Chapter Twenty One.

41.6K 1.4K 40
                                    

Perempuan iblis itu tengah berdiri sambil menatapnya dengan tatapan instens. Melayangkan tanda permusuhan yang dia ciptakan sendiri. Emosinya memuncak ketika Ellfa berhasil membuat orang suruhannya itu terkapar tak berdaya atau bahkan tengah diambang dengan kematian. "Beraninya kau membuat orang suruhan ku meregang nyawa atau bahkan dia sudah tidak bernyawa lagi saat ini. Tapi baiklah, karena dengan ini aku akan melaporkan tindakan mu itu ke polisi. Agar kau membusuk disana." Ucapannya yang tajam membuat pancaran ketakutan sangat kentara di mata bulat Ellfa.

"Aku hanya melawan diri. Karena dia ingin memperkosa ku. Apa itu salah?" Ellfa berusaha membela diri. Dirinya sangat yakin, bahwa dia bukanlah seorang pembunuh. Dia hanya membela diri disaat pria tersebut berusaha melecehkannya. Ellfa menatap kesembarang arah dengan tangannya yang mungil meremas baju rumah sakitnya yang sudah terlihat lusuh.

"Apa kau punya bukti?" Samantha memandang remeh ke arah Ellfa yang terdiam tanpa ada sekata patah pun yang keluar dari mulutnya. Benar apa yang di katakan Samantha, bahwa dia tidak mempunyai bukti yang cukup kuat kalau dirinya hanyalah melakukan itu semata-mata untuk membela diri.

Samantha semakin senang melihat perempuan itu terdiam tidak dapat membalas pertanyaannya. "Oh ayolah sayang, jika kau tidak mempunyai bukti maka polisi pun tidak akan mempercayai mu begitu saja. Dia akan menganggap apa yang dia lihat adalah sebuah kebenaran. Dan mereka pasti akan percaya bahwa kau adalah seorang pembunuh!" Dia sengaja menakut-nakuti Ellfa agar perempuan itu stress dan akhirnya gila.

Ellfa berjalan mendekati Samantha di dekat pintu utama dengan menundukan kepalanya seraya meremas bagian ujung baju rumah sakitnya menampilkan pancaran ketakutan. Samantha sungguh senang melihatnya. Tangannya yang putih namun dingin itu berusaha menggapai surai panjang milik Ellfa. Dielusnya dengan pelan lalu dijenggutnya kencang hingga kepala mungil Ellfa mendongak ke atas menampakan wajahnya yang cantik dibubuhi dengan rasa ketakutan serta kondisi matanya yang sudah membengkak karena tangisannya sedari tadi.

"Kau adalah benalu dalam hidupku Ellfa. Kau tahu? Aku iri pada mu sejak dulu, namun aku tidak mau menampakkannya pada mu. Awalnya aku pasrah kau selalu lebih unggul dari ku, bahkan kau selalu saja merebut apa yang aku punya. Namun..." Jenggutannya semakin terasa nyeri di kepala Ellfa tak kala saat Samantha semakin menariknya hingga surai panjang itu sampai ke bawah. Ellfa hanya bisa menangis menahan sakit yang mendera di kepalanya. Semoga saja ini bukanlah akhir dari segalanya.

"Arggghhh... Kak... Ku mohon... Ini sungguh menyakitkan..." Tatapannya mengiba agar Samantha segera melepaskan jenggutannya itu.

"Sakit? Lebih sakit mana jika pria idaman yang selama ini kita perjuangkan kau rebut begitu saja. Hah!" Dihempaskannya kepala itu hingga tubuh mungil Ellfa terjatuh cukup keras menghasilkan luka lebam di kedua lututnya yang tertutup dengan celana panjang rumah sakit. Belum sembuh dengan luka kemarin, rupanya tidak membuat Samantha puas akan karyanya itu. Sungguh miris, kini hampir semua tubuh Ellfa di penuhi dengan luka lebam.

Ellfa menangis sesegukan merasakan seluruh tubuhnya lemas dan tidak mampu berdiri membalas perbuatan kakak sepupunya itu. Kepalanya mulai terasa pening kembali saat Samantha menjenggutnya tadi. "Apa salah ku kak? Mengapa kau berubah seperti ini?" Air matanya terus mengalir dengan deras seraya menatap Samantha tak percaya.

"Apa salahmu? Bahkan disaat seperti ini saja kau belum mengetahui dimana letak kesalahanmu itu. Sungguh kau egois! Dulu sejak kita kecil, kau selalu saja lebih unggul dari ku! Merebut segala yang ku punya! Boneka, mainan, semua milikku kau rebut! Bahkan ketika aku meminta dibelikan sebuah cup es krim sekalipun, ayah ku tidak mau menurutinya. Hanya satu buah cup es krim, Ellfa! Ingat?!" Matanya yang bengis menatap Ellfa dengan sedikit berair. Masa lalunya sungguh kelam.

Ayahnya yang merupakan bawahan Barack ketika bekerja di perusahaannya itu membuat beliau sangat mengabdi pada Barack. Karena Barack lah satu-satunya orang yang menolongnya ketika dirinya beserta istrinya tengah dilanda masalah. Maka dari itu, ketika Ellfa lahir ke dunia semua kasih sayang yang tadinya mereka curahkan hanya untuk Samantha, putri semata wayangnya menjadi terbagi dua. Samantha yang awalnya memaklumi itu semua, akhirnya merasa dengki akibat ayah dan ibunya sudah tidak memerhatikannya lagi. Bahkan ketika Ellfa beranjak usia kanak-kanak, semua mulai terasa begitu menyesakkan. Apa pun yang menjadi miliknya selalu direbut olehnya. Ayah dan ibunya pun, malah memarahinya ketika dirinya tidak mau memberi apa yang Ellfa mau. Mereka selalu berucap, "Beri saja, kalau bukan karena dia kita tidak dapat membeli semua mainan itu, Sam. Dan itu artinya semua mainanmu adalah miliknya."

Sebenarnya mereka hanyalah ingin balas budi kepada Barack karena telah menolongnya melalui Ellfa. Namun mereka sendiri tidak sadar, bahwa sikap balas budinya itu malah menimbulkan rasa dengki yang terus memupuk di hati putri kecilnya. Hingga semuanya berakhir. Sebuah kecelakaan terjadi, dimana pesawat yang mereka tumpangi terjatuh dan menewaskan ayah dan ibu Samantha.

Samantha yang saat itu masih berusia delapan tahun pun akhinya menangis sejadinya-jadinya. Yang dia inginkan adalah ayah dan ibunya hidup kembali. Samantha tidak perduli jika ayah dan ibunya lebih menyayangi Ellfa, yang terpenting Samantha ingin mereka berdua hadir lagi dalam dekapannya.

"Sudah Samantha, ikhlaskan mereka. Biarkan mereka tenang di alam sana." Barack mendekap Samantha menenangkan gadis kecil itu agar mengikhlaskan kepergian orangtuanya.

"Hiksss... Ayah... ibu.." Matanya terus menghasilkan air mata yang sangat deras.

"Mulai saat ini, kau adalah anak om. Dan Ellfa adalah adikmu." Barack mengucapkan itu, karena dirinya merasa iba pada gadis kecil itu. Di usianya yang masih sangat kecil dirinya harus meratapi nasib karena harus hidup seorang diri tanpa sanak dan saudara.

Hari demi hari telah dilaluinya dan menerima kehidupannya. Barack benar-benar menganggap dirinya sebagai anak kandungnya sendiri. Bahkan Sesiana istrinya pun menyayanginya sepenuh hati seperti dia menyayangi Ellfa. Samantha merasa beruntung karena ada orang sebaik mereka. Rasa dengki yang awalnya timbul karena kehadiran Ellfa akhirnya musnah begitu saja.

Ya, walaupun rasa dengki itu telah hilang. Namun seiring dengan berjalannya waktu, rasa yang awalnya telah musnah seakan timbul kembali pada orang yang dibencinya ketika dirinya masih kecil karena selalu merebut apa yang dia punya. Dan kini perempuan itu merebut Elmarc yang dimana pria itu adalah pria idamannya sejak SMA. Dalam diri Samantha sudah berniat ketika dirinya menamatkan jenjang kuliahnya di Colombia, dia akan balik ke NewYork untuk menyatakan perasaannya itu pada Elmarc.

Harapan tinggal harapan ketika dirinya mengetahui Ellfa telah resmi menjadi kekasih Elmarc. Gadis kecil itu memang tidak berubah, selalu merebut apa keinginannya. Termasuk Elmarc. Dasar benalu. Mulai saat ini Samantha berjanji akan menyingkirkan Ellfa agar tidak lagi merebut apa yang akan menjadi milikinya.

"Kau salah paham kak... Paman Marcus begitu karena ingin balas budi pada ku. Kau salah mengartikan semua sikap orangtuamu itu." Ujarnya memberi pengertian ucapan Samantha yang menurutnya semakin tak karuan.

Samantha menghampiri Ellfa dan kembali menjenggutnya dengan kencang agar gadis kecil itu terbangun. Sontak rasa sakit di kepalanya itu kian bertambah. Ellfa menatap Samantha tajam, dirinya harus bisa melawan Samantha walau raganya sudah tidak cukup memungkinkan. "Apa kau tidak pernah berpikir, mengapa mereka bisa bersikap itu padaku? Kau hanya terlalu menatap dari sudut pandangmu! Kau bahkan tidak tahu bukan? Jika ibu mu sempat masuk rumah sakit karena penyakit ginjal yang dideritanya? Dan kau tahu? Ayah ku lah yang membantu memberikan dananya agar ibu mu dapat segera menjalankan operasi dan cepat sembuh." Entah keberanian darimana dia dapat berbicara selantang itu. Dirinya ingin Samantha mengetahui semua kebenarannya.

Wajah Samantha kian menggelap saat mendapatkan penjelasan dari Ellfa. Samantha memang belum mengetahui, mengapa orangtuanya begitu perduli pada Ellfa dan mengabaikan anak kandungnya sendiri demi anak orang lain yang bahkan bukan siapa-siapa. "Aku tidak butuh penjelasanmu." Samantha mendorong tubuh Ellfa yang lemas ke tembok kusam gudang kumuh tersebut. Alhasil darah itu kembali mengalir dikepalanya dengan perban yang sebelumnya sudah terlepas begitu saja.

"Kau pantas mati!" Samantha tertawa senang melihat Ellfa yang kini sudah tidak sadarkan diri akibat darah yang mengalir cukup deras dikepalanya dengan luka lebam disekujur tubuhnya. "Rasakan! Kau pantas mati! Hahahaha..." Tawanya kian semakin kencang digudang kumuh itu melihat Ellfa yang nampaknya akan kehabisan darah.

Samantha mangambil darah Ellfa dengan jemarinya, dihisapnya darah itu bak makanan yang sangat lezat baginya. Slurrrpp!!! "Darahmu sangat manis. Hahaha..." Samantha seperti sudah kehilangan akal sehatnya saat ini. Dirinya sungguh tidak seperti orang-orang pada umumnya. Tatapan matanya beralih pada wajah Ellfa yang sudah pucat itu dengan senang. Ini adalah hal yang diinginkannya sejak dulu. Dimana Ellfa mati di tangannya sendiri.

"Hahahaha..."

Apakah dia gila?!

TAMAT.

What do you think about that?!

Senin, 18 Maret 2019.

Exitium Mendax [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang