[23] Tersakiti (lagi)

259 13 3
                                    

Dengan semangat membara, Audrey menelusuri lorong apartemen David, sekadar untuk berangkat ke kantor bersama.

"Dav—"

Baru saja ingin menekan bel, David sudah keluar dari dalam dengan koper kecil di tangannya. Melihat itu semua, pikiran Audrey semakin bertanya-tanya. Mau kemana David?

"Ada apa, Drey?"

"Ke kantor bareng yuk! Mobil gue rusak, jadi naik angkutan umum bareng yuk, gua ga ad—"

"Gabisa Drey, gua harus balik sebentar, nanti gue ke London lagi, ada urusan penting." David berucap sembari mengunci kamar apartemennya dan berlenggang pergi begitu saja meninggalkan adiknya.

"Kemana? Kan kata Ayah, lu disuruh di sini dulu sama gue," Audrey berusaha menyamai langkah jenjang milik David yang kelihatannya buru-buru.

"Ada yang lebih penting dari itu, Drey."

"Terus di atas ada Adam ga? Dia masih tidur gak ya?" Tanya Audrey dengan mimik wajah memelas. "Dari tadi gue telponin gak diangkat, terus gue chat cuma ceklis satu doang. Kemana sih dia?"

David menghentikan langkahnya di depan taksi yang sudah berhenti. "Ngapain masih nyariin dia? Kan Adam udah mau tunangan. Lu gak tau berita itu?"

Audrey terdiam saat kata-kata itu terngiang jelas di telinganya. Sekujur tubuhnya terpaku saat mendengar kalimat itu. Ternyata benar apa yang ia pikirkan semalam, dan semuanya benar-benar terjadi begitu cepat dan begitu tepat disertai rasa sakit yang begitu terasa teramat sangat.

"Yaudah, jaga diri lu baik-baik. Gua gak lama kok perginya, nanti gue ke London lagi. Jangan sedih apalagi galau, Tuhan pasti ngasih yang jauh lebih baik, adikku yang inikan otot kawat tulang besi, jadi jangan nangis ya sayang."

Audrey masih memaku di tempat yang sama tanpa pindah satu centi pun. Ia melihat kepergian David tanpa berucap apa-apa. Yang sekarang ia rasakan adalah sesak. Baru kemarin Adam bilang ingin cari calon istri, tapi sekarang ia sudah ingin tunangan. Jadi selama ini, ia hanya bertingkah dengan kasih sayang yang palsu? Padahal ia sudah memiliki calon.

Lo hebat, Dam. Orang kayak lo wajib masuk kelas drama. Akting lo keren banget!

Pantas saja semalam sambungan telepon dari Audrey sama sekali tidak ada yang diangkat. Dan whatsapp nya hanya ceklis satu. Mungkin sekarang ponsel Adam sudah diambil alih oleh calon nya itu.

Audrey berjalan menuju London Overground. Angkutan berupa kereta di atas tanah itu akan mengantarkan dirinya ke kantor. Mengingat mobilnya ia tinggal di pinggir jalan dan terpaksa ia harus terduduk di dalam kereta modern ini ditemani kesepian yang semakin menjadi dan ditemani rasa kehilangan yang begitu pekat rasanya.

Lagi dan lagi, entah untuk yang ke berapa kali, Audrey masih memikirkan hal itu. Ia sama sekali tidak kapok jika memikirkan hal yang sama. Padahal ujung-ujungnya ia akan tau, dan sudah pasti, hatinya akan tersakiti. Lagi.

Ini Audrey, bodoh karena cinta.

➿➿➿

"Pagi Fay! Kok mukanya lecek gitu sih? Kayak baju belom digosok." Sosor Cika saat bertemu di lobby kantor.

"Iya, gosokannya ilang."

"Lu kenapa? Ada masalah? Sini coba cerita dulu sama gue, siapa tau ngebantu."

Audrey memimpin langkah Cika untuk duduk di dalam ruangannya dan bercerita di sana. Audrey membanting dirinya di atas sofa seirama dengan telapak tangan yang mengusap wajahnya.

"Adam, Cik."

"Adam kenapa?"

"Katanya dia mau tunangan..."

Adam dan Audrey 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang