/KEJUTAN/

9 0 0
                                    

Lian :
Beb ntar malem jadi?

Me :
Bab beb bab beb. Lah suka suka dirimu, kan dikau dan sang kakak yg punya acara.

Lian :
Okay, kamu sama Mas Iki ya yang beli kue. Aku ada bisnis.

Aku menghela nafas setelah membaca balasan dari Lian yang menyuruhku untuk pergi berdua lagi dengan Mas Iki. Bukannya tak suka, tapi Mas Iki terlalu keren untukku, maksudku, ia lebih pantas disandingkan dengan perempuan bertubuh ramping berambut hitam panjang yang gemas mengenakan blouse corak kekinian daripada mengasuh teman adiknya yang bertubuh gempal dan terlihat seperti kutu buku.

"Finally!! Da, cepetan, aku lapar!" teriak Alena yang kurasa sudah menungguku di anak tangga terakhir sejak belasan menit lalu. Aku memaksa untuk tersenyum sebelum mengekorinya ke kantin.

Sabtu pukul 9 memang menjadi waktu paling ramai di kantin. Beberapa orang mengisi perut sebelum melanjutkan kegiatan ekstrakulikuler, sebagian lainnya hanya ingin duduk dan menikmati minuman rasa sembari membunuh waktu, sisanya hanya mengobrol dan berbagi gosip yang dikumpulkan seminggu belakangan. Untuk aku dan Alena, waktu itu adalah saat dimana kami akan melakukan ketiga kegiatan yang telah kusebutkan sebelumnya; makan, duduk duduk santai, dan nge-gosip.

"Susu ultra aja good?" ucap Alena sedetik setelah meletakkan tas punggungnya di atas meja putih. Aku mengangguk sembari menempati kursi di hadapannya. "Tumben gak nawarin mie ayam."

"Aku lagi diet. Kamu temenin aku diet." balas Alena yang memaksaku untuk mengeluarkan tampang 'serius nih?'

Alena mengerucutkan bibirnya, lantas berdecak dan mengucapkan "Jangan diolokin, ah! Aku serius ini soalnya Prama bilang aku gendutan."

"Yaelah, gak usah didengerin. Cowok mah sukanya ngejatohin kita. Gendut ato kurus kamu tetep cantik kok, Al" Well, that's true. Alena terlahir dengan baby face dan kulit putih bersih yang diimpikan semua wanita. Wajahnya mulus tanpa noda jerawat maupun pori pori yang terbuka lebar. Kekurangannya cuma satu, jidatnya sedikit lebar hingga harus ia tutupi dengan poni. Dan karena peraturan wajib memakai jilbab di sekolah, beban hidup Alena yang satu itu dapat dengan mudah teratasi tanpa harus mengutak atik poni sedemikian rupa.

Alena menggeleng. "Sekarang banyak banget cewek cewek kurus yang doyan godain pacar orang. Lucky you karena you pintar jadi bisa menutupi 'kelebihan berat badan' you. Lah kalau aku bego plus lemot, trus gendut, siapa yang mau?" jelas Alena panjang lebar.

Alih alih menanggapi kalimat Alena dengan argumentasi lainnya, aku justru tertawa sembari mengibaskan tangan "Sono dah buruan beli minum, daripada ngelantur kemana mana omonganmu."

"Right."

Seorang perempuan berlari menuju kumpulan perempuan lainnya yang berada tak jauh dari kami. Ia membeberkan sebuah informasi terbaru yang membuat kaget hampir seluruh penghuni meja tersebut. Perempuan dengan jilbab cokelat dari brand hijab terkenal itu melontarkannya sedikit keras hingga aku— dan Alena yang belum sempat berdiri dari kursinya— mendengar apa yang sedang mereka bicarakan.

"Apapun yang mau kamu lakuin, jangan." tegur Alena ketika mendapati ekspresiku yang berubah dalam hitungan detik.

Jika harus dijabarkan lewat kata, perasaanku detik itu adalah marah. Sangat marah, i mean bagaimana bisa ia dengan lancarnya melakukan itu? tanpa beban seakan semuanya akan baik baik saja?

"Orang tertolol sepanjang sejarah!" umpatku cukup keras sebelum berdiri dan berniat menuju lokasi kejadian. Alena mengikuti sambil sesekali meraih tanganku untuk sekadar menghentikan langkahku ataupun membuyarkan niatanku yang entah apa itu dalam pikirannya.

LEFT UNSAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang