Chapter Seventeen.

50.1K 1.7K 34
                                    

Suara gurauan kini tengah menghiasi mobil mewah milik Elmarc. Sering kali mereka membahas hal yang tidak penting dan dijadikan lelucon hanya untuk menghidupkan suasana hening yang terjadi selama beberapa menit lalu. Dua sejoli yang tengah dimabuk asmara ini begitu sibuk dengan candaannya sehingga mereka tidak menyadari bahwa Samantha tengah menatap mereka dengan tatapan yang sulit diartikan. Tak bisa dipungkiri jika Samantha memang masih mempunyai rasa terhadap Elmarc sahabatnya semasa SMA.

"Kau tau apa yang aku rasakan saat ini?" Elmarc menatap sebentar perempuan yang duduk disampingnya saat dirinya mengemudi. Lengan kirinya memegang dan meremas lengan mungil milik Ellfa dengan lembut. Betapa beruntungnya pria brengsek sepertinya, mendapat perempuan yang memiliki hati selembut sutra seperti Ellfa.

Ellfa menatap kekasihnya yang tampan itu dengan dengan penuh tanda tanya. Menyiratkan bahwa dirinya tidak tahu apa yang sedang prianya itu rasakan saat ini. "Katakanlah Marc,"

"Aku sangat bahagia sayang, memiliki calon istri seperti dirimu. Kau tahu? Hanya kau yang berhasil mencairkan hatiku yang telah lama beku ini. Entah apa yang telah kau lakukan sehingga hanya kaulah perempuan yang pantas mendampingiku sampai akhir hayatku nanti." Ujar Elmarc dengan tulus. Elmarc bersumpah akan menjaga wanitanya itu dengan sepenuh hati. Dan jika ada yang berani mencelakai miliknya itu, Elmarc tidak akan segan-segan membuat mereka terbujur kaku lalu terkubur didalam tanah.

Decitan mobil terdengar lumayan sangat kencang ditepi jalan yang sepi dan jarang dilalui oleh kebanyakan orang. Elmarc sengaja menepikan mobilnya dipinggir jalan agar bisa menatap Ellfa sepuasnya. Lengannya yang kekar mengelus pipi gembul nan mulus milik kekasihnya itu. Keduanya tersenyum dengan penuh bahagia yang terpancar dari matanya. Tak perduli jika ada orang selain mereka yang hinggap satu mobil dengannya.

CUP!

Bibir mereka menyatu dengan sempurna. Seperti biasa Elmarc yang memimpin ciuman panas itu. Bibirnya menyapu seluruh permukaan bibir mungil nan gairah milik Ellfa. Bibir yang selalu membuatnya candu. Ellfa gadis pujaannya yang telah lama ia dambakan. Oh betapa bahagianya...

"Sialan! Mereka berciuman dihadapanku! Kau sungguh keterlaluan Marc. Aku melindungimu dari segala macam bullyan hanya untuk mendapatkan perhatian darimu! Namun apa yang kau lakukan?! Kau dengan teganya bercumbu dengan gadis ingusan yang sialannya adalah sepupuku. Oh Tuhan..." Batin Samantha menggeram saat melihat langsung adegan panas yang ada didepannya saat ini. Sepupu yang sangat dekat dengan dirinya telah merebut pria yang selama ini ia taksir. Dan Samantha tidak akan membiarkan itu terjadi! Lengannya membuat kepalan yang siap untuk memukul apa saja yang ada didepannya. Hatinya telah terbakar oleh panasnya api cemburu.

"Apakah masih lama? Joe sudah menghubungiku untuk segera datang karena pesta akan dimulai sebentar lagi." Samantha berucap seakan tidak terjadi apa-apa. Dirinya harus mencari perhatian Elmarc terlebih dahulu, dan menghempaskan Ellfa dengan perlahan. Otak liciknya seakan tengah menyusun rencana untuk menghancurkan hubungan keduanya.

Mendengar suara Samantha membuat keduanya sontak melepaskan pagutannya. Seakan lupa kalau mereka akan mendatangi teman Samantha semasa SMA, yang tak lain adalah musuh terbesar Elmarc. Entah apa yang membuatnya turut mengundang Elmarc datang ke pestanya. Namun sudahlah... Elmarc tak perlu memusingkan hal itu, karena menurutnya Joe mengundangnya lantaran ingin meminta maaf padanya karena perilakunya dulu terhadap dirinya saat semasa sekolah.

"Maafkan kami, Samantha. Dan sampaikan maafku, pada Joe kalau kita akan datang terlambat." Setelah berujar Elmarc menekan pedal gasnya dengan kecepatan sedang menuju pesta Joe. Dirinya tidak mau terburu-buru membawanya karena akan membahayakan nyawa mereka.

Setelah ciuman panas tadi yang diciptakan oleh dirinya dan Elmarc, membuat Ellfa kaku dan salah tingkah. Dirinya malu karena kejadian tadi disaksikan langsung oleh kakak sepupunya. Oh... Rasanya ia ingin sekali pergi sejauh-jauhnya untuk menghilangkan rasa malunya itu yang berakibat pipinya kian merah merona.

Exitium Mendax [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang