(21) : Telfon Itu "B"

89 18 0
                                    

Tak ada yang salah dengan takdir semesta.

________

Telfon Itu
Part 2
________

Deg.

Jantung Nami berpacu cepat. Keringat dingin mulai memandikan tubuhnya.

"Ee-emang ada apa Thom?" Tanya Nami terbata.

"Janji dulu lo gak bakal nangis!" Tegas Thomas sekali lagi.

Nami mengangguk ragu yang tentu tidak dilihat oleh orang yang diseberang sana.

"Oke." UcapNami setelah itu.

"Jadi, kemarin Lara udah mau ngomong sama kita kita. Dia nanyain lu, nanyain semua orang yang dia kenal, dan dia alhamdulillah udah bisa ceria lagi. Udah kembali jadi kaya kupu kupu yang kita kenal. Tapi, sorenya kondisi dia malah down ga tau kenapa. Dia sadar tapi kaya ga sadar gitu eh gimana sih, intinya dia ngedown.

"Kita semua panik. Ini Lara kenapa? Terus dia di cek sama dokter. Semua keluarganya, temen temen, termasuk keluarga sahabat sahabatnya dan papa lu, ngumpul malamnya di rumah sakit. Kami nungguin kabar dari dokter yang masih ngecek Lara di dalam.

"Pas dokter keluar. Raut wajahnya kaya lesu gitu. Gue langsung takut. Terutama Reza. Dia kaya takut banget gitu. Untung ada Rangga yang menenangin dia dan nyabarin dia. Kayanya si Reza suka deh ama Lara. Eh. Nah habis itu dengan berlinang air mata, mama Lara nanya ke dokter.

Flasback on.

"Gimana keadaan anak saya dok?" Tanya mama Lara pada dokter yang baru saja keluar dari ruangan Lara.

Suasana cemas kentara di lorong rumah sakit itu. Semua orang menatap dokter penuh harap.

"Kami minta maaf.." saat dokter mengatakan itu Mama Lara langsung teriak histeris. Semua orang berlinang air mata memikirkan keadaan paling buruk yang mungkin terjadi. Walau jelas mereka tak ingin ada kabar buruk.

"Maksud anda apa dok?! Ngomong yang jelas!!! Jangan minta maaf!!! Keadaan anak saya gimana?!!!" Mama Lara teriak kalap. Semua orang menyuruhnya untuk sabar. Papa Lara memeluk bahu mama Lara erat.

"Sabar sayang, dengerin dokter dulu," ucap Papa Lara.

"Maaf kan kami. Keadaan anak ibuk tidak baik baik saja. Ia mengalami koma karna mengalami cedera pada matanya yang memarah. Kami tidak tau sampai kapan. Tapi kami akan melakukan yang terbaik."

Mama Lara makin histeris tak terkendalikan hingga ia pingsan. Semua orang disana merasa sesak dan terluka atas keadaan Lara yang memburuk.

Terlebih Reza yang tampak sangat kacau mengetahui hal itu.

Setelah mengatakan itu. Dokter mengajak papa Lara agar berbicara di ruangannya.

Papa lara mengangguk dan menyerahkan mama Lara kepada eyang dan membawa mama Lara pulang. Mama Lara butuh istirahat.

Suasana tegang masih terasa di koridor itu. Beberapa orang memutuskan pulang dan mengistirahatkan dirinya. Tinggalah di sini, Thomas, Reza, Rangga, dan papa Nami.

"Hm. Nak papa pulang dulu ya. Tolong siapapun kasih kabar ke Nami ya, karna sayq gak sanggup buat ceritain semuanya. Takut Nami nangis. Saya paling ga bisa denger Nami nangis." Ucap papa Nami.

Mereka bertiga mengangguk. Papa Nami berlalu pergi menyisakan mereka bertiga disini.

"Gue pengen ke bar." Setelah beberapa menit di temani senyap. Akhirnya Reza berbicara yang membuat mata semua orang terbuka lebar.

"LO NGOMONG APA HAH?!" Thomas berujar berang.

"Gue butuh penenang."

"Gak gitu caranya ban**at! Lara butuh lo! Dan lo malah pengen ke club?! Cuihh teman macam apa lo?" Thomas makin berang.

"Terua gue harus apa ha?!HARUS APA GUE?! GUE GAADA GUNANYA! UDAH BIKIN LARA MENDERITA!"

"LU BISA NOLONG LARA DENGAN NEMENIN DIA!"

"TAPI GUE GA SANGGUP!"

"TERUS LO LEBIH SANGGUP NINGGALIN LARA GITU?!"

Reza terdiam. Rangga yang dari tadi cuma mengamati akhirnya berbicara.

"Udahlah. Lara sedih kalau kalian kaya gini."

Semuanya kembali terdiam.

Thomas mengatur napasnya juga Reza yang masih menunduk.

"Siapa yang bakal ngabarin Nami?" Tanya Rangga.

"Lo aja." Kata Thomas.

"Batrei gue abis." Jawab Rangga.

"Hp gue ketinggalan di rumah." Lanjut Reza.

Thomas meraih sesuatu dikantung celananya. Batreinya juga habis.

"Besok aja kabari Naminya." Putus Rangga. Akhirnya mereka mengangguk dan melihat papa Lara yang keluar dari ruangan dokter dengan menekuk wajah.

Flasback off.

Tanpa Nami sadari. Ia melanggar janjinya pada Thomas. Ia meneteskan air matanya. Namun dengan sekuat tenaga ia tak mengeluarkan isakan.

"Terus kenapa gak ngasih kabar?" Kata Nami akhirnya menyela cerita Thomas.

Thomas mengembuskan napas kasar.

"Lo nangis mi." Ucap Thomas lirih.

Nami segera menghapus air matanya.

"Eh."

"Kami dapat kabar yang lebih bikin kami semua takut mi." Ucap Thomas.

Deg.

Kembali tubuh Nami bergetar terkejut.

Apa masih ada kabar yang lebih menyakitkan dari Lara yang koma dan Reza yang frusrasi?

***

Terimakasih sudah membaca.
Kritikdan saran sangat dibutuhkan.
Tinggalkan jejak ya.

Oiya! Part 3 dari "Telfon Itu" bakal lanjut beberapa hari lagi.

Tungguin ya.

Nami✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang