Bulan Agustus ini adalah bulan menguntungkan untuk anak CABS KUY. Jam pelajaran yang tidak kondusif membuat mereka teriak karena girang, biasanya para murid lelaki pergi ke warung Bu Iis untuk merokok.
Tapi, Adelia Fawnia memilih cabut kelas dan pergi ke café. Dia rindu, rindu suasana café itu dan rindu segala kenangannya yang tersimpan rapi didalam café itu.
"Woi! Gue cabut ya!" teriak Lia kepada teman-temannya.
"Yoi."
"Mau gue anter gak? tanya Jenan.
Lia mendelik sinis, alasan ke café adalah dia, dan dia seenak jidat nanya gitu ke Lia?
Lia menatap wajah Jenan yang tersenyum tanpa dosa. Muak, pikir Lia. "Gak usah," jawab Lia final.
"Halah ampis bener. Godain mantan tuh emang enak, ya?" tanya Haikal.
Jenan tertawa. "Banget, godain gih."
"Siap. Gue godain nanti."
Embun yang melihat kejadian itu langsung berdiri. "Kal! Jangan pernah deketin Selin lagi ya lo. Awas aja."
Haikal yang diberi peringatan langsung panik. "Eh iya, ayang Sesel...."
"Bacot lo, berisik," ucap Selin datar.
"Mampus," ejek Embun, "Li, mau gue anter?"
Tawa Lia terhenti, lalu ia menggeleng menjawab Embun. "Gak usah, gue sendiri aja."
—
Sebuah keburuntungan untuk Adelia. Café sepi, jadi dia bisa menangis sepuas mungkin disini. Dia memilih duduk di kursi paling pojok, tempat dimana semua dimulai dan berakhir, bersama sang kekasih dulu.
"Mbak, pesan apa?" tanya seorang pelayan.
"Brownies chocolate satu, minumnya Moccachino aja."
"Sudah itu saja?"
"Ya."
Dua puluh menit dia melamun, pesanan datang. Aroma moccachino tercium di indera penciuman Lia.
Tes.
Pertahanan yang Lia bangun langsung hancur begitu saja, dia menangis saat otaknya memutar kembali kenangan dirinya bersama Jenan kala itu.
When he was treat Adelia like a princess. But the witch comes and everythings is broken.
•C A B U T•
Juli, 2017.
Senyumnya merekah saat tangannya digenggam oleh lelaki tampan disisinya. Adelia Fawnia tertawa karena guyonan dari lelaki itu, Jenan Alvaro.
Jenan tersenyum. "Lia, gue gak bisa romantis. Tapi, gue emang udah sayang sama lo. Jujur aja semenjak pertemuan kita di café ini, perasaan nyaman itu muncul."
"Gue suka sama lo, bahkan sayang. Apa mungkin cinta? Pokoknya gue mau lo jadi milik gue, Li. Lo mau jadi milik gue?" lanjut Jenan dengan tatapan penuh harap.
Lia terkejut. Dia diam sebentar, lalu selang beberapa menit dia mengangguk dan tersenyum kepada Jenan.
"Iya Nan, gue mau sama lo."
Jenan tersenyum senang. Akhirnya dia tidak menyendiri lagi. Dia mengusap rambut Lia, lalu mengacak rambutnya pelan. Membuat Lia memajukan bibir bawahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cabut | Revisi
Teen FictionKisah para remaja ibu kota yang bersekolah di SMA Pancasila yang punya karakter dan sifat yang berbeda warning! harsh words. ©jaegeur