Leo sudah berdiri di depan rumah Rere. Di sampingnya dia memarkirkan motornya. Berkali-kali memeriksa ponselnya, berdecak lalu mengumpat kecil. dia melirik lagi ke belakangnya, dimana ada sebuah rumah sederhana.
Rumah Rere memang tidak sebesar rumahnya. Setengah dari rumahnya pun tidak. Hanya sebuah rumah sederhana dengan gaya minimalis. Di depannya ada halaman kecil yang banyak di tumbuhi bunga-bunga.
Tapi Leo sedang tidak ingin memerdulikan itu semua. Karena saat ini dia sedang gusar. Adrian tidak bisa di hubungi. Padahal pagi tadi mereka sudah berjanji akan datang ke rumah Rere bersama-sama.
Tapi sudah sepuluh menit Leo berdiri di sana seperti orang bodoh. Di depan pagar rumah Rere yang bercat hitam. "Ini kemana sih orangnya!" rutuknya saat teleponnya tidak juga di jawab.
Berdecak, Leo berniat naik ke motornya lagi dan pulang. Tapi sayangnya sebuah suara terdengar memanggilnya. Itu Rere, yang berdiri di atas teras rumahnya.
Leo merengut masam saat melihat Rere berlari ke arahnya. Membukakan pagar tergesa-gesa lalu berdiri di sampingnya. "Kamu udah lama di sini? Kok gak bilang?" tanya Rere.
"Gak lama. Cuma sepuluh menit." Jawab Leo dengan suara ketusnya.
Kedua mata Rere membulat. Lalu dia berhitung di dalam kepala. Sepuluh menit itu lama menurutnya. Apa lagi matahari sedang terik-teriknya. Kemarin, Adrian menghubungi Rere dan mengatakan akan datang kerumahnya bersama Leo hari ini. dan sejak pagi tadi, Rere sibuk menunggu kedatangan keduanya. Padahal waktu janjiannya siang ini.
Mereka sengaja mengambil hari minggu untuk berkunjung. Karena Adrian tidak bisa mengosongkan jadwalnya di hari kerja.
"Hm... masuk yuk." Ajak Rere.
"Nanti aja. Gue lagi nunggu Om Adrian."
"Tapi kamu udah lama loh berdiri di sini. Kan panas..." saat mengatakan itu Rere juga menyeka keringat di dahinya. "Di dalam ada AC kok. Eh, tapi adanya di kamar. Kalau di ruang tamu cuma ada kipas angin. Tapi-" Rere hampir menggigit lidahnya saat Leo menoleh dan menatapnya terganggu.
Benar. Leo terganggu. Dia benci jika di cereweti seperti itu. Dan dia yakin Rere tidak akan berhenti mengoceh kalau dia tetap berdiri di situ. Jadi, Leo langsung membawa motornya masuk ke dalam pekarangan rumah Rere. Sementara si pemilik rumah langsung berlari untuk membukakan pintu rumahnya.
Begitu mereka berada di dalam, Rere langsung berteriak nyaring dan membuat Leo mendelik padanya.
"Mama... Leo udah datang nih!"
Padahal Leo bermaksud menunggu Adrian dulu baru menemui orangtuanya Rere. Tapi Rere si cerewet ini seenaknya saja berteriak penuh semangat begitu.
Saat Leo melirik kedepan, dia melihat seorang wanita menghampiri mereka dengan senyuman kecilnya yang mengembang. Sepertinya Mamanya Rere. Leo langsung melakukan kebiasaannya, mengamati orang asing yang akan berinteraksi dengannya. Kalau di lihat-lihat, umurnya tidak beda jauh dengan Bundanya. Bahkan Mamanya Rere terlihat lebih muda.
Penampilan Mamanya Rere terlihat lebih sederhana dibandingkan Bundanya. Hanya memakai daster bermotif batik sebatas lutut.
Cantik. Eh, bukan. Apa itu kalau kata orang Jawa? Hm... Ayu?
"Ini Leo ya?" tegur wanita itu pada Leo. Suaranya halus dan lembut.
Leo mengangguk. Lalu dia teringat dengan nasihat Adrian. Kalau ada orang sedang bertanya, di jawab dengan mulut, jangan di jawab pakai bahasa isyarat. "Iya, tante. Saya Leo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Adrian's Wedding
General FictionSebagian cerita sudah di hapus, cerita lengkap bisa di baca di novelme. Jodoh. Adalah satu kata yang memusingkan Adrian. Belum lagi selesai dengan rasa patah hati setelah merelakan wanita yang dia cintai kembali ke dalam pelukan mantan suaminya, Ki...