Tepat pada hari ini, setelah berselisih pendapat yang cukup panjang memperdebatkan tentang tempat apa yang akan mereka kunjungi. Akhirnya, Ellfa dan Elmarc sepakat untuk berlibur ke pantai Zurich, pantai yang sangat di idam-idamkan oleh Ellfa sejak beberapa tahun silam. Ellfa sering kali berkhayal jika suatu saat akan pergi berlibur ke pantai Zurich ini. Dengan anginnya yang berhembus kencang mengundang kesejukan yang terus melanda bagi siapa saja yang tengah menikmati indahnya pantai Zurich yang berada di negara Switzerland ini. Pantai Zurich merupakan salah satu pantai terbaik di kota Swiss dengan nuansa tenang yang dihasilkannya. Pada awalnya Ellfa berpikir ini hanyalah angan semata, karena sang ayah yang terus saja mengekangnya bak tuan puteri dari negeri dongeng yang khawatir jika puterinya akan celaka.
Ya memang, walaupun Ellfa termasuk dalam golongan keluarga yang terbilang lebih dari kata cukup, namun sang ayah Barack Domanic tidak pernah mengizinkannya untuk pergi berlibur jauh dari jangkauannya dan apalagi hanya pergi seorang diri. Jika pun dirinya tetap memaksa, setidaknya Ellfa harus mengajak minimal lima orang pengawal suruhan ayahnya untuk menjaganya selama ia pergi. Dan hal itulah yang membuatnya enggan untuk berlibur. Didikan ayahnya yang super proktektif dan tak jarang membuatnya terus terkekang, sampai dirinya tidak tahu bagaimana dunia luar. Bahkan selama ia hidup dengan usianya yang akan menginjak 20 tahun ini pun, Ellfa tak pernah merasakan bagaimana rasanya memiliki banyak teman dan rasanya bermain bersama teman-teman sebayanya.
Elmarc berjalan mendekati Ellfa yang kini sedang menatap hamparan air didepan sana dengan posisi membelakanginya. Tangannya yang kekar melingkar manis di pinggang ramping milik gadisnya itu. Setelah itu Elmarc menghirup aroma tubuhnya dari leher jenjang nan putih Ellfa dengan penuh kasih sayang. Kehangatan dan kenyamanan, itulah yang dirasakan Elmarc saat ia berdekatan dengan Ellfa.
"Aku sangat menyukai tempat ini." Ellfa berucap seraya memejamkan kedua kelopak matanya yang bulat itu.
"Kau tahu, aku selalu saja membayangkan jika suatu saat akan pergi ke tempat ini seorang diri, hanya untuk menikmati hembusan angin yang begitu membuatku tenang. Namun ayah selalu menentangnya." Ellfa merasakan tiupan angin yang terus berhembus menyisakan rasa tenang dan aman didalam dirinya. Dan tak lupa rasa kenyamanan itu bertambah saat lengan Elmarc yang kekar melingkar dipinggangnya.
Elmarc menatap Ellfa dengan tatapan menajam. Ternyata Barack selalu mengekang apa yang dilakukan oleh Ellfa. Elmarc begitu mengetahui sebab Barack yang mengekang gadisnya itu, namun ia tak tahu jika Ellfa merasa bak tahanan yang sedang mendekam di jeruji besi.
"Apa kau tahu mengapa ayahmu itu berbuat seperti itu?"
"Ayah bilang, jika ia tak mau bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan padaku. Maka dari itu, ia mengatakan jika aku pergi berlibur setidaknya aku menyuruh 5 orang pengawalnya untuk menjagaku selama berlibur. Dan karena itu, tentu saja aku menolaknya karena jika aku pergi beserta pengawal dengan berbadan besar dan kekar itu, orang-orang akan menatapku aneh."
Elmarc mendakap tubuh mungil Ellfa dengan erat, dirinya mencium aroma tubuh Ellfa semakin dalam dan dengan sepenuh hati. Elmarc begitu menyadari bahwa ini pertama kalinya ia mencintai wanita sedalam ini. Tak pernah dirinya merasakan kenyamanan dan ketentraman bersama orang lain. Hanya Ellfa yang membuatnya bertekuk lutut. Dan Elmarc berjanji jika dirinya tidak akan membiarkan satu orang pun memisahkan Ellfa dengan dirinya. Jika pun ada, maka Elmarc akan bersiap-siap memesan liang lahat secepatnya untuk mengubur jasad orang itu yang akan ia kubur sedalam-dalamnya.
"Marc, boleh aku bertanya sesuatu padamu?" Ellfa membalikan tubuhnya menghadap Elmarc dan menatapnya dengan tatapan tajam dan serius. Tersirat ke khawatiran didalam mata teduhnya. Ellfa hanya takut perasaan yang terus saja meresahkan dirinya menjadi kenyataan.
"Apapun untukmu sayang, tanyakanlah apa yang ada didalam otak cantikmu itu." Lelaki itu memandang Ellfa dengan lembut diiringi suaranya yang lembut pula. Elmarc yakin jika Ellfa akan menanyakan sesuatu yang menyangkut tentang terror yang ia dapat malam itu. Percayalah, Elmarc mengetahui isi terror yang Ellfa dapatkan malam itu. Ya. Semua hal yang menyangkut tentang gadisnya pasti ia ketahui.
Ellfa mengigit bibir bawahnya. Dirinya ragu menanyakan hal ini pada Elmarc. Rasanya dirinya adalah wanita terbodoh yang tidak percaya pada pria yang sudah memasuki relung hatinya itu. Sungguh, dalam hatinya Ellfa mempercayai pria yang ada dihadapannya ini namun ia juga harus memastikan tentang keakuratan berita yang ia dapat dalam kotak terror itu.
"Hmm... A.. aku... ingin bertanya, apa benar jika kau yang telah----"
"Permisi tuan, hidangan makan malamnya telah siap." Seorang pramusaji yang Elmarc suruh menyiapkan hidangan untuk makan malamnya bersama Ellfa datang dan memberi tahu bahwa makanan itu telah siap untuk disantap. Pria dengan tampilan khas Eropa ini, memang pandai dengan segala bahasa. Jadi tidak usah heran jika beliau menyampaikannya dengan bahasa yang dimengerti Elmarc dan Ellfa. Sebenarnya, pramusaji itu tidak perlu bersusah payah mengubah bahasanya. Karena walaupun Ellfa dan Elmarc asli penduduk New York, tetapi jangan remehkan mereka jika Elmarc dan Ellfa mengerti bahasa Swiss disini.
"Baiklah... Ayo sayang!" Elmarc menarik lengannya dengan lembut dan membawanya masuk kedalam restoran yang letaknya tak jauh dari pantai Zurich ini. Elmarc sengaja menyewanya karena ia ingin menyampaikan sesuatu pada gadis yang dicintainya itu.
Pertanyaan Ellfa terputus saat pramusaji itu datang, dan membuatnya menggerutu kesal karenanya. Ellfa memang tipikal orang yang tidak suka jika omongan atau perkataannya dipotong. Dirinya selalu menggerutu dalam hati memaki si pemotong pembicara itu.
'Sial!'
Elmarc terkekeh saat melihat gadisnya kesal. Menurutnya, saat Ellfa kesal itu adalah hal yang menggemaskan baginya. "Aku mengerti sayang, kau akan menanyakan apa. Tapi maaf, ini bukanlah saat yang tepat untuk kau tahu segalanya."
***
Ellfa melihat suasana didalam restoran ini didekorasi sedemikian rupa hingga terkesan sangat romantis. Disini hanya ada dirinya dan Elmarc yang berada didalamnya, tak ada pengunjung lain yang datang ke rostoran ini. Dan hal itu sontak membuatnya bingung.
"Mengapa restoran ini hanya ada kita berdua, Marc?"
Elmarc tersenyum mendengarnya. "Kau lihat keatas sana." Sembari menunjuk ke udara yang telah ia tempeli beberapa lembar kertas yang membentuk kalimat. 'Will You Marry Me?' Lembaran itu tertempel dengan benang putih diatas lampion-lampion restoran tersebut. Dengan dipenuhi corak berwarna pink menambah kesan romantisnya. Elmarc tahu, jika ternyata warna pink juga lah warna yang disukai oleh gadisnya.
"Ka...kau..." Mata bulatnya berkaca-kaca saat melihat nuansa romantis yang diberikan Elmarc. Dirinya tidak menyangka jika Elmarc akan melamarnya secepat ini.
"Maukah kau menjadi teman hidupku? Menjadi ibu dari anak-anakku, dan menemaniku hingga aku tak lagi menghembuskan napasku didunia? Ellfa Domanic... Percayalah jika aku telah jatuh hati padamu jauh sebelum kau mengetahui keberadaanku. Aku mencintaimu, sebagaimana aku mencintai ibuku sendiri. Dan tepat pada hari ini, aku ingin melamarmu menjadi pendamping hidupku. Apakah kau bersedia?"
Ellfa menutup mulutnya meredakan tangisannya. Ellfa tak percaya, jika Elmarc yang dikenalnya sebagai ketua Mafia kini melamarnya dengan lembut dan romantis sehingga membuatnya terharu akan perilakunya. "Aku, bersedia menjadi istrimu Marc."
Elmarc yang mendengar pernyataannya, langsung saja berhambur kepelukan Ellfa. Dirinya tidak menyangka jika Ellfa akan menerimanya begitu mudah, ia berpikir Ellfa akan menolaknya saat ia tahu dirinya adalah seorang yang kejam.
Namun, siapa sangka takdir malah membuatnya luluh akan pesona Elmarc yang kejam nan bengis itu????
To be Continue...
Ciee yang mau nikah. Klasik banget gak sih, acara lamarannya? HAHA... Nikmatin aja ya, namanya juga Fie gak bisa bikin orang baper, WKWKWKWK.....
Rabu, 14 November 2018.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exitium Mendax [TAMAT]
Romance[ADULT STORY! 18+] Seorang gadis belia yang sudah memasuki umur 19 tahun, harus menerima kenyataan pahit dalam hidupnya. Mulai dari kehilangan seorang ibu, perjodohan yang berujung perceraian, dan kini ditinggalkan oleh ayahnya untuk suatu keperluan...