7

5.5K 615 32
                                    

«●»

Sore ini, seharusnya Lisa menginap di rumah Jisoo. Namun sepertinya ia harus menghabiskan malam sendirian di dorm. Jennie pulang kerumahnya sendiri dan Rose tetap akan pergi menginap dirumah Jisoo.

"Kalau saja Seungri oppa tidak mengadakan meeting tiba-tiba," gerutu Lisa sembari berjalan bersama Donghyuk menuju agensi. "Padahal aku ingin menginap dirumah Jisoo eonni,"

"Kau bisa menginap lain waktu, besok Seungri hyung harus pergi ke Hongkong. Mau bagaimana lagi?"

"Haruskah aku bilang kalau aku ada pekerjaan hari ini?" tanya Lisa yang tidak ingin datang ke agensi di hari liburnya. "Dong~ bagaimana kalau kita pergi berjalan-jalan saja hari ini?"

"Aku ingin, tapi 30 menit lagi aku harus rekaman. Hanbin hyung akan membunuhku nanti," bohong Donghyuk. Sebenarnya ia sudah memberitahu Hanbin kalau ia akan terlambat di rekaman mereka, toh Donghyuk akan selalu mendapat giliran terakhir setiap kali rekaman. Akan tetapi, pria itu tidak ingin Lisa dapat masalah karena pergi bersamanya dan membohongi Seungri. Bagaimana kalau nanti Lisa dimarahi? Pikir Donghyuk.

"Ah begitu? Kalau begitu... bagaimana kalau kita bermain sebentar? 30 menit dan hanya di ruang istirahat? Ayo bermain billiard dan menari sambil bermain Pump? Aku yakin Seungri oppa akan sedikit terlambat," pinta Lisa dan si baik hati Donghyuk hanya tersenyum kemudian menganggukan kepalanya.

Dalam 20 menit, mereka bermain di ruang istirahat, di lantai 5 gedung agensi mereka. Agensi mereka menyediakan sebuah ruang bermain disana, untuk para staff, trainee dan artis yang tidak dapat bermain di tempat umum seperti orang-orang pada umumnya.

"Apa yang kau mau?" tanya Lisa yang sekarang berdiri didepan mesin minuman. Keduanya lelah setelah melompat diatas papan pump selama tiga putaran— sembilan lagu.

"Jus jeruk," pinta Donghyuk sembari memperhatikan Lisa yang memasukan koinnya. Pria itu kemudian membungkuk untuk mengambil dua botol jus jeruk yang kemudian jatuh dan keluar dari mesinnya. "Terimakasih," ucapnya sembari memberikan sebotol jus jeruk milik Lisa.

"Hm... tidak perlu berterimakasih begitu. Ini hanya jus jeruk," jawab Lisa sembari tersenyum. "Aku juga tidak ingin berterimakasih karena kau sudah menemaniku bermain," lanjutnya membuat Donghyuk kemudian tertawa, Lisa tidak pernah berubah, pikirnya.

"Kalau begitu, aku yang akan berterimakasih kalau kau mau membantuku,"

"Bantuan apa itu?"

"Kita sudah lama berteman, bahkan setelah kita... putus... kau tetap membuatku nyaman untuk berteman denganmu," ucap Donghyuk yang tanpa ia sadari membuat gadis di depannya mendadak jadi sangat gugup. Rasanya jantung Lisa akan meledak saat itu. "Aku sangat senang karena bisa mengenal dan berteman denganmu. Dan rasanya memang sedikit canggung mengatakannya sekarang. Tapi, bisakah kali ini kau membantuku? Aku menyukai Jennie, bisakah kau membantuku untuk dekat dengannya?"

Jantung Lisa yang beberapa detik lalu berdebar sangat cepat seakan ingin meledak, kini sungguhan meledak dan hancur menjadi kepingan-kepingan.

Lisa pikir mereka bisa kembali.

Lisa pikir bekerja bersama bisa membuat Donghyuk kembali padanya.

"Belakangan ini aku memperhatikan Jennie, dan aku menyukainya, hanya saja kurasa akan sedikit canggung untuk kami, karena itu aku butuh bantuanmu," lanjut Donghyuk yang hanya lewat seperti angin dingin di telinga Lisa. Suara Donghyuk hanya seperti sebuah angin yang menerbangkan kepingan-kepingannya.

"Ya, tentu, Jennie eonni tidak sedang menyukai siapapun sekarang. Aku akan membantu kalian untuk jadi lebih dekat, jangan khawatir, Lisa selalu berbakat menjadi Cupid," jawab Lisa sembari tersenyum dan menggenggam kuat kepingan-kepingannya yang tersisa.

Dering handphone Lisa menginterupsi mereka, itu sebuah panggilan dari Seungri dan Lisa bersyukur karenanya. Ia berpamitan pada Donghyuk, masih dengan senyuman di wajahnya kemudian pergi kedalam lift.

Seharusnya Lisa menemui Seungri di ruang latihan dance di lantai 6. Namun rasanya ia tidak dapat meeting dengan perasaan yang hancur begini, jadi Lisa memutuskan untuk pergi ke atap, berharap angin di atap dapat menerbangkan rasa sakitnya.

"Bolehkah aku berdiri disini tanpa mengatakan apapun?" tanya Lisa ketika ia melihat seorang pria berdiri ditempatnya biasa berdiri.

"Hm..." gumam pria itu. "Aku juga tidak ingin mengatakan apapun," jawabnya sembari menggser sedikit tubuhnya.

Ada dinding tinggi diatap gedung agensi, sebuah dinding yang mengelilingi atap dan diharapkan dapat menjadi pelindung siapapun agar tidak jatuh. Namun di salah satu sudut atap, seseorang menaruh sebuah bangku taman berbahan besi kuat dan tempat duduk itu menjadi tempat Lisa untuk mencari angin.

Lisa berdiri di samping Jiyong, diatas sebuah bangku taman dengan angin yang menerpa wajah mereka. Tanpa bicara sampai dua jam setelahnya, di pukul 6 sore ketika matahari mulai terbenam, Lisa akhirnya duduk dibangku yang ia injak.

"Aku sudah selesai, aku pergi-"

"Aku lapar, bisakah kau menemaniku makan tanpa menanyakan apapun?" potong Jiyong yang kemudian turun dari bangku taman itu. Raut wajahnya tidak dapat Lisa artikan, namun satu hal yang Lisa yakini, raut wajahnya sekarang pun pasti sama sepertinya. Terluka.

"Baiklah," jawab Lisa yang kemudian ikut turun dari kursi dan berdiri di sebelah Jiyong. "Jangan menanyaiku juga,"

Tidak ada yang mengatakan apapun. Lisa hanya memberitahu Jiyong apa yang ingin dia makan saat itu dan Jiyong membawa Lisa kesebuah restoran— Aori Ramen.

Masih tanpa membicarakan apapun, setibanya disana, Lisa dan Jiyong memesan semangkuk ramen. Lisa memesan ramen paling pedas dan Jiyong memesan ramen biasa. Tidak ada yang bertanya, dan keduanya larut dalam kenangan masing-masing sampai pesanan mereka datang.

Baru beberapa suap, ramen pedas itu sudah membuat Lisa menangis. Membuat Lisa dapat meluapkan sesak dalam dadanya.

"Makan ini, ini akan membuatmu lebih baik oppa," ucap Lisa sembari terisak sembari menukar mangkuknya dengan mangkuk Jiyong. Jiyong ingin menolak namun melihat Lisa menangis membuatnya tetap memakan ramen pedas Lisa. Hingga tanpa sadar, pedas dapat mengeluarkan air mata yang juga Jiyong tahan.

Keduanya menikmati suap demi suap ramen super pedas itu sembari menangis dan mengeluhkan rasa pedasnya. Mereka mengeluhkan lidah mereka yang terbakar, namun tetap menyuap kuah dalam mangkok ramen itu. Mereka mengeluhkan rasa pedas yang membuat mereka menangis namun tidak berhenti menyuapkan ramen pedas itu kedalam mulut masing-masing.

Menangis dan menyirami sisa-sisa perasaan yang baru saja menjadi kepingan.

«●»

403Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang