(25) : Berpamitan

80 16 0
                                        

Kalau typo kasih tau ya!

______

Karna yang terbaik tak akan meninggalkan. Karna yang terbaik akan mengenggam semua kekurangan dan menerimanya.

***

Sudah berapa lama ia terlelap? Entahlah mungkin baru beberapa hari. Dua mungkin? Atau tiga?

Ia memang belum sepenuhnya sadar. Saat ia berhasil menggerakan jarinya tadi, saat dokter datang, ia tak bisa melakukan apa apa lagi. Dokter bilang ia belum sepenuhnya sadar.

Dokter salah!

Lara sadar.

Lara merasakan segalanya.

Lara mendengarakan segalanya.

Lara melihat segalanya.

Nami datang setelah dokter tadi keluar.

Ia tersenyum pada Lara. Ingin rasanya Lara membalas senyum itu. Namun bibirnya terlalu kaku.

"Makasih udah sadar. Aku percaya kamu bakal baik baik aja. Aku percaya kamu bakal sembuh! Kamu kuat! Aku sekarang bakal balik ke Padang. Tolong jangan buat aku cemas lagi yaa. Sakit tau. Hihi. Aku tau kamu bisa denger aku. Jangan lama lama bobonya. Kamu harus sekolah!"

"Kamu harus manggung demi coklatpink yang lebih jaya lagi!"

"Aku pamit ya."

Nami mengelus pipi Lara lembut dan melambaikan tangan.

Nami keluar dari ruangan dengan hati yang senang. Setidaknya Laranya tak kesakitan.

***

"Mel, Nami mana?" Saat oma selesai membuat sarapan dan melihat meja makan tanpa cucu kesayangannya ia tampak bingung.

"Nami ke Jakarta ma. Ia udah izin sama oma katanya, mungkin karna oma tidur Nami gak ngasi tau Oma." Kata mama Mel sambil mengunyah sala buatan oma.

"Astagfirullah, sendirian?" Raut wajah Oma tampak terkejut dan cemas.

"Iya ma. Gak apa apa. Dia kan sudah dewasa."

"Tapi tetap saja." Omanya mencemaskan Nami.

Oma makan sedikit pagi ini.

Berkali kali ia menghubungi Nami namun handphone Nami mati.

Sampai akhirnya ia menelpon papa Nami dan mengatakan Nami baik baik saja. Oma baru sedikit lega hati.

"Ma, hari ini kontrol ke dokter. Sekarang atau agak sorean aja?" Mama Nami menanyakan pada Oma dengan lembut. Mengingatkan bahwa Oma harus cek ke dokter.

"Sorean aja." Ujar Oma.

Sebenarnya dari malam Oma sudah tak enak badan. Tapi apalah daya ia tak ingin membuat orang orang khawatir.

Hari ini kakinya sakit sekali.

Ia akhirnya memilih berbaring dan terlelap.

***

"Nami pergi ya pa. Papa cepat pulang!" Nami mengecup tangan ayahnya.

"Iya sayang. Hati hati ya. Ini hadiah dari Papa untuk teman teman kamu yang udah hibur kamu disana."

Nami tersenyum dan memeluk ayahnya. Ayahnya ini memang ayah terbaik yang ada di dunia!

Pelukan mereka baru terlepas setelah mendengar pemberitahuan bahwa pesawat Nami akan segera berangkat.

Ia melambaikan tangan pada Papanya dan dibalas dengan lambaian dan senyuman dari ayahnya.

Saat Nami hilang diujung belokan.

Ayah Nami mendapat sebuah telfon.

Telfon yang membuat permintaan Nami agar ayahnya cepat cepat pulang langsung terkabul.

***

Makasih udah membacaaa!
Ini khusus karna udah ku gantung kalian sekian lama! Akhirnya aku bayar dengan up dua chapter!

Jangan lupa tinggalkan jejak!
Kritik dan saran sangat dibutuhkan!
Thanks:*

Follow ig @amandaanamii

Nami✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang