Pindah demi kita ya Mi.
___________________________________Gadis yang mencintai langit malam, menyukai bulan, senang menatap bintang bintang. Menikmati dalam alunan lagu yang dinyanyikan oleh para jangkrik dan binatang malam.
"Udah tidur belum Nami? Ada Rangga, Reza sama Lara tu di luar." Lamunannya buyar ketika mendengar Mel--ibunya--memanggilnya dari luar kamar. Senyum Nami semakin melebar, mendengar nama yang membuatnya senang sejak tadi. Dan kejutan yang telah ia punya.
"Iya ma, bentar." Ucapnya sembari berlari menuju pintu kamarnya. Ia membuka dengan tergesa dan kembali berlari menuju lantai bawah.
"Eh.."
"Ma-maaf Ma, aku kebawah duluan hehe." Masih dengan kaki yang berlari di atas tangga ia sangat bersemangat menemui empat sahabtanya. Dev, diam diam menghanyutkan para gadis alay. Reza, paling famous diantara mereka bereempat. Dan Lara, palin gaje diantara mereka beempat."Yaudah, mama ke dapur nyiapin makanan ya Mi." Mamanya sedikit berteriak memberitahukan kepada Nami yang nyaris sudah tiba di ruang keluarga--tempat empat sahabatnya menunggu.
"IYA MA. ANTER KE RUANG MUSIK AJA" Balas Nami juga dengan teriakan.
"Anak jaman sekarang, ketemu sahabat kaya ketemu presiden. Ckck." Ucap mama Nami pelan sambil menuruni anak tangga menuju dapur.
***
"Lama banget lu mi, lu tau kan menunggu itu ga enak." Nami baru saja menginjakan kakinya di ruang keluarga rumahnya sendiri, dan langsung menerima keluhan dari Lara--yang hobinya emang gitu.
"Lebay lo, baru juga lima menit." Ucap Reza. Nami terkekeh. Melihat wajah cemberut dari Lara, yang memasang tampang seolah ia telah menunggu lima abad.
"Tau lu, langsung ke ruang musik yu Mi."
"Hayuu" Rangga menggenggam tangan Nami menuju lantai dua--teman ruang musik rumah Namk berada."Ceileh, pake pegang-pegang lu kira mau jebrang?!" Ucap Reza menyindir. Lara berdecak, sebal melihat Nami dan Rangga yang telah lebih dulu berjalan menuju ruang musik.
"Bilang aja lu cemburu kan ya?" Sindir Lara.
"Enak aja lu! Yg di sini panas kan elo! Gue cuma mau nambah nambahin."
"Cicak lu!"
"Gue humen! Lagian, yg jomblo di sini kan cuma elo kupu-kupu" balas Reza meremehkan Lara.
"Kayak lo gak jomblo aja!" Lara tergelak menatap wajah panas Reza.
"Gue udah punya ya!" Ucap Reza tak ingin di rendahkan.
"Siapa? Ayo siapa? Bilang ke gue?!" Lara menatap manik hezel eyes milik Reza, menantang manik mata tegas tersebut.
"Si--si-"
"Glagapan kan lo? HAHHAH"
"Woi lu bedua! Ga naik?" Rangga berteriak dari lantai dua, menyoraki dua manusia yang jika berdebat hingga kucing melahirkan anak capung pun mereka tidak akan selesai.***
Ruang musik itu memiliki alat-alat musik yang lumayan banyak. Ada piano, dua buah gitar, dram dan satu buah mikrofon.
Disini, yang bertugas menjadi pianis adalah Lara, gadis anggun yang bermain dengan sepenuh hati, gadis yang menganggap piano adalah segalanya bagi dirinya.
Kalau, gitarisnya Reza. Lelaki cool yang terkenal dengan sikap dinginnya. Tapi, jika bersama sahabatnya ia yang terkesan sangat cerewet. Dan ia juga sangat mencintai yang namanya gitar, separoh dari jiwanya adalah gitar.
Dramer adalah Rangga. Ice boy, bad boy, cool boy and smart boy. Dia punya semua, anak orang kaya, tapi broken home. Dia anggep dram kaya orang tuanya sendiri. Dia cinta banget sama yang namanya dram. Alat musik yang bisa bikin dia lupa, kalau masa lalunya sarat akan kepedihan.
Dan volalisnya tentu Nami. Gadis tinggi yang nyaris selalu kuncir kuda, memiliki suara yang lembut dan indas, seperti suara Raisa. Tidak jauh beda. Dan lirik lagu, membuatnya lepas, menyanyi membuatnya bahagia, lupa dengan yang sedang ia derita.
"Kita latihan buat manggung di Cafe Flora. Kita udah sering tampil bawain lagu orang lain. Lagu para artis. Sekarang kita bakal tampil beda. Tampi dengan lagu ciptaan kita sendiri." Rangga mulai bicara. Membahas hal penting yang akan mereka lakukan--alasan mengapa mereka berkumpul saat ini.
"Lagu kita? Kapan kita ngebuatnya ogeb quuuu" ucap Reza sambil memainkan gitarnya.
"Aku yang buat" timpal Nami. Sembari melihatkan sebuah buku berisi lirik dan not lagu yang ia buat
"Kapan?" Tanya Lara.
"Kemaren"
"Kerenn gilaaa. Lo bisa ngebuat lagu Mi? Best lu emang!!!!!!" Reza berteriak histeris, bangga dengan sahabat kecil pendiamnya ini.
"Hehe dikit."
"Ini kejutan banget buat kita Mi" timpal Lara tak kalah terkejut sambil mengambil alih buku yang Nami perlihatkan."Pindah demi kita Mi" Rangga berkata tiba-tiba, membuat seketika atmosfer di ruang musik menjadi berat.
"Maaf, a-ak..."
"Apa yang bikin lo ga bisa?"
"A-aku..."
"Lu sepupu terbaik gue, please! Pindah demi kita Mi" kini, Rangga sudah seperti memohon, agar sepupu terbaiknya pindah ke Jakarta, berharap ia tak akan pergi-pergi lagi.
"I want, but.."
"Ga ada kata tapi demi persahabatan." Ucap Lara.
"Dan ga ada alasan, untuk ninggalin mimpi demi persahabatan. Disatu sisi aku punya mimpi besar, disisi lain aku juga pengen dekat kalian. Dan lagi ada kata tapi, mimpi ku hanya memiliki kesempatan satu kali. Tapi kalian, aku bisa balik ke Jakarta kapan aja. Kalian harus ngerti mimpi sama kelemahan parah yang aku punya" Nami berkata lembut, tapi tak menatap sahabatnya, ia menunduk, takut menantang mata teduh para sahabatnya"Huhhh, oke kita bakal happy happy aja. Semoga lo bisa milih kita:)" Ucap Lara. Sembari memeluk Nami dari samping.
"Eh! Lara, tadi kita berantem kan?" Merasa atmosfer terasa sangat berat Reza mencoba mengalihkan pembicaraan yang mungkin akan menyakiti salah satu pihak."Capek gue" keluh Lara.
"Latihan aja yuk" sambungnya.
"Oke"
"HUUU GA SABAR GUE PENGEN MANGGUNGGGG LAGIIIIII"
__________________________________

KAMU SEDANG MEMBACA
Nami✔
Teen FictionInti cerita ini adalah tentang Nami. Tentang perjalanan menemukan jati diri. Tentang melody menemukan impian hati. Nami si gadis baik hati, egois, labil, dan penyayang. Bersama sahabatnya akan menyajikan sebuah pertunjukan hebat yang diciptakan seme...