Tujuh

75.3K 8.5K 311
                                    

Sasi bergegas membuka pintu saat taksi yang ditumpanginya berhenti tepat di depan pintu Instalasi Gawat Darurat (IGD). Sasi cepat-cepat memutari mobil untuk membuka pintu penumpang di sebelah kiri. Sopir taksi berusaha membantu Sasi untuk memapah seseorang yang duduk di dalamnya. Tubuh sesosok wanita paruh baya berhijab instan gelap ini lumayan berisi-meski tidak terlihat gemuk. Sasi mungkin akan kesulitan jika harus memapahnya sendiri.

"Biar saya yang gendong ibunya saja, Neng."

Kondisi Pratiwi, ibu Sasi, memang tidak memungkinkan untuk dipapah dipapah karena-sepertinya-sebelah kakinya juga terkulai lemah. Beberapa saat yang lalu, Sasi terkesiap ketika mendapati ibunya kesulitan berbicara sembari memegang kepalanya yang terasa nyeri. Gadis itu semakin cemas saat mengetahui tangan kiri ibunya tidak bisa digerakkan lagi. Tanpa pikir panjang, dia langsung menelepon taksi untuk membawa sang ibu ke rumah sakit. Dengan kondisi Pratiwi yang seperti itu, Sasi tidak mungkin menggunakan motor ke rumah sakit.

Dari arah IGD, seorang perawat dibantu satpam mendorong brankar keluar. Pratiwi segera dibaringkan di atas brankar. Sasi berlari kecil mengikuti ke mana ibunya dibawa.

Lelaki berjas snelli lengan pendek yang berdiri di sebelah meja berukuran panjang sontak terkejut saat dia melihat seseorang yang dikenalnya memasuki IGD dengan langkah tergesa di belakang brankar. "Sasi?"

Sasi menoleh. Gadis itu juga tampak sedikit terkejut. Dia sebenarnya sudah tahu jika Satya juga praktik di rumah sakit ini. Namun, dia tidak menyangka akan bertemu dengan lelaki itu di IGD.

Pandangan Satya beralih pada sosok yang terbaring di atas brankar. Tampak raut keterkejutan dari wajah lelaki itu setelah melihat tangan kiri Pratiwi seperti lumpuh, sementara tangan kanannya memegang kepala. Wajah wanita paruh baya itu juga terlihat mencong ke kiri.

Satya langsung menginstruksikan kepada dokter dan para perawat untuk segera melakukan pertolongan. Satya beralih menatap Sasi dengan mimik khawatir. Air wajah gadis itu begitu cemas. Lidahnya mungkin terasa kelu karena dia tidak bisa mengatakan apa pun. "Kamu tenang saja, ya. Berdoa sama Allah. Semoga beliau baik-baik saja," kata Satya berusaha menenangkan.

Lelaki jangkung itu berjalan tergopoh menuju brankar Pratiwi.

"Segera pasangkan nasal kanul ke pasien, Sus!" Satya memberi instruksi kepada perawat setelah memeriksa jalan napas pasien.

Satya secepatnya memasang kateter intravena ke pembuluh vena pasien. Lelaki itu tersentak saat pasien tiba-tiba muntah ketika perawat hendak memasangkan nasal kanul ke hidungnya. Satya sudah mulai menebak apa yang terjadi dengan ibu Sasi.

"Tekanan darah pasien 260/130 mmHG, Dok," beritahu perawat lain sesaat setelah memeriksa tekanan darah Pratiwi.

Satya terenyak. Dia semakin yakin dengan dugaannya.

"Ada kemungkinan pasien terserang stroke hemoragik, Dok," ungkap Satya pada rekan dokter lain yang ikut mendampinginya setelah memberikan obat antihipertensi melalui syringe pump. "Kita harus segera melakukan CT scan untuk memastikannya."

Dokter berambut cepak itu mengangguk paham. Penanganan stroke memang sangat tergantung pada jenis strokenya. Hasil CT scan nanti akan memperjelas apakah terjadi penyumbatan pembuluh darah di otak (stroke iskemik) atau pendarahan akibat pecahnya pembuluh darah otak (stroke hemoragik).

Satya beralih ke perawat di sebelahnya. "Suster, tolong telepon dokter Herianto untuk segera ke IGD!" pinta Satya cepat. Dokter Herianto adalah dokter spesialis saraf di rumah sakit tempat Satya bekerja.

Meski belum dilakukan CT scan, Satya semakin yakin dengan diagnosisnya. Dia menduga, Pratiwi terserang stroke hemoragik. Stroke ini terjadi ketika pembuluh darah yang ada di otak pecah sehingga darah tumpah ke jaringan sekitarnya. Darah yang bocor akan menumpuk dan menghambat jaringan lainnya. Satya mensinyalir, tekanan darah Pratiwi yang tidak terkontrol menjadi pemicu serangan stroke ini.

Love in the Call Box (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang