Perempuan itu membuka matanya ketika merasakan rambutnya diusap pelan.
"Eh? Udah bangun? Mau minum? Bentar gue ambil dulu," ucapnya sembari berdiri.
"Gak usah, disini aja temenin gue," jawab lelaki dengan wajah pucat.
Keduanya kembali sibuk dengan pikirannya masing-masing. Lima menit dalam keheningan membuat lelaki itu tidak nyaman.
"Sorry."
Perempuan yang sibuk memainkan ujung kasur itu mendongak, menatap lelaki yang terbaring lemas.
"Sorry gue gak nurut sama lo."
Perempuan itu tak menjawab. Masih menatap lelaki itu dengan tatapan yang tak terbaca.
"Tapi gue bersyukur gue sakit kayak gini. Gue jadi tau, elo sepeduli ini sama gue. Tandanya elo sayang sama gue."
Perempuan itu mendelik, lalu mencubit pelan tangannya yang tidak di infus.
"Anjir! Sakit Nalucy Amara tukang mara-mara," jerit Saddam.
"Marah-marah bego bukan mara-mara!"
Saddam terkekeh geli melihat wajah kesal Lucy. Dimatanya, Lucy tetap imut, walau dia selalu dimarahi.
"Cy, sorry ya? Gue gak akan ulang lagi deh. Gue bakal nurut apa kata Mommy Lucy," mohon Saddam.
Lucy mendecih. "Lo minta maaf, nanti diulang lagi. Malesin."
"Gak akan, Lulu."
"PANGGILAN GUE WAKTU KECIL GAK USAH DIPAKE LAGI DONG BIBIM!"
"LAH ELO JUGA ITU!?"
"ELO YANG MULAI!"
"YA NGAPAIN LO BALES DENDAM?!!"
"KARENA GUE KESEL SAMA LO BIBIM!!!"
"NALUCY AMARAAA!"
"BIMA SADDAM RENALDI!!!"
Tok! Tok! Tok!
Pintu kamar inap Saddam dibuka oleh salah satu suster. Suster itu mengernyit heran melihat wajah galak Lucy.
"Maaf mengganggu, bisa pelankan suaranya? Kasihan kamar sebelah terganggu."
Lucy mendelik. "ELO TUH!"
"LO JUGA!"
"Dek? Bisa kan?"
"Eh iya maaf, sus. Lupa kasih obat khusus buat dia," ucap Lucy sembari menunjuk Saddam.
"Ha? Obat apa dek? Obatnya ada yang kurang?" tanya suster itu.
"Ada, obat sakit jiwa," jawab Lucy, sembari menekankan kata sakit jiwa.
Saddam terkejut. "BOHONG SUS!"
Suster itu menggelengkan kepalanya. "Saya permisi, tolong jangan ribut lagi ya."
Setelah suster itu pergi, Lucy dan Saddam kompak tertawa. Membuat keduanya saling menolehkan kepalanya, dan membuat keduanya saling bertatapan.
"Cy, gue sayang sama lo."
•C A B U T•
Selinne menginjak-injak tanah dengan kesal. Bibir wajahnya sedikit maju, wajahnya pun kesal.
Javerri yang melihat kelakuan sahabatnya itu pun berlari menghampirinya, lalu berjalan ke arah belakang Selinne.
Selinne yang sedang melamun tidak sadar dengan kehadiran Jave. Membuat Jave memiliki ide jahil. Dia mendorong punggung Selinne, membuat ayunan yang dinaiki Selinne mengayun kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cabut | Revisi
Teen FictionKisah para remaja ibu kota yang bersekolah di SMA Pancasila yang punya karakter dan sifat yang berbeda warning! harsh words. ©jaegeur