Saat ini hanya ada kedua orangtua Adrian, Gadis dan Adrian di ruang keluarga. Di depan mereka masing-masing terdapat segelas teh yang masih mengepulkan asap. Gadis duduk tidak nyaman selagi belum ada yang bicara disana.
"Jadi apa yang kalian mau selanjutnya?" tanya Papa Adrian dengan suara beratnya. "Menikah?"
Adrian mengangguk.
Papanya menghela napas dan menggeleng tegas. "Terlalu beresiko."
Adrian terkesiap. "Maksud Papa?"
"Pernikahan kalian akan menjadi sorotan yang diperbincangkan negara ini sampai satu bulan kedepan. Kamu tau artinya, Adrian." Jawab Papanya sambil meraih cangkir tehnya.
Adrian mendengus hambar. "Maksudnya karir politik Papa?"
"Tunggu sampai kabinet presidensial yang baru dibentuk. Setelah itu baru kalian menikah." Ucap Papanya tegas.
Adrian mengepal tangannya. "Hanya karena Papa gak mau karir politik Papa tercoreng, Papa gak merestui pernikahan kami?"
"Siapa yang bilang Papa gak merestui pernikahan kalian? Kamu jelas harus menikahi Gadis sebagai tanggung jawab kamu. Tapi nggak sekarang. Kamu tau kalau Papa-"
"Persetan dengan keinginan Papa menjadi menteri! Aku sama sekali gak peduli! Aku hanya mau menikah, Pa, demi Tuhan!"
"Adrian!" bentak Papanya.
"Papa egois..." desis Adrian. "Aku gak pernah minta apa pun sebelumnya. Apa pun. Aku bahkan membantu Papa dan perusahaan yang Papa limpahkan tanggung jawabnya begitu aja ke aku sampai aku nyaris gak punya kehidupanku sendiri. Sebentar aku ada di negara ini, sebentar aku harus pergi ke negara lain untuk mengurus semua perusahaan Papa! Dan sekarang Papa mau aku juga ikut andil untuk keberhasilan politik Papa?!"
Gadis benar. Mereka tidak akan hanya berbicara. Dan dia lagi-lagi gemetar ditempatnya.
"Kalau kamu gak melakukan kesalahan-"
"Aku memang melakukan kesalahan tapi aku akan mempertanggung jawabkannya! Papa... Papa yang sekarang mau membuat aku melepaskan tanggung jawabku!" teriak Adrian dengan tubuh yang berdiri tegak.
Gadis menangkap pergelangan Adrian demi menahan lelaki yang sedang dilanda emosi itu untuk tetap bertahan di depannya. Gadis benci ini. Teriakan, pertengkaran. Membuatnya ingin segera pergi dari sana tapi dia tidak bisa.
"Pa, Adrian mau menikahi Gadis, tujuannya benar, Pa. Kenapa Papa malah melarang?" tanya Mamanya lirih.
"Gak ada yang melarang dia menikah. Papa udah bilang kan tadi? Tapi gak sekarang."
"Kenapa?"
"Karena pernikahan ini akan menjadi scandal dan membuat usaha politik Papa selama ini sia-sia."
"Papa egois!" teriak Adrian.
"Adrian, udah." Gadis menarik tangan Adrian lagi dengan tubuh gemetar.
Adrian memejamkan matanya menahan frustasi. Sedangkan Papanya tetap terlihat tenang tanpa terusik sedikitpun. "Aku udah bilang kan, Ma? Tanpa restu dari kalian, aku tetap akan menikah."
"Jangan berani-beraninya kamu melakukan sesuatu tanpa persetujuan Papa." Desis Papanya.
"Sayangnya, aku menolak menjadi robot penghasil uang yang Papa mau." Adrian meraih jemari Gadis, menggenggamnya, lalu menariknya pergi dari sana. Tidak lagi memedulikan teriakan Mamanya.
***
Lima belas jam sudah berlalu dan Adrian beserta Gadis juga Rere sudah kembali ke apartemen. Sejak mereka meninggalkan rumah keluarga Adrian dengan ketegangan, tidak ada sepatah katapun keluar dari mulut Adrian. Gadis bahkan melarang Rere untuk mengganggu Adrian yang hanya duduk dengan wajah kusut di depan televisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adrian's Wedding
General FictionSebagian cerita sudah di hapus, cerita lengkap bisa di baca di novelme. Jodoh. Adalah satu kata yang memusingkan Adrian. Belum lagi selesai dengan rasa patah hati setelah merelakan wanita yang dia cintai kembali ke dalam pelukan mantan suaminya, Ki...