Hala - Intermisson

200 29 0
                                    

Chapter 30
Intermisson

Corak akar itu seperti bara api yang ditempelkan pada lapisan kulit. Wingsa mengerang dan menjerit dengan rasa sakit yang luar biasa.

Mendengar rintihan tersebut, kembali membuat Naira terbangun. Di lihatnya leher Wingsa yang bercahaya. Lalu satu tangannya bergerak untuk menyentuh pipi Wingsa dari samping kanan.

"Wing ... sa?" lirihnya pelan.

Wingsa pun melirik kebalik punggungnya. Diraihnya pergelangan tangan Naira dan menggengamnya erat.

"Jangan khawatir," ucapnya dengan susah payah. "Gue ... baik-baik saja."

Naira tak sepenuhnya percaya, ia tahu ada sesuatu yang salah sedang terjadi. Maka dari itu, ia pun mencoba bangun. Tapi percuma saja, kepalanya terasa berat dan pusing. Bahkan tenggorokannya pun terasa perih.

"Jangan memaksakan diri," tegur Wingsa.

Dengan sisa-sisa tenaga dan kesakitan yang luar biasa. Wingsa pun mencoba bangkit berdiri. Para prajurit terlihat waspada serta ragu-ragu untuk menyerangnya.

"Apa yang kalian tunggu? Serang mereka!!"

Seorang prajurit maju dan menyerang Wingsa dengan sebilah pedang di tangannya. Dengan gerakan cukup gesit, Wingsa pun berhasil menghindar.

Langkah prajurit tersebut, membuat prajurit lainnya turut mengikuti untuk menyerang. Di luar dugaan, tubuh Wingsa mampu bergerak gesit menghindari serangan. Seakan-akan ia telah terlatih melakukannya.

Beberapa menit berlalu, dan Wingsa mulai merasakan napasnya tersenggal-senggal. Malam makin larut dan ia sendiri tidak tahu jam sudah menunjukkan pukul berapa.

"Menyingkir dari hadapanku!!"

Zenriz muncul dari balik kerumunan. Dengan tangan sedang mengayun pedang ke udara. Para prajurtinya membuatnya bosan. Mereka semua sama sekali tidak bisa di andalkan.

Penguasa Veorovia itu terus maju mendekati Wingsa. Ia sendiri menyadari bahwa nyawanya sedang  terancam. Tanpa pikir panjang, ia pun berlari beberapa detik sebelum ujung pedang menyentuhnya.

Lalu kembali menghadap Zenriz. Tak punya pilihan, ia pun menurunkan Naira dari atas punggung. Bergerak menyamping agar memberi ruang bagi Naira.

"Berhenti bermain-main Ranzel!!" marah Zenriz

"Nama gue Wingsa!"

"Jangan melawak. Ini bukan saatnya bercanda."

Kening Wingsa berkerut, ia sendiri tidak mengerti. Bagaimana Zenriz bisa menyebutnya seperti itu. Mengalami de javu, pertarungan antar ia dan sang penguasa Veorovia terasa familiar.

"Seharusnya kau tak pernah ada. Ah, tidak. Seharusnya aku membinasakanmu dari pada menyegelmu."

Para prajurit yang tersisa, hanya menyaksikan sang Raja dari kejauhan. Selama 5000 tahun lamanya, penguasa mereka tetap dipimpin oleh orang yang sama.

Semua ini bisa terjadi karena darah yang dimiliki oleh sang Lord.

"Gue tidak mengenalmu!" hardik Wingsa dengan kasar.

Veorovia (S1 END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang