Rere duduk gelisah di balik meja makan. Melirik jam tangannya, sudah pukul setengah sepuluh. Ayahnya sedang menelepon mobil yang di rental untuk mengantar mereka ke Bandung. Mamanya tampak duduk melamun di depannya.
Ingin sekali rasanya Rere mengeluarkan ponsel dan menelepon Papanya untuk menanyakan keberadaan Papanya sekarang. Rere takut sebentar lagi jemputan mereka datang, dan kalau mereka sudah pergi, maka Rere ragu bisa kembali bertemu Papanya.
Bahkan barang-barang mereka sudah sejak pagi tadi di jemput. Hanya sisa setengah jam lagi.
Rere melepas ranselnya, meletakkan di atas pangkuan. Diam-diam membuka resletingnya dan menarik ponselnya keluar. Ponsel itu hampir saja berhasil Rere keluarkan tapi sebuah ketukan yang berasal dari pintu rumah terdengar.
"Siapa, Lang?" tanya Gadis yang tiba-tiba saja berubah was-was.
Gilang melirik ke arah pintu, "Mungkin jemputan kalian."
"Bukannya kamu bilang setengah jam lagi jemputannya datang?"
"Gak tau juga. Sebentar, aku lihat dulu."
Gadis dan Rere sama-sama memerhatikan Elang yang membuka pintu rumah. Elang tampak menegang tanpa sepatah katapun, lalu seseorang masuk ke dalam rumah mereka begitu saja. Seseorang yang membuat senyuman Rere merekah dan hampir saja berteriak memanggil Papanya.
Adrian mengitari matanya kesekitar rumah sejenak sebelum fokusnya jatuh pada Rere. Dia melihat putrinya tersenyum, lalu rasa rindu yang sejak dia rasakan semalaman ini terbayar begitu saja.
Berbeda saat dia mengalihkan tatapannya pada Gadis yang memucat menatapnya.
"Mau apa kamu?" tanya Gadis dengan suara gemetar.
Adrian melangkah mendekati Gadis, namun tiba-tiba saja Elang menghalanginya. Menatapnya tajam.
"Saya rasa kamu orang yang mengerti sopan santun. Dan masuk ke rumah orang lain tanpa seizin pemilik rumah, apa itu dinamakan sopan?" tanya Elang sinis.
Adrian menatap Elang dengan cara yang menyebalkan. Dia memindai tatapannya dari ujung kepala sampai ujung kaki, lalu mendengus malas. "Pemilik rumahnya gak ada disini, yang ada hanya..." kedua mata Adrian beranjak pergi meninggalkan Elang dan beralih menatap tajam padaGadis. "Orang yang sebelumnya menyewa rumah ini dan sekarang sudah akan pergi."
Gadis memucat. Perasaan buruknya sejak pagi tadi akhirnya menjadi kenyataan. Adrian disini, dan dia terlihat sedang mengibarkan bendera peperangan dengannya. Biasanya, Adrian selalu menatapnya dengan penuh sesal tapi kali ini dia menatap kedua mata Gadis dengan berani.
Gadis mulai berprasangka di dalam hati. Segala hal buruk itu menyinggahi pikirannya.
Adrian melewati tubuh Adrian begitu saja, berdiri di depan tubuh Gadis yang tadinya ingin bergerak mundur tapi terhalang dengan kursinya. "Kalian mau kemana?" tanya Adrian pelan.
"Bukan urusan kamu!" balas Gadis ketus.
"Oke, aku ganti pertanyaannya. Kamu mau bawa Rere kemana?"
Gadis mengernyit, dia melirik Rere sejenak dan mendapati tatapan berbinar milik putrinya pada Adrian. Jantungnya berdetak tak tentu arah seketika. Saat kembali menatap Adrian dan mulai mengerti apa yang sedang terjadi sekarang, kepalanya menggeleng lirih. "Pergi, Adrian... kamu sudah janji gak akan menemui saya lagi."
"Itu sebelum aku tau kalau Rere adalah putriku."jawab Adrian.
"Rere bukan putri kamu!" bentak Gadis. Mendorong Adrian sedikit menjauh, Gadis terburu-buru memutari meja untuk menyembunyikan tubuh Rere di belakangnya. "Kamu udah gak waras, huh? Atas dasar apa kamu menyebut Rere anak kamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Adrian's Wedding
General FictionSebagian cerita sudah di hapus, cerita lengkap bisa di baca di novelme. Jodoh. Adalah satu kata yang memusingkan Adrian. Belum lagi selesai dengan rasa patah hati setelah merelakan wanita yang dia cintai kembali ke dalam pelukan mantan suaminya, Ki...