Jodoh! Jodoh! Jodoh!

31.2K 1.8K 82
                                    

Tin. Tin. Tin.

Adrian menurunkan jendela mobilnya dan tersenyum geli saat melihat Leo cemberut menatapnya. Leo berdiri di samping gerbang sekolah sambil menyandar. Wajahnya tertekuk dan terlihat tidak nyaman. Adrian tahu alasannya. Ya, tentu saja. Remaja berwaja datar dan sedikit pemarah itu tidak suka di suruh menunggu. Dan tadi malam, Adrian yang baru kembali dari Kuala Lumpur setelah dua bulan menetap di sana memaksa akan menjemput Leo hari ini karena dia ingin menghabiskan waktu bersama teman barunya itu.

Adrian memang memaksa Leo menjadi temannya. Entah itu untuk bersenang-senang atau pun mendengar semua curhatannya mengenai segala hal. Pekerjaan, kumpulan teman-temannya yang selalu menghabiskan milyaran uang mereka demi membeli barang-barang mewah, ataupun Mala.

Adrian tahu seharusnya dia tidak boleh menceritakan mengenai perasaannya yang saat ini masih sangat mencintai Bunda Leo. Tapi jika bukan bercerita pada Leo, lalu pada siapa sedangkan Adrian butuh mengeluarkan semua itu demi tetap menjadi normal.

"Sini!" Adrian menggerakan kepalanya sebagai kode agar Leo menghampirinya. Leo baru berjalan beberapa langkah saat seorang remaja perempuan yang memakai seragam sepertinya menghampiri Leo.

Adrian menyipitkan kedua matanya mengamati mereka berdua. Perempuan itu menyerahkan sesuatu yang berbentuk persegi dan berwarna hijau pada Leo. Leo tampak menolaknya, tapi perempuan itu memaksa Leo mengambilnya sebelum melambaikan tangannya dengan senyuman lebar dan berlari pergi.

"Di kasih apaan sama pacar kamu?" tanya Adrian sambil menahan senyum geli saat Leo baru saja duduk di sampingnya. Leo masih cemberut, lalu melemparkan sebuah kotak bekal berwarna hijau ke atas pangkuan Adrian.

"Bukan pacar." Jawab Leo ketus.

Adrian membuka tutup bekal itu dan tersenyum lebar. "Brownis nih. Perhatian banget pacar kamu. Tau aja makanan kesukaan kamu."

"Bukan pacar, Om! Lagian aku gak suka brownis!"

"Tapi kamu suka cokelat. Brownis kan ada cokelatnya."

"Aku gak suka lagi sama Brownis sejak dia ngasih brownis terus setiap hari!"

Adrian tersenyum miring seperti mendapatkan sesuatu yang akan membuatnya terhibur hari ini. "Katanya bukan pacar, kok setiap hari di kasih brownis?"

Adrian mulai mengendarai mobilnya saat mencoba mengorek informasi dari Leo yang mulai lebih terbuka padanya. "Woah, enak banget brownisnya." Puji Adrian. Kali ini bukan sekedar untuk memancing kekesalan Leo, tapi brownis yang dia makan memang terasa sangat enak.

Leo mendengus tanpa melirik sekalipun. Dia mulai memainkan game di ponselnya.

"Jadi... dia pacar atau bukan?"

"Bukan!"

"Kalau gitu kenapa dia perhatian banget sama kamu sampai ngasih makanan enak ini setiap hari?"

Leo tampak menghela napas sebentar. "Dulu pernah nolongin dia dari kakak kelas yang mesum. Dia mau di lecehin, terus Leo tolongin. Gara-gara itu dia berterima kasih banget sampai setiap hari bawain makanan itu terus. Udah di bilangin gak usah tapi tetap aja ngeyel!"

"Kamu kok aneh sih? Di kasih makanan enak malah kesel. Lagian kan niat dia baik. Mau terima kasih."

"Tapi jadinya ganggu kalau di kasih setiap hari."

"Om lihat tadi orangnya cantik kok."

Leo melirik Adrian sekilas. "Kalau cantik pacarin aja. Om lagi nyari jodoh kan buat gantiin Bunda?"

Adrian melarikan telunjuknya untuk menoyor kepala Leo. "Dosa ngejekin orangtua!" rutuknya.

"Oh, jadi Om sadar kalau udah tua? Bagus deh. Leo pikir Om masih merasa abg. Abisnya mainnya sama anak SMA terus." Sindir Leo.

Adrian's WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang