/PANTAI/

10 1 0
                                    

Liburan semester datang lagi. Harusnya aku menghabiskan empat belas hari liburanku dengan bangun tidur - makan - nonton film di laptop - tidur siang - makan - nonton film lagi - dan tidur, terus begitu hingga tanggal 24 tiba dan segala kesibukkan jurnalistik datang menyerang, diikuti kembang api tahun baru yang akan menyadarkanku bahwa realita mulai menyapa kembali.

Namun hari ini, di hari ketiga liburan, Alena terus terusan menghubungiku sampai aku muak dan memutuskan untuk menerima panggilan tersebut. "Aku sudah bilang aku gak akan ikut."

"Whoa, kalau kamu marah sama Lian, ya ke dia aja kali marahnya, jangan nyebar ke aku." protes Alena yang kemudian berdeham dua kali agar dapat mengucapkan "Please, Da? Kapan lagi kita bisa jalan jalan ke pantai kalau bukan hari ini?" dengan suara yang sengaja dilembut lembutkan.

"Stop it or i'll kill you karena itu menjijikan. And by the way, jawabanku tetap enggak!"

"Kenapa sih?! Karena di sana ntar ada Lian? Ya udah tutup mata aja kalo ada dia, pura pura gak kenal, ribet amat." omel Alena. Well, ada dua hal yang paling kuhindari saat ini: pertama Lian, kedua omelan Alena yang bisa bertahan hingga berjam jam lamanya kalau aku tidak mengalah dan mengalihkan pembicaraan ke topik lain, namun sepertinya akan sulit mengalihkan topik pantai kali ini karena segala hal yang ada dalam pikiran Alena sekarang adalah pantai, pantai, dan pantai.

"Lah malah diem. Kenapa, Da?"

"Umm....aku belum bayar uang transport?" Harusnya kalimat barusan adalah pembelaan terbaikku untuk menyudahi upaya Alena membujukku ikut serta dalam acara perpisahan kelas yang harusnya diadakan Juli kemarin, namun aku justru memasukan banyak sekali keraguan di dalamnya hingga terdengar seperti alasan.

"Kan aku sudah bilang, aku bayarin transport kamu minggu lalu. Just in case kamu berubah pikiran dan akhirnya jadi ikut."

Aku terdiam setelah Alena menyelesaikan kalimat, bukan karena tidak tahu akan menjawab apa, namun karena benar benar kehabisan kata. "Oke, sekarang kamu buruan siap siap. Setengah jam lagi aku jemput ya."

---

Alena masuk lebih dulu ke dalam bis. Aku masih tidak yakin akan ikut dalam perjalanan ini atau kembali ke rumah dan menepati daftar kegiatan yang kubuat sebelum liburan datang. Aku sama sekali tidak memiliki keinginan untuk masuk dalam bis dan bersenang senang di pantai nantinya, terlebih ketika melihat Lian datang dan menyapa teman teman barunya sebelum naik ke dalam bus, rasanya aku ingin cepat cepat pergi dari halaman rumah Vania sekarang juga.

"Eh ayok, Fir. Bentar lagi kita berangkat." tegur Diandra yang entah karena apa terlihat lebih ceria pagi ini.

Aku mengikuti Diandra masuk dalam bis ukuran sedang yang disewa Vania dengan kumpulan uang kami— atau mereka (anak anak kelas), karena aku tidak benar benar membayar.

Alena berada di deret ketiga dari belakang, duduk dekat jendela dalam baris yang sama dengan Lian— yang entah karena apa memilih untuk duduk bersama Diandra saat itu— well, aku tidak bisa menahan untuk tidak bertanya tanya dalam hati apa yang sedang terjadi antar keduanya, jadi aku terus mencuri tatapan ke arah mereka lebih sering daripada melihat jalan di tengah himpitan kursi penumpang.

"Kamu sengaja ya?" ucapku pada Alena sedetik setelah duduk di sebelahnya dengan memangku denim backpack milikku.

"What?" Aku menggerakan kepala sedikit ke kiri agar terlihat seperti sedang menunjuk ke arah Lian dan Diandra di sebrang kami. "No! Aku gak tau kalo Lian duduk di sana, with Diandra."

"Kalau kamu sengaja, kita musuhan!" Alena memasukkan paksa keripik kentang bumbu BBQ dalam mulutku; memaksaku untuk berhenti bicara dan menikmati perjalanan menuju Pantai Lamaru yang berada di ujung kota.

LEFT UNSAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang