14. Keputusan

24 17 1
                                    

Senang rasanya satu persatu masalah telah usai. Tapi, masih banyak yang harus dilakukan. Aku harus tetap bersama orang yang aku benci untuk beberapa bulan ini.

Selain itu, aku juga harus memberinya semangat. Bagaimana bisa. Aku sendiri belum bisa mengokohkan hatiku. Dan sekarang aku harus bisa mengokohkan hati orang lain. Rasanya susah dan mustahil.

Tapi, sesusah apapun aku pasti bisa melakukannya. Apalagi sekarang aku bersama Zaki yang selalu siap menjadi teman curhat dan siap membelaku kapan saja. Sebenarnya, ada rasa bersalah kepada Zaki karena aku tidak menceritakan hal ini kepadanya.

Aku sudah janji kepada bapak dam ibu guru untuk merahasiakannya. Tapi dalam hatiku, aku juga berjanji untuk menceritakan semuanya kepada Zaki disaat semua masalahnya sudah selesai.
  
Setelah sampai dirumah aku langsung membuka HP dan mengirim pesa kepada Kak Arya.
"Kak sekarang aku udah buat keputusan soal hubungan ini," kataku.

Tidak sampai satu menit, ponselku berdering. Dan itu adalah pesan dari Kak Arya.
"Apa yang sudah kamu putuskan," tanyanya.
"Aku akan selalu bersama kakak. Tapi bukan sebagai kekasih.

Aku hanya bisa bersama Kak Arya sebagai teman. Dan tak lebih dari itu," jawabku.
"Iya aku paham kok. Makasih ya. Udah bisa menerimaku. Aku tahu ini sulit. Sekarang semua masalah ku tentang ini, akan aku ceritakan semua kepada kamu.

Karena hanya kamu yang tahu," katanya. Hatiku belum bisa menerima semuanya. Tapi apa boleh buat. Dan aku hanya membaca pesan darinya tanpa membalas.
  
Sebenarnya aku masih bimbang. Juga takut. Dan cemas. Serta khawatir. Apa ini tidak salah. Menurut hati nuraniku, ini semua salah. Kalau seperti ini, sama saja aku mempermainkan dia.

Aku juga takut jika pada akhirnya, Kak Arya tidak terima dengan semua ini kemudian akan membalas semua perbuatanku. Mungkin juga lebih parah. Tapi aku tidak perduli. Aku hanya ingin segera terbebas dari masalah ini dan dari orang yang telah membuat hidupku hancur yaitu Kak Arya.
  
Ini adalah masalah pertama yang kuhadapi dan masalah ini tergolong masalah yang besar. Membawa nama baik sekolah pula. Bukan masalahku tapi kenapa aku terlibat. Bukan aku yang berbuat tapi kenapa aku yang harus tanggung jawab.

Dan bukan aku yang merusak nama baik sekolah, lalu kenapa aku yang harus memperbaikinya. Serasa aku hanyalah korban. Tapi itu salah. Bukan sekedar korban. Ini semua juga salahku. Coba kalau aku lebih pintar dan bijak dalam mengambil keputusan. Coba kalau aku tidak mengenal orang sembarangan.

Coba kalau aku tidak melihat orang dari luarnya saja. Pasti semua ini tidak akan terjadi. Namun, buat apa disesali. Toh, ini juga sudah terjadi. Dan waktu nggak akan bisa berputar mundur kan??
  
Dan dihari ini aku juga sudah sedikit tenang, karena setidaknya aku sudah mendapat jalan keluar. Meskipun aku masih was was takut salah mengambil keputusan lagi. Tapi aku ingat pesan dari Zaki, beberapa waktu lalu.

"Masalah itu bukan untuk dipikirkan. Tapi untuk diselesaikan. Masalah itu untuk dipecahkan bukan untuj direnungi," begitulah kata Zaki padaku ketika aku sering murung dan ngalamun. Meski terlihat bahwa kata kata itu sudah kuno, tapi itu yang menjadi semangat buatku menjalani hidup.

Terutama menjalani segala masalah ini. Itu sebabnya aku tidak mau kehipangan dia meski hanya untuk sekejap saja.

Buat para readers, masih ditunggu yaa kritik dan sarannya. Bisa komen atau kirim pesan.. Dan buat semuanya, author mengucapkan banyak terimakasih sudah meluangkan membaca cerita saya..😊😊😊

CINTA Daun KELORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang