Chapter Twenty Two.

40.5K 1.4K 16
                                    

Brak.

Pintu utama itu terbuka dengan sangat keras menampakan sekumpulan orang berbaju hitam dengan senapan api digenggamannya. Tubuhnya yang tegap serta pandangan matanya yang tajam seolah akan membunuhnya. Samantha meneguk air liurnya dengan kasar. Rasa takut yang Ellfa alami seolah telah berpindah pada dirinya. "Apa yang kalian lakukan?" Dia bangkit dan berjalan mundur menjauhi sekumpulan orang-orang berbaju hitam itu.

Satu diantara mereka memberi isyarat kepada salah satu temannya untuk segera membawa Ellfa dari tempat itu agar dapat ditangani secara medis. Dan orang yang diperintahkan itu akhirnya berusaha membopong Ellfa yang sudah tidak sadarkan diri disertai darah yang terus mengalir dikepalanya, tanpa perduli darah itu mengotori bajunya.

Sementara Ellfa yang sudah dibawa keluar dari tempat ini untuk mendapatkan pertolongan yang layak, Samantha justru harus menelan kenyataan pahit dari apa yang telah dilakukannya. Dia tidak tahu harus melakukan apa untuk meloloskan diri dari sini. Pasalnya sekumpulan orang itu mengepungnya hingga dirinya tidak dapat mencari celah untuk berlari. Tangannya gemetar hebat saat pria berbaju hitam itu mendekatkan senapan apinya dikepala Samantha seakan ingin menebasnya. "Ku mohon lepaskan aku," Matanya yang semula bengis kini beruraian air mata. Dirinya sungguh takut saat ini.

"Ini adalah buah dari bibit yang kau tanamkan Samantha." Suara lantang itu berasal arah pintu utama. Seorang pria yang baru saja datang dengan santainya berujar seoah-olah Samantha adalah santapan yang pas. Terlihat sangat jelas dimatanya memendam amarah yang tak bisa dibendungkan lagi. Seakan dia tidak terima atas perbuatan buruk perempuan itu.

Dia berjalan mendekati Samantha yang terdiam mematung dan membelah orang-orang yang mengepungnya. Senapan api yang mulanya melikari kepala Samantha akhirnya diturunkan karena pimpinan mereka akan melakukan sesuatu pada perempuan itu. Sedangkan Samantha menatap pria itu dengan tatapan tak percaya. Dirinya sangat terkejut akan pria yang baru saja ada dihadapannya ini. Pria yang ditaksirnya sejak remaja kini tumbuh menjadi pria yang sangat menakutkan. "Marc..." Lirihnya dengan pelan setelahnya bibir itu terkatup rapat karena tatapan tajam pria itu.

Elmarc tersenyum miring kearah Samantha. Dirinya meremehkan kemampuan Samantha yang ternyata hanyalah seujung buku jemarinya. Sangat prihatin. Perempuan yang dianggapnya sahabat kini berubah menjadi musuhnya. Akibat dirinya telah mengibarkan bendera perang padanya karena telah membuat orang yang dicintainya lemah tak berdaya. Mengingat itu lengannya yang kekar membentuk kepalan seolah akan meninju apa yang ada dihadapannya. "Kau telah bermain-main padaku Samantha! Kau telah membuat orang yang aku cintai kini tengah berjuang antara hidup dan mati." Wajahnya yang tampan kini berubah menjadi monster yang sangat menakutkan. Bibirnya menggeram seakan ingin menghancurkan sesuatu.

Pria itu berjalan mendekati Samantha yang terus memundurkan tubuhnya karena perasaan takut yang kian menyelimutinya. Matanya mengiba pada Elmarc yang berusaha ingin menggapai tubuhnya. Namun sebisa mungkin dirinya menentang apa yang baru saja Elmarc ucapkan itu. "Gadis benalu itu pantas mendapatkan itu semua!" Pancarannya kini berubah menjadi bengis kembali kala mendapatkan tatapan maut dari pria itu.

"Sialan! Kau lah yang sebenarnya benalu dalam kehidupanku dan juga Ellfa!" Elmarc tak kuasa menahan amarahnya lagi kala Samantha berucap melecehkan orang yang dicintainya itu. Matanya memberi isyarat pada salah satu anggota agensi mafianya untuk memberi satu pelajaran berharga pada perempuan iblis itu.

Samantha terkejut saat ada eorang diantaranya menarik dirinya ke tengah ruangan disertai tali yang kini sudah menggantung lengan putihnya. Nampak jelas sekali jika perempuan itu merasakan kesakitan yang luar biasa saat tali tersebut dengan kuat mengikatnya. Ditambah dengan dirinya yang menggantung karena lilitan tali yang menggantung diatas pelapon yang sudah tua ditengah ruangan itu. Samantha menatap Elmarc tak percaya. "Lepaskan. Ini sungguh menyakitkan." Air matanya keluar begitu saja saat ikatannya mulai terasa semakin menyakitkan.

"Kau bahkan tidak menghiraukan saat wanitaku tengah meminta melepaskan ikatan tali dari tubuhnya. Jadi rasakanlah apa yang sudah kau perbuat." Elmarc memandang remeh Samantha yang tengah berusaha membuka tali yang menggantung dirinya. Dia senang melihat orang yang telah membuat kekasihnya terluka itu merasakan sakit seperti yang dirasakan oleh kekasihnya.

Samantha menjerit seakan meminta bantuan orang-orang yang berada didekatnya untuk melepaskan ikatannya itu. Dia menangis tersedu-sedu saat tali itu malah melukai lengan putihnya. "Ku mohon lepaskan aku. Mengapa kau melakukan ini padaku? Bukankah kita sahabat? Dulu disaat kau dibully pun aku yang berusaha menyelamatkan mu." Air matanya mengalir sangat deras mengingat apa yang telah terjadi oleh keduanya.

"Jangan bodoh Samantha! Aku bahkan tidak meminta bantuan mu untuk menolong ku disaat aku di bully! Kau sendirilah yang secara suka rela menolongku!" Tuturnya tak terima akan pembelaan Samantha yang tak masuk akal itu.

"Seharusnya kau sadar, jika aku melakukan semua itu karena aku mencintaimu! Tapi apa yang ku dapat? Semua sia-sia! Kau memang pria tak tahu diri Marc!" Tatapannya semakin menyiratkan amarah yang terpendam karena sejak tadi Elmarc terus saja memojokan dirinya seolah-olah dirinyalah yang salah.

PLAK.

Tamparan itu berbunyi sangat nyaring menyesakkan telinga dan membekas dipipi kiri Samantha. "Kau wanita jalang yang seharusnya ku musnahkan sejak dulu! Sialan!" Matanya menyiratkan kebencian yang mendalam.

"Kau memang telah terhasut oleh gadis benalu itu. Bahkan kau tidak mengingat semua kebaikanku padamu, Marc!" Dirinya semakin dengki pada sepupunya itu. Semakin terus dia pendam malah semakin memuncak rasa dengkinya. Perempuan itu selalu saja membuatnya tersingkir dari orang-orang yang dicintainya.

Apakah Samantha tidak menyadari jika semua yang terjadi selama ini adalah salahnya sendiri? Dirinya hanyalah memandang dari satu kacamata saja, tanpa mau mencoba melihat dengan kacamata lain. Sebenarnya dirinyalah yang patut disalahkan. Karena dia egois tidak mau memandang semua yang terjadi dari berbagai sudut. Dan karena itulah dia menganggap kalau dirinya hanyalah korban yang patut di kasihani.

"Mengapa semua orang memandang Ellfa adalah segalanya? Apa kalian tidak pernah berfikir bagaimana perasaanku disaat semua orang malah mengacuhkanku dan seolah-olah aku ini tidak ada?" Suaranya kian semakin menyesakkan.

"Bahkan orangtuaku sendiri pun lebih mengutamakan gadis itu daripada aku anak kandung mereka sendiri! Dunia sungguh tidak adil! Menghadirkan Ellfa ditengah-tengah kehidupanku! Maka dari itu aku menciptakan keadilan itu sendiri. Yaitu dengan membuat dia tidak ada di dunia ini lagi!" Ucapan itu membuat emosi Elmarc kian meledak-ledak. Diambilnya satu buah pecutan dari salah seorang anggotanya itu lalu di pecutkan pada tubuh Samantha yang lemah.

"Arggghhh..." Bagaikan orang mati. Dirinya sudah tidak mampu lagi menatap dunia. Matanya yang bengkak tertutup rapat menahan perih. "Hentikan ku mohon..." Suaranya lirih tak terdengar. Dirinya kini mengharapkan belas kasihan Elmarc yang memandangnya marah seolah tak puas menghukumnya.

Tuhan...

Apakah ini akhir dari hidupnya?

To be Continue...

Jangan baper-baper dong ah. Yang nanyain Elmarc, udah di munculin tuh yak wkwkwk... Dan spesial minggu ini aku up 2x. Kemaren sama sekarang. Karena aku mau HIATUS sampe aku selesai UTS. Bye... Jangan kangen sama anak-anakku ini ya^^...

Minggu, 24 Maret 2019.

Exitium Mendax [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang