hening dan sepi tanpa keberadaan seorang pun kecuali Naira. Satu-satunya benda yang menarik perhatian adalah singgsana mengkilap berlapis emas yang berada di ujung ruangan.

"Gue rasa ini bukan di Jakarta. Apa ini Veorovia? Ah, sial!"

Kedua tangan Naira terkepal kuat. Ingatan kejadian sebelum ia pingsan. Tergiang kembali di dalam kepalanya.

Veorovia (S1 END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang