Extra Part 1

132K 6.5K 449
                                    

Lama nggak ketemu sama pasangan ini, kan? Nah, sekarang mereka muncul lagi. Voments-nya Man Teman. Tengkyu. 😘😘😘

***

Bulir air bening itu lagi-lagi menyembul dari pelupuk mata. Hidungnya sudah basah. Berkali-kali perempuan itu menyusut air mata yang berleleran di kedua pipi. Telunjuknya lantas bergerak mengusap hidung yang memerah.

Dari belakang, seseorang tiba-tiba mengecup pelipisnya pelan. "Suaminya pulang malah nggak disambut," gerutu Arsal saat mendapati istrinya masih duduk di sofa, alih-alih menyambutnya di depan pintu. Arsal baru saja dari restorannya. Seminggu ditinggal bulan madu di Korea membuat lelaki itu harus menyambangi restoran miliknya meskipun hanya satu jam. Mereka baru saja pulang kemarin malam. Rencananya, mereka baru ke kantor MCH esok hari.

Sasi hanya meringis. Dia memang tahu Arsal sudah balik lagi ke apartemen karena suara saat suaminya menekan password terdengar dari dalam. Diusapnya lagi ingus encer yang membasahi hidungnya dengan telunjuk.

Melihat air muka istrinya, Arsal sontak terenyak. "Kamu ... nangis, Yang?" Arsal bergegas memutari sofa abu-abu berukuran panjang, lalu duduk di sebelah Sasi.

Lelaki itu membingkai wajah oval istrinya. "Kenapa?" tanya Arsal seraya menghapus air mata dari kedua pipi Sasi. Raut wajah lelaki itu menyiratkan kekhawatiran.

Sasi menunjuk sesuatu yang dipegangnya. "Karena baca ini," jawabnya dengan suara sedikit sengau.

Arsal melirik buku yang ada di pangkuan Sasi. Lelaki itu mengambil buku berwarna krem dengan cover kertas yang tersobek lalu di belakang muncul dua tangkai bunga mawar. Dia membolak-balik buku itu, lalu mengernyit heran. "Memang apa isinya? Aku tebak ceritanya ini pasti menye-menye kayak sinetron yang ditonton Hania."

Sasi berdecak. Direbutnya buku itu dari tangan Arsal. "Sok tahu. Novel ini tuh beda sama novel-novel lainnya. Momen sedihnya dapet banget, Mas. Apalagi pas pertemuan tokoh utama pria sama anak-anaknya di Surabaya."

Arsal mendengus pelan. Tidak dipungkiri jika istrinya itu berhubungan dekat dengan Hania. Meski Sasi bukan perempuan baperan, lama-lama mungkin dia jadi sedikit ketularan dengan Hania yang penuh drama. Membayangkan itu dia spontan meringis sendiri.

"Jangan baca novel itu lagi, Yang! Aku nggak mau kamu nangis lagi karena baca novel itu." Arsal berusaha mengambil buku itu dari tangan istrinya. Namun, Sasi malah mendekapnya erat.

"Ini tuh novel yang Mas Arsal kasihin buat aku," tolak Sasi galak.

Alis tebal Arsal bertaut. "Kapan aku beliin novel itu buat kamu?"

Sasi mendesis pelan. "Jadi, Mas Arsal kasih aku mahar satu lemari buku itu nggak tahu isinya apa saja?" selidik Sasi kesal.

Arsal menggaruk rambut tebalnya yang tidak gatal. "Itu yang milihin Mama semua. Aku cuman beliin buku yang kamu minta itu. Selebihnya Mama yang pilihin sendiri."

Arsal hanya tersenyum tawar saat Sasi sudah melayangkan tatapan tajam seakan ingin mencengkeram mukanya. Pasti istrinya itu begitu kesal dengannya karena buku-buku yang dibelinya sebagai mahar ternyata-hampir-semua dipilih ibunya. Dia tidak tahu buku apa yang disukai Sasi. Rasanya tidak salah bila dia menyerahkan semua pada ibunya. Toh, buku-buku itu dibeli menggunakan uangnya sendiri. Pun Arsal jelas paham, kenyataan ini mungkin akan membuat dirinya terlihat seperti laki-laki yang kurang serius menikahi perempuan yang dicintainya.

"Tapi, tetap saja aku nggak suka kalau kamu baca buku seperti itu, Yang. Aku saja nggak pernah bikin kamu nangis." Suara Arsal melembut.
Sasi tak mengacuhkan suaminya. Dia memilih melanjutkan bab tujuh belas setelah merampungkan bab sebelumnya yang begitu menyesakkan.

Love in the Call Box (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang