Sasi keluar dari ruang siar dengan langkah malas. Di tengah memutar lagu tadi, Hania memberitahunya jika direktur Media Cahaya Hati yang baru sudah datang. Semua kru radio dan majalah daring sudah menyambut sang direktur di lobi. Tanpa keluar dari ruang siar sekalipun, Sasi sebetulnya masih bisa melihat sosok lelaki itu karena ruang siar berada di lantai satu. Sasi bisa dengan mudah melihat siapa sosok pimpinan baru karena bagian kanan dan kiri ruangan berukuran 3 x 3 meter itu merupakan dinding kaca tembus pandang.
Sasi bergabung di sebelah Hania. Dia tadi sempat diberitahu jika direktur MCH yang baru masih muda. Teman baiknya itu juga mengatakan jika lelaki itu masih berstatus single. Sasi tidak peduli. Saat ini inginnya dia merebahkan tubuhnya sejenak. Semalam dia harus begadang karena menyelesaikan tas rajut pesanan customer-nya. Padahal gadis itu ada jadwal siaran dari jam 6 hingga 9 pagi.
Sasi reflek menutup dengan punggung tangan saat kuapan yang panjang keluar begitu saja dari mulutnya. Bersamaan dengan itu, suara berat seseorang mengucap salam, muncul dari pintu kaca yang terbuka lebar. Sasi menoleh. Mata bening itu seketika melebar. Kelopaknya mengerjap tiga kali. Rasa kantuk yang meraja secepat kilat melenyap begitu saja.
Sasi buru-buru membuang pandangan. Dia masih belum memercayai dengan apa yang baru saja dilihatnya ini. Dia tidak menyangka, takdir akan mempertemukan kembali dengan lelaki menyebalkan itu. Bahkan, lelaki itu menjadi bosnya di tempatnya bekerja!
Hania menepuk pelan pundak Sasi. "Aku nggak nyangka direktur kita yang baru ternyata kayak Oppa-oppa Korea. Wajahnya agak mirip sama salah satu artis Korea. Aku lupa namanya siapa. Tapi kayaknya nggak terlalu terkenal," bisik Hania seraya menutup mulutnya dengan telapak tangan.
Sasi hanya mengerling sekilas. Bukan hanya dia yang bilang mirip, Hania pun sependapat dengannya. Tapi, Sasi tidak memedulikan soal itu. Dia tidak bisa membayangkan jika lelaki macam Arsal menjadi seorang pimpinan. Mungkin dia akan bersikap semena-mena dengan para bawahannya.
Sasi mendesis lirih. Dia membuang pikiran buruk itu jauh-jauh. Tidak semestinya kekesalannya pada lelaki itu malah mengundang prasangka. Sepertinya dia harus menghilangkan rasa kesal yang seakan menggelung itu demi ketenangan batinnya. Anggap saja Sasi tidak pernah bertemu dengan lelaki itu sebelumnya. Ya, lebih baik begitu. Lupakan yang sudah berlalu. Lupakan!
Setelah menyalami seluruh kru pria, Arsal membalikkan badannya menghadap kru wanita yang berada di sisi kiri. Manik hitam kecokelatan itu secara tak sengaja langsung tertuju pada gadis berjilbab warna salem motif bunga kamelia yang berdiri paling ujung di bagian kiri. Arsal terpaku. Pucuk kerudung gadis—yang enggan menatapnya—itu tidak lagi miring. Tatanannya rapi, tidak seperti saat bertemu dengannya beberapa waktu lalu.
Arsal segera mengalihkan pandangan ketika menyadari sesuatu. Kenapa harus sampai terpaku seperti itu? Tidak ada yang berubah dari gadis itu selain kerudungnya yang tidak lagi miring. Wajahnya masih biasa saja. Tidak ada yang istimewa.
Arsal menyunggingkan senyum ke arah kru wanita yang berjajar rapi di sebelah kiri seraya menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada. Matanya yang sipit semakin menyipit karena senyuman yang lebar itu.
***
Hania mengeratkan genggaman tangannya pada pegangan tangga. Keringat sebiji jagung menetes dari balik pelipisnya. Napas wanita itu naik turun. Jantungnya berdegub keras. Sepasang tungkai berukuran pendek itu seakan seperti dibebani batu seberat sepuluh kilogram. Hanya tinggal lima anak tangga lagi yang harus dia naiki. Namun, rasanya dia sudah tak mampu lagi.
"Aku nggak nyangka ada Oppa Korea yang jahatnya kayak suami di sinetron azab. Baru datang saja langsung nyuruh kita meeting. Mana lift juga lagi mati gini," gerutu Hania masih berusaha mengatur napasnya. "Direktur kita yang dulu nggak gini amat. Biar wajahnya kayak di sinetron tukang bubur yang episodenya sampai ribuan itu, aku lebih suka punya direktur kayak dia ketimbang Oppa Korea tapi sikapnya kayak suami di sinetron azab."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in the Call Box (Completed)
RandomAyudia Sasikirana tidak menduga jika seseorang yang pernah menolak dijodohkan dengannya justru menjadi direktur di Media Cahaya Hati (MCH), tempatnya bekerja. Lelaki itu bernama Arsal Aldiano Mahendra, pria menyebalkan yang tidak punya perasaan kare...