Hari telah menjelang pagi. Seakan tak ada kata ampun baginya untuk beristirahat sejenak. Dirinya terus saja digilir dalam waktu yang dirinya sendiri pun tak tahu, kapan ini akan berakhir. Perempuan itu adalah Samantha. Dengan tubuhnya yang sudah lemas seperti tak bertulang, dirinya masih harus terus melayani nafsu bejat dari pria brengsek ini. "Ahhh... Ak..aku lelahh... hen...ahhh..tikan..." Entah sudah keberapa kalinya dirinya mengucapkan kalimat itu, namun telinga para pria itu seakan tuli seketika.
Iryaz menyaksikan dengan sangat khidmat. Dirinya seolah puas menyaksikan pemandangan yang terpampang nyata dihadapannya itu. Matanya menatap dengan intens perempuan yang saat ini mungkin sudah terganggu secara psikis dan juga mental. Namun semua itu tak membuatnya iba sedikit pun. Justru hal tersebut adalah hal yang sangat dia tunggu, membuat Samantha yang gila semakin gila. Karena dengan begitu, dirinya tidak akan lagi mempunyai akal licik untuk merusak hubungan Elmarc dan juga Ellfa.
Salah satu diantara mereka mendorong Samantha hingga dirinya tak berdaya. Perempuan itu sudah tidak memiliki tenaga untuk memberontak. Dia hanya menatap kosong kearah depan seakan pikirannya kosong tak tahu kemana. Tangannya yang putih menjenggut surainya yang panjang hingga tak beraturan. Dirinya histeris menerima pemerkosaan yang telah dialaminya selama seharian penuh. Dia mengambil sebuah balok didekatnya lalu dilemparkan kearah pria-pria itu dengan brutal. Seolah kehilangan kendali, dirinya tiba-tiba menyerang pria itu dengan benda-benda di dekatnya. "Kalian brengsek! Kalian jahat! Akan ku balas kalian! Hikkksss... Kalian jahat!"
"Kau gila?! Dasar jalang gila!" Iryaz membentaknya saat sebuah balok mengenai kepalanya hingga berdarah. Matanya menatap Samantha tajam hingga perempuan itu menangis sangat histeris. Iryaz mengambil sebuah telepon seluler disakunya lalu menelepon pihak rumah sakit yang mengurusi tentang gangguan kejiwaan.
"Kau brengsek! Sialan! Biadap!" Kini dirinya semakin brutal. Dia mendekati Iryaz lalu menjenggutnya hingga mencakarnya. Perempuan itu semakin tidak karuan kala Iryaz berusaha menjauh dari jangkauannya.
Tak berapa lama kemudian sirine ambulan terdengar jelas ditelinga mereka. Petugas dari rumah sakit itu pun langsung mengamankan Samantha saat dirinya terus berusaha mencelakainya. "Tidak. Lepaskan! Aku tidak gila! Mereka semua yang gila! Mereka semua memperkosaku seharian penuh tanpa ampun! Tangkap mereka!" Tanpa mengidahkan Samantha yang terus berteriak akhirnya petugas itu langsung memakaikan seuntai kain untuk menutupi tubuhnya yang polos lalu ditariknya menuju ambulan untuk dilarikan ke rumah sakit jiwa.
Iryaz merapihkan pakaianya yang tadi sempat mendapatkan serangan mendadak dari Samantha. "Menyusahkan." Iryaz dengan cepat menghubungi Elmarc bahwa pihak rumah sakit jiwa yang tak lain adalah milik Elmarc sendiri telah berhasil membawa Samantha. Dirinya sangat bangga pada dirinya sendiri karena telah berhasil mengusir satu hama yang telah mengganggu hubungan bos nya itu.
"Baik. Akanku lakukan bos. Dan aku jamin, wanita itu akan membusuk selamanya di rumah sakit jiwa." Iryaz memutuskan sambungannya lalu menampilkan senyuman licik diwajahnya. Sepertinya Iryaz telah mewarisi sifat dari pimpinannya itu.
***
Suara alat pendeteksi jantung terus terdengar ditelinga Elmarc. Pria itu sangat khawatir akan kondisi Ellfa yang sangat mengenaskan dari sebelumnya. Dirinya sangat bodoh menjadikan Ellfa sebagai pancingan agar dia tahu apa yang sebenarnya dilakukan oleh Samantha. Menyesal? Untuk apa dia menyesal? Yang bahkan dirinya telah berhasil menjebloskan Samantha ke rumah sakit jiwa. Elmarc yakin, tak akan ada lagi orang yang membantunya lolos. Karena mereka semua tahu, Samantha adalah perempuan gila.
Lengannya yang kekar mengelus lembut pucuk kepala Ellfa. Matanya yang tajam menatap lembut wajah Ellfa yang pucat, berharap perempuannya itu akan sadar secepatnya. Akibat benturan yang cukup keras, dokter mengatakan bahwa perempuan itu mengidap geger otak ringan sehingga membuatnya tidak boleh berpikir yang sekiranya berat. Karena itu akan berdampak pada kesehatannya. Maka dari itu dokter menyarankan untuk Ellfa banyak-banyak beristirahat dan tidak melakukan pekerjaan yang berat-berat terlebih dahulu.
Elmarc mencium punggung tangan Ellfa dengan lembut dan penuh kasih sayang. Pria itu terlihat sangat menyayangi Ellfa, dan memang kenyataannya seperti itu. "Bangunlah sayang, aku berjanji setelah kau bangun nanti aku akan memberikan kejutan untukmu." Tak seling berapa lama, Elmarc merasakan pergerakan yang dihasilkan oleh lengan kekasihnya itu. Pria bringas itu bangkit dan mendekatkan wajahnya ke wajah Ellfa yang dipenuhi dengan luka lebam akibat tamparan keras dari Samantha.
"Engghh.." Ellfa berusaha membuka matanya dan menyesuaikan cahaya lampu yang berusaha untuk diterima oleh retinanya. Tangannya yang lemas memegang kepalanya yang saat ini dibalut perban putih yang lebih lebar dari sebelumnya. "Marc..." Ingatannya berusaha mengulang beberapa waktu untuk mengingat kejadian yang telah terjadi padanya. Namun naas, geger otak ringan dikepalanya malah semakin terasa kala dirinya berusaha mengingat itu semua.
"Tidak usah dipaksakan sayang... Dokter mengatakan jika kau tidak boleh memikirkan hal yang berat atau melakukan sesuatu yang berat terlebih dahulu. Karena itu akan berdampak pada kesehatan mu." Matanya yang tajam menatap bola mata Ellfa yang terlihat sedikit sayu dikelopak matanya. Pria itu sungguh tidak terima akan perlakuan Samantha yang telah membuat kondisi wanita yang dia cintai sangat memprihatinkan seperti ini. Kepalan dilengan kekarnya membuktikan bahwa dia sedang meredamkan emosi yang tengah dia rasakan.
Melihat kepalan itu membuat Ellfa berusaha menenangkan emosi yang kini tengah menyelimuti kekasihnya. Dirinya tidak ingin Elmarc melakukan hal diluar nalar yang akan membuat orang lain tersakiti. "Aku tidak apa, Marc. Kau tidak usah berlebihan." Katanya lembut seraya tersenyum memperlihatkan sisi lembutnya kepada Elmarc.
"Kau bilang berlebihan?! Hey! Kau tahu, aku sangat mengkhawatirkanmu! Melihat kondisimu yang seperti ini dan bahkan kau hampir saja kehilangan nyawa karena si wanita iblis itu, kau bilang aku berlebihan?!" Emosinya semakin meledak kala Ellfa menganggap dirinya terlalu berlebihan. Apa dia tidak melihat rasa kekhawatiran dirinya saat melihat dirinya terbaring lemah dirumah sakit sialan ini?!
Ellfa terdiam sejenak. Bukan itu yang dia maksud. Dia berkata seperti itu untuk menenangkan Elmarc yang sedang meredam emosi. Namun semua itu disalah artikan oleh pria itu. Otak cantiknya berusaha keras memikirkan cara agar emosi kekasihnya itu tidak semakin menggebu-gebu. Setelah menemukan ide, dia tersenyum lalu menarik Elmarc untuk berbaring disamping ranjang yang lumayan besar. Lengannya yang mungil mengelus dada bidang kekasihkan dengan sangat lembut dan menggoda. Mungkin dengan cara seperti inilah dia dapat meredamkan emosi Elmarc. "Percayalah. Bukan itu maksudku. Aku tidak ingin kau termakan dengan rasa amarah yang tidak kunjung habis. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum padaku. Tidak lebih." Kepalanya mendongak menatap Elmarc yang memandangnya teduh. Pria itu tengah berusaha menetralkan rasa emosinya yang sudah memuncak.
Mendengar perkataan kekasihnya membuat Elmarc tersenyum lalu memeluk lembut dengan mengelus punggung perempuannya untuk menyalurkan apa yang dia rasa. "Kau memang satu-satunya orang yang dapat meredamkan emosi ku, Ellfa. Oleh karena itu, aku tidak ingin kehilangan kau dalam hidupku."
Ellfa tersenyum, "Tidak akan, Marc. Aku berjanji."
Lega itulah yang dirasakan Elmarc saat ini. Entah mengapa setiap kata yang diucapkan oleh Ellfa dapat membiusnya menjadi lebih baik. "Baiklah. Aku akan memegang janji itu." Dia mencium dalam pucuk kepala kekasihnya dengan penuh kasih. Setelah itu ciumannya berpindah tepat pada bibir ranum Ellfa yang terlihat sangat pucat. Dia melumatnya dengan lembut hingga Ellfa tak kuasa menahan lenguhannya.
To be Continue...
Kasih komentar dong, kangen sama kalian nih... Hehe... Lama tak update akoeehh tuuu:(
Senin, 22 April 2019.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exitium Mendax [TAMAT]
Romance[ADULT STORY! 18+] Seorang gadis belia yang sudah memasuki umur 19 tahun, harus menerima kenyataan pahit dalam hidupnya. Mulai dari kehilangan seorang ibu, perjodohan yang berujung perceraian, dan kini ditinggalkan oleh ayahnya untuk suatu keperluan...