«●»
Jiyong baru saja selesai mandi ketika mendengar bel pintunya berbunyi. Siapa yang akan bertamu di pukul 3 pagi begitu, pikirnya sembari berjalan menuju layar interkom didekat pintu rumahnya. Lisa berdiri disana dan melihatnya membuatnya langsung membukakan pintu.
Lisa terengah dan berkeringat ketika ia pada akhirnya berdiri didepan Jiyong.
"Sepertinya tadi aku sudah mengantarmu pulang," ucap Jiyong yang masih memperhatikan Lisa yang terengah di depannya.
"Pandaaaa!!" teriak gadis itu yang kemudian berjalan mengabaikan Jiyong menuju ruang tengah, menuju sofa tempat bonekanya duduk. Lisa duduk di sofa Jiyong, memeluk bonekanya dengan wajah yang ia tutupi dengan bonekanya. "Oppa... bisakah kau mengatakan kalau aku sudah melakukan hal yang benar?" pintanya masih tanpa memberitahu Jiyong apa yang baru saja terjadi.
"Kau sudah melakukan hal yang benar..." jawab Jiyong sembari mengusap rambut Lisa dengan tangan dinginnya yang baru keluar dari kamar mandi, Jiyong bahkan belum memakai kaosnya ketika Lisa datang saat itu. "Kau sudah melakukan sesuatu yang baik, kerja bagus Lisa..."
"Sungguh?" tanya Lisa sembari menoleh dan menatap Jiyong, mata gadis itu berkaca-kaca namun tidak ada air mata yang benar-benar keluar.
"Memangnya apa yang baru saja kau lakukan?"
"Kenapa oppa tidak memakai baju? Aku jadi takut," ucap gadis itu membuat Jiyong memutar bola matanya. Siapa yang tiba-tiba datang dengan penampilan berantakan seperti itu dan membuat Jiyong tidak sempat memakai baju? Menyebalkan, pikir Jiyong. "Apa tubuhmu memang selalu begitu?"
"Jangan mengomentariku, lihatlah dirimu sendiri, apa kau selalu berantakan begitu? Pergilah mandi," suruh Jiyong yang kemudian berjalan masuk kedalam kamarnya. Pria itu memakai sebuah kaos putih yang ia temukan di lemari kayu didalam kamarnya kemudian keluar dari kamarnya dengan sebuah celana olahraga dan kaos biru polos. "Pergilah mandi dan tidur disana dengan pandamu, aku sudah mandi dan tidak mau keluar lagi. Sebenarnya kenapa kau memintaku mengantarmu kalau akhirnya kau kembali lagi kesini Lisa? Dan kenapa kau berlari?"
"Aku ingin masuk ke dorm, aku sudah berdiri sangat lama didepan pintu dormku, tapi aku tidak bisa masuk," jawab Lisa yang kemudian menerima baju dari Jiyong. Gadis itu berjalan ke kamar mandi disana dan menghabiskan beberapa menit didalam kamar mandi Jiyong. "Berlari kesini lebih mudah dibanding masuk ke dormku sendiri... padahal hanya dorm satu-satunya tempat tinggalku, haruskah aku pulang ke Thailand saja?" gerutu gadis itu sembari berjalan ke dapur, mencari si tuan rumah dengan tubuh yang lebih bersih usai mandi.
"Kau akan pergi ke Thailand? Kapan?" tanya Jiyong yang ternyata tidak sedang berada di dapur. Jiyong berada di halaman sebelah dapurnya, menaiki sebuah kursi teras, sebatang rokok terselip di sela jari tangan kirinya, tangan kanannya terulur untuk mengambil buah persik, pria itu memegang dua buah persik dengan tangan kanannya.
Lisa menghampirinya, berdiri di sebelah kanan kursi Jiyong berdiri kemudian mengulurkan tangannya untuk mengambil persik yang ada di tangan Jiyong.
"Lagi... lagi..." pinta Lisa yang sekarang menjadi penadah untuk persik-persik itu. "Itu... yang disebelah kiri juga sudah masak oppa..."
Jiyong menurutinya, mengambil dua buah persik lainnya kemudian turun dari kursinya. Empat buah persik sudah cukup untuknya dan ia merasa perlu menyelamatkan rokoknya agar tidak terbakar sia-sia.
"Cukup, makan saja semuanya, cuci dulu," suruh Jiyong sembari menyelipkan rokoknya di sela bibirnya.
"Oppa tidak mau buahnya?" tanya Lisa yang baru saja menerima empat buah persik dari Jiyong.
"Tidak, untukmu saja," jawab Jiyong yang sekarang mengembalikan kursi terasnya ketempat semula— hanya menggesernya sedikit agar dekat dengan dinding dan tidak menghalangi jalan. "Tidurlah di kamarku, aku akan tidur disofa,"
"Ne?" tanya Lisa yang kemudian melangkah masuk untuk mencuci buah persiknya. Sementara Jiyong duduk di kursi terasnya dan melanjutkan acara merokoknya dengan nyaman. Semilir angin malam, dengan sensasi pahit dari rokoknya, suasana yang memberi Jiyong ketenangan. "Aku tidak keberatan tidur di sofa, oppa tidak perlu memberikan kamarmu," lanjut Lisa sembari mencuci buah persiknya di wastafel dapur.
"Bagaimana kalau saat kau tidur managerku atau Dami noona datang? Itu bisa membuat mereka salah paham, jadi tidur saja dikamarku," suruh Jiyong ketika ia melirik ke pintu di sebelahnya dan melihat Lisa menghampirinya.
"Oppa sudah ingin tidur?" tanya Lisa sembari duduk di kursi lain, di sebelah Jiyong, dipisahkan oleh sebuah meja dengan diameter 60cm diantara kursi mereka. "Aku belum ingin tidur... aku- tadi- tadi aku menemui Donghyuk dan mengatakan padanya kalau aku tidak akan berkencan lagi dengannya,"
"Lalu reaksinya?"
"Dia hanya diam, terlihat sangat sedih dan merasa bersalah. Aku tahu dia juga terluka sama sepertiku, dia menekan perasaannya karena Bobby oppa, tapi seperti katamu, aku tidak di posisi untuk memberinya hadiah atas pengorbanannya. Aku juga merasa perlu bersikap lebih tegas, maksudku, aku tidak bisa berkencan dengan Donghyuk dan melukai Jennie, aku juga tidak bisa mengencani Bobby oppa lalu melukai Donghyuk,"
"Donghyuk yang paling rugi," jawab Jiyong. "Dia kehilanganmu, dan rencananya untuk membantumu dan Bobby gagal. Dia juga harus dekat dengan seorang gadis yang mungkin tidak di sukainya. Lalu kenapa kau tidak ingin pulang?"
"Jennie eonni yang paling kasihan. Donghyuk terluka karena pilihannya sendiri, karena dia tidak ingin melukai Bobby oppa, dia justru melukai gadis lain. Melukaiku juga. Kalau saja dia tidak mendekati Jennie eonni dan membuat Jennie eonni menyukainya... aku merasa bersalah pada Jennie eonni, aku membantu hubungan mereka, hubungan Jennie eonni dan Donghyuk. Aku meyakinkan Jennie eonni kalau aku sudah tidak menyukai Donghyuk lagi,"
"Bukan salahmu karena saat itu kau tidak mengetahui apapun, kau tidak tahu kalau Donghyuk mendekati Jennie hanya agar Bobby bisa mendekatimu. Kau tahu? Cara paling mudah mendapatkan seorang gadis adalah dengan menghiburnya ketika ada pria lain yang melukainya. Donghyuk melukaimu, kemudian Bobby yang akan datang untuk menghiburmu, begitulah rencananya, mungkin rencana Donghyuk,"
"Oppa terdengar sangat berpengalaman," gumam Lisa sembari menikmati persik keduanya. "Tapi dalam keadaan itu, aku justru menganggap Bobby oppa sebagai oppaku sendiri,"
"Itu karena kau tidak seperti gadis pada umumnya," balas Jiyong yang tidak berhenti dengan rokoknya. Pria itu meraih pematik diatas meja dan akan menyulut rokok keduanya. "Kau terlihat mudah, tapi tidak semudah kelihatannya,"
"Oppa mau bilang aku gadis yang mudah di-"
"Mudah untuk mendekatimu, mudah untuk dekat denganmu. Tapi tidak mudah untuk membawamu ke tingkat yang lebih jauh. Kau bukan gadis yang menjadikan cinta sebagai standar kebahagiaanmu. Kau tidak perlu pria untuk membuatmu merasa cantik, kau tidak perlu kekasih untuk membuatmu merasa berharga, kau tidak perlu kekasih untuk membuatmu merasa dicintai. Kau tahu kalau kau cantik, kau menghargai dirimu sendiri, dan kau mencintai dirimu sendiri, aku kenal seorang yang mirip denganmu,"
"Siapa?"
"Seunghyun hyung," jawab Jiyong. "Dia tidak perlu seorang kekasih untuk merasa dicintai, karena dia mencintai dirinya sendiri. Pernah ada seorang fans yang bilang 'oppa, aku tidak bisa berkencan karena terlalu mencintaimu' dan kau tahu bagaimana tanggapan Seunghyun hyung?"
"Apa?"
"Ya aku juga," ucap Jiyong. "Aku juga terlalu mencintai diriku sendiri sampai tidak bisa berkencan,"
«●»
