Shit

16.3K 1.6K 116
                                    


Keempat lelaki yang saling bersahabat itu mengangkat botol minuman mereka masing-masing, melakukan cheers untuk kebahagiaan sahabat mereka, Adrian. Seperti biasa, mereka akan berkumpul jika ada hal penting yang ingin mereka jadikan sebagai bahan pembicaraan sambil mengusir rasa penat setelah bekerja.

"Lo semua harus ketemu sama calon istrinya Adrian," cetus Panji dengan senyuman lebarnya. "Antik banget soalnya!"

Mario tergelak. "Lo pikir benda peninggalan nenek moyang lo, antik."

Sedang Adrian yang mendengar calon istrinya menjadi bahan pembicaraan hanya mendengus malas. Biar saja mereka mau berkata apa, yang penting sebentar lagi Adrian sudah tidak lagi sendiri. Yeah... dia akan menikah, menjadi suami dan Ayah dalam satu waktu sekaligus.

"Memangnya kenapa, Ji?" Revan yang merasa tertarik dengan ucapan Panji ikut bersuara.

Panji meletakan botol minumannya, "Lo semua tau kan gimana royalnya Adrian sama semua pacar-pacarnya. Lihat dia beliin mobil buat mereka sih udah bukan hal baru buat gue. Tapi kali ini, beda banget!"

"Beda gimana? Adrian nolak beliin... siapa namanya? Adis?" Mario mengerutkan dahi mengingat nama calon istri Adrian.

"Gadis." Ralat Adrian.

"Nah, iya Gadis. Jadi lo nolak waktu calon istri lo minta beliin mobil?"

"Bukan," potong Panji. "Adrian sih oke aja. Tapi calon istrinya uh..." Panji menggelengkan kepalanya dengan gelagat berlebihan. "Dia minta gue cari mobil yang paling murah."

Mario hampir menyemburkan minumannya. Bahkan Revan yang minim ekspresi ikut dibuat terkejut.

"Belum lagi ekspresi kagetnya waktu gue kasih tau harga mobil yang Adrian pilihin," Panji terkekeh geli mengingat ekspresi Gadis saat itu. "Sampai waktu Adrian mau beli satu mobil lagi buat anaknya, Gadis langsung minta pulang. Makanya gue bilang Gadis itu antik. Gak pernah ada perempuan seantik itu di sekeliling Adrian selama ini."

"Justru karena itu, Gadis yang gue pilih sebagai istri. Soalnya dia beda." Adrian menjawab dengan gaya sombongnya.

"Alah..." Mario mendengus hina. "Sok sokan bilang beda. Padahal lo nikahin Gadis gara-gara lo tau kalau Rere adalah anak lo, kan? Mana mungkin lo yang punya selera setinggi langit terhadap cewek tiba-tiba mau mutusin nikah dengan cewek sesederhana Gadis. Apa lagi nih ya, seandainya Rere bukan anak lo dan Gadis itu janda, gue berani taruhan dengan semua saham yang gue punya. Lo gak akan pernah mungkin mau pilih Gadis."

Senyuman sombong Adrian luntur seketika. Menatap Mario kesal. Meskipun terdengar menyebalkan, tapi apa yang Mario katakan tidak bisa Adrian bantah begitu saja.

"Tapi gak apa-apa lah," sahut Revan. "Seenggaknya Adrian mau bertanggung jawab. Apa pun alasan di balik pernikahan mereka, yang paling penting adalah setelah pernikahannya, kan? Dan gue rasa lo bukan tipe laki-laki yang suka main-main dengan pernikahan."

Revan dan kata-kata bijaknya. Itu sebabnya Adrian suka bersahabat dengannya. Tersenyum kalem, Adrian merangkul Revan, menepuk-nepuk bahu Revan pelan. "Lo bener, Van. Gue gak mungkin begitu. Tapi... kok rasanya aneh ya dengar kata-kata lo. Soalnya, kata-kata bijak yang barusan gue dengar di katakan oleh laki-laki yang pernah main-main sama pernikahan selama enam tahun."

Adrian tidak lupa mengedipkan sebelah matanya. Membuat tawa puas dua sahabatnya yang lain terdengar lalu Revan yang menggedikkan bahunya agar rangkulan Adrian terlepas.

Adrian's WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang