Chapter Twelve.

78.1K 2.3K 5
                                    

Semua orang sudah tertidur lelap karena lelah seharian beraktivitas dengan kesibukan yang ditekuninya masing-masing. Karena memang hari sudah semakin larut membuat siapa saja terkantuk hingga akhirnya tertidur. Namun berbeda pada Ellfa dan Elmarc yang masih terjaga dengan mata yang masih sangat segar walau tubuhnya begitu lelah dengan peluh membasahi tubuhnya. Tak menghiraukan jika hari sudah semakin larut menjelang pagi.

"Sudah Marc. Aku sudah sangat lelah." Dengan matanya yang sayu menatap Elmarc tengah menghujami dengan berbagai kecupan di tiap wajahnya. Elmarc begitu semangat dengan aktivitas yang tengah ia lakukan saat ini. Setelah menunggunya bertahun-tahun akhirnya ia merasakan apa yang ia inginkan sejak dulu. Dan Elamarc takkan membiarkan Ellfa lolos begitu saja.

"Sudah sangat lama aku mengagumimu, Ellfa. Dan aku takkan membiarkan kau pergi begitu saja dalam hidupku. Kau milikku!" Elmarc semakin cepat menggoyangkan pinggulnya dengan penuh antusias. Ellfa mendesah begitu nikmat dengan meremas bantal yang ia pakai sebagai tumpuan kepalanya. Sungguh ini adalah percintaan yang begitu panas selama mereka bercinta.

"Ahh... Marc aku... saa..saammpai.." lenguh Ellfa dengan meliukan badan sexy nan menggodanya membuat payudaranya terbusung keatas. Sontak membuat Elmarc merasa senang dengan posisi Ellfa itu. Sungguh gadisnya ini sangat menggoda sekali, Pikirnya.

"Keluarkan sayang. Keluarlah untukku." Elmarc pun semakin memasukan miliknya kedelam milik Ellfa yang begitu sempit walau ini bukan yang pertama kalinya bagi mereka namun milik Ellfa semakin hari semakin nikmat untuk dijamah, Elmarc mendorongnya hingga kejantananya sampai terantuk didinding rahim Ellfa. Tak butuh waktu lama keduanyapun terkulai lemas akibat percintaan panas ini. Dan jangan berpikir kalau ini adalah akhir dari percintaan mereka. Karena mereka melakukannya berulang-ulang hingga larut menyambut keduanya.

***

Alfiana kini tengah memeriksa kondisi pasien yang tengah terbaring lemah di brangkar kamar sebuah rumah sakit ternama di-Canada. Wanita ini tengah menjalankan tugasnya sebagai dokter untuk menyembuhkan pasien. Matanya terpejam lalu menghembuskan napasnya secara perlahan. Dirinya tidak tau lagi harus berbuat apa demi kesembuhan pasiennya ini. Ini adalah penyakit mematikan yang sangat sulit sekali disembuhkan. Dirinya berharap jika Tuhan masih memberinya umur yang panjang kepada pasiennya ini.

"Seharusnya kau sudah sadar sejak satu jam yang lalu tuan. Tapi mengapa kau masih saja menutup mata? Sadarlah sayang..." Matanya terbuka lalu menatap pasiennya dengan sayu dan tatapan prihatin. Tuhan... Izinkanlah aku untuk bisa bersatu dengannya dikemudian hari, batinnya berbicara.

Tanpa disadari, sebenarnya pasien itu sudah tersadar dalam tidur panjangnya. Namun tak tahu mengapa ia malah ingin mengerjai dokter cantik yang sedang menatapnya dengan penuh harap kepadanya itu. Dadanya berdesir hebat tak kala melihat dokter cantik itu terlihat sedih melihat keadaannya.

Alfiana meneteskan air matanya. Apa yang harus ia lakukan saat ini? Sudah berbagai cara ia lakukan untuk kesembuhan pasien kesayangannya itu. Namun penyakit itu malah memperparah keadaannya. Ya! Beliau adalah Barack Domanic. Duda tampan yang ia cintai sejak pertama kali bertemu. Tepat pada saat itu, entah mengapa hatinya menghangat ketika melihat senyum manis yang terukir diwajah tampan miliknya.

"Jangan menangis nona." Tangannya yang kekar menyentuh lembut permukaan wajah dokter cantik itu. Diusapnya perlahan untuk menghapus air matanya. Perlakuan itu sontak membuat Alfiana terkejut dengan matanya yang membulat melihat Barack tersadar dari tidur panjangnya.

"Kau sudah sadar?" Alfiana segera menghapus jejak air mata yang hinggap di wajahnya. Tangan mungilnya memegang erat lengan kekar Barack seolah menyiratkan bahwa ia sangat takut kehilangannya. Sungguh! Bila itu terjadi ia tidak akan sanggup melihatnya.

Barack tersenyum lembut kearahnya. "Sudah sejak satu jam yang lalu."

"Kau menipuku tuan!" Alfiana menatap geram dengan nada merajuk.

Barack terkekeh melihat tingkah menggemaskan itu. Dirinya tidak paham mengapa dirinya terpesona dengan dokter cantik yang sudah merawatnya selama di rumah sakit ini. Bahkan Barack seolah telah melupakan sosok istrinya yang telah tiada akibat ulah tak manusiawi sang mafia brengsek nan bengis itu.

"Kau saja yang tidak sadar nona. Bahkan aku telah menggerakkan lenganku saat kau tengah memeriksaku." Seraya memegang lengan mungil milik dokter cantiknya itu. Ya! Barack sadar jika Dokter Alfiana adalah miliknya. Sampai kapan pun itu. Barack berjanji akan membuat gadisnya itu bahagia ketika mereka telah bersama. Tentunya ketika dirinya telah terbebas dari penyekit sialan yang sedang menggerogoti tubuh kekarnya.

"Maaf tuan. Aku tidak begitu memperhatikannya karena aku hanya fokus pada kesehatanmu."

"Terima kasih, kau telah merawatku sampai sejauh ini."

Alfiana tersenyum menatap Barack. "Dengan senang hati tuan."

***

Ellfa berjalan menuruni tangga rumahnya. Langkah kakinya kian mendekati dapur yang berada tepat dibawah tangga untuk sekedar mengambil minum. Haus yang melanda ditubuhnya begitu menyakitkan. Entahlah, mengapa bisa seperti itu. Setiap dirinya selesai bercinta dengan Elmarc dirinya selalu seperti ini. Diteguknya air mineral itu dengan terburu-buru seperti orang yang baru saja pergi berladang di kebun.

Ruang dapur yang begitu gelap tanpa ada penerangan yang berarti, membuat Ellfa buru-buru menegak air itu karena takut akan kegelapan. Akibatnya ia pun tersedak akibat meminumnya dengan terburu-buru. Dan saat itu juga dirinya melihat sesuatu hal yang mengganjal disana. Sesosok bayangan hitam melintas di jendela rumahnya. Ellfa tak tahu bayangan apa itu. Dirinya merasa jika tidak ada orang yang terbangun saat tengah malam seperti ini. Elmarc? Sungguh tidak mungkin. Karena pria itu baru saja terlelap akibat percintaan yang mereka lakukan.

Lalu siapa dia?

Pikiran negatif kian menghinggap dipikirannya. Dirinya sangat takut jika ada orang yang berniat jahat kepada dirinya. Well, walaupun Elmarc adalah seorang ketua dari Mafia. Dia adalah sosok yang baik untuk Ellfa. Dan Ellfa percaya akan itu.

Brakkkk...

Pintu rumahnya terbuka begitu saja dengan sangat keras. Sontak membuat Ellfa terkejut akan hal itu. Kini perasaannya kalut akan sesuatu yang membahayakan dirinya. Elmarc, pikirannya langsung tertuju pada lelaki itu untuk membantunya dari suasana menyeramkan ini.

"Siapa disana?" Teriaknya lalu berjalan mendekati pintu utama rumahnya itu dengan kaki gemetar.

Setelah sampai di depan pintu itu, betapa terkejutnya ia melihat kotak yang penuh darah terpampang jelas di depannya. Disana terdapat foto sang ibu yang tengah tersenyum yang kemudian di bubuhi oleh darah kental manusia. Ellfa beranjak mendekati kotak itu lalu mengambilnya.

"Apa ini? Siapa yang mengirimnya?" Gumam Ellfa seraya melihat foto didalam kotak itu. Ellfa membaliknya lalu hal yang membuatnya tak percaya tertulis jelas dibalik foto tersebut.

'ELMARC ADALAH PEMBUNUH!'

"Tidak mungkin Elmarc membunuh ibuku. Aku percaya padanya jika dirinya adalah sosok pelindung bagiku." Ellfa mengedarkan pandangannya ke arah pagar rumahnya. Disana terdapat manusia bertopeng mengerikan tengah melihat kearahnya. Namun tak lama kemudian ia pun pergi.

"Hei! Siapa kau?! Jelaskan!" Teriak Ellfa seraya mengejar pria bertopeng itu.

Ellfa melihat didalam kotak tersebut terdapat surat yang sudah sangat lusuh sekali. Ia mengambilnya lalu membaca surat tersebut.

"Tidak mungkin!"

To Be Continue...

Selasa, 30 Oktober 2018.

Exitium Mendax [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang