/JAHE HANGAT/

5 2 0
                                    

Hujan mulai turun di perjalanan menuju rumahku. Rintik rintiknya kian membesar dan semakin banyak beberapa detik setelahnya. "Pantas aja Bang Kumis make terpal, gak biasanya, ternyata mau hujan." ucap Lian di tengah derasnya hujan.

"Buruan deh!" balasku yang memilih untuk mendekatkan diri pada tubuh Lian ketika ia mulai menjalankan kendaraan roda duanya dengan kecepatan tinggi. Kami berdua sama sama tidak ingin berteduh karena jarak menuju rumahku yang tinggal sedikit lagi.

Aku turun dari motor Lian dan kemudian berlari ke area teras rumah; langsung merogoh tas untuk mencari kunci rumah. Satu menit, dua menit, tiga menit berlalu dan aku mulai yakin bahwa aku tidak membawa kunci rumah.

Lian yang sejak tadi belum pergi dan berhujan ria memutuskan untuk mendekatiku dan bertanya "Kenapa?"

"Aku lupa bawa kunci rumah, kayaknya ketinggalan di meja kamar. Bodoh banget aku! Mami sama Bapak lagi ada acara reunian pula." ucapku dengan berteriak agar tidak kalah nyaring dengan suara hujan.

"Ke rumah aku aja dulu, yuk." Lian melepas jaketnya yang sudah basah, kemudian memberikannya padaku. "Eh?"

"Gak guna juga sih sebenernya karena basah, tapi....pake aja lah! Aku gak bawa jas hujan soalnya" ucap Lian. Aku terdiam cukup lama hingga membuat Lian harus menyampirkan paksa jaket miliknya di tubuhku dan menarikku menuju motornya.

Kami bermandikan hujan untuk sepuluh menit berikutnya. Lian fokus mengendarai motor ditengah terpaan air hujan dalam kecepatan tinggi, sedangkan aku tetap diam di belakangnya dengan masih mengutuki diri karena lupa membawa kunci rumah sementara Mami sudah mewanti wantiku untuk tidak lupa membawa benda kecil tersebut sore tadi.

Lian berhenti tepat di depan sebuah rumah cat abu merah. Kami turun hampir bersamaan dan berlari menuju pintu. Lian mengetuknya empat kali sebelum seorang perempuan berusia sekitar empat puluh membukakannya.

"Assalamualaikum." ucapku setelah memasuki area ruang tamu milik Lian. Ibu Lian mengunci pintu rumah kembali di belakangku saat Lian berlari menuju ke sebuah ruangan.

"Tante, Firda izin keringin badan di sini, ya. Rumah lagi kosong soalnya." ucapku; tentu saja ditujukan pada Ibu Lian yang mengelus punggungku singkat sebelum mempersilahkanku masuk.

"Minta handuk sama Lian, Ibu buat jahet anget dulu." balasnya lembut.

Lian muncul dari sebuah ruangan dekat meja makan dengan penampilan yang berbeda dari sebelumnya; kaos putih polos dan celana jersey hitam berlogo adidas. "Di kamar mandi udah ada baju ganti seadanya. Buruan ganti baju daripada ntar masuk angin." ucap Lian sembari memberikan sebuah handuk besar berwarna putih kepadaku.

"Itu kamar mandinya." Lian mengarahkan jari telunjuknya pada sebuah ruangan yang sebelumnya ia tempati.

Aku mengunci pintunya dan mendapati kaos putih ukuran cukup besar dengan gambar Mickey Mouse di bagian depan, lalu ada celana kulot motif batik yang dapat kutebak merupakan kepunyaan Ibu Lian.

Aku mengganti pakaian dengan cepat; mengeringkan rambut dengan mengusap usapnya menggunakan handuk. Setelahnya, aku baru memasukkan baju basahku ke dalam plastik yang juga disediakan Lian, lantas melangkah keluar menuju ruang makan tempat Lian dan Ibunya berada.

"Minum jahe angetnya, Fir." tegur Ibu Lian selagi tangannya menuangkan jahe hangat dari dalam teko ke sebuah gelas ukuran kecil, lalu memberikannya padaku tepat saat aku duduk di salah satu kursi yang mengelilingi meja makan.

Aku menyesap minuman penghangat badan itu sedikit demi sedikit; cukup untuk mengusir hawa dingin yang sejak tadi bersarang di tubuhku. "Enak?"

"Maaf ngerepotin ya, Tante."

LEFT UNSAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang