27. khawatir

668 98 36
                                    

Hari ini anak Classy Girls ditambah The Loyal and Bosy lagi kumpul di warung Bu Iis. Wajahnya gak ada yang bersahabat sama sekali. Garang dan khawatir.

Dua hari yang lalu ada perdebatan di grup CABS KUY, dan besoknya semua anak cowok hilang entah kemana.

Javier Dirgantara pun yang biasanya menjadi penengah malah ikutan menghilang dengan yang lain. Membuat Shilla kesal dan ingin menampar wajahnya.

"Kalian, udah jangan khawatir. Percaya sama Ibu, mereka baik-baik aja," ucap Bu Iis.

Shilla menghela nafas. "Masalahnya, mereka tuh orangnya sompral. Shilla takut mereka kenapa-napa."

Lucy menggigit bibir bawahnya. Dia sedang memikirkan Saddam sahabat dari kecilnya.

"Gue takut... Saddam kan alergi dingin," gumam Lucy.

Selinne menoleh. "What? Dia bawa obat segala macam gak?"

"Gak tau, gue kan block semua sosmed dia saking keselnya."

"Mampus. Dia kalau alergi, bakal gimana?"

"Bersin-bersin terus. Mampus ah hidungnya nanti gatel-gatel," jawab Lucy sembari menendang-nendang angin.

Shireen sedari tadi diam tidak ikut mengomel seperti yang lainnya. Disebelahnya ada Kyla yang menunduk sembari memainkan ujung kaosnya.

"Kyl? Kak Domi apa kabar?" tanya Shireen pelan-pelan.

"Hn? Baik kayaknya... Bukan anak CABS KUY aja yang ngilang, tapi Kak Domi juga," jelasnya.

"Ha? Kok bisa?"



"Kak Domi pergi ke Dubai, gak tau deh mau ngapain."




Semua anak cewek yang berada disitu langsung menolehkan kepalanya ke arah Arkyla. Dia terkejut mendengar ucapan Kyla.

"Berdoa aja, semoga dia sehat selalu," ucap Helen.

Arkyla mengangguk, lalu tersenyum sedikit dipaksakan.

Selinne memukul pelan tangan Eryn yang sedari tadi sibuk mengetik. Membalas chat dari seseorang, entah siapa.

"Ryn, lo gak khawatir itu si Jave?"

Eryn menggeleng. "Males khawatir sama dia."

"Lah? Masih marahan lo pada?"

Eryn mengangguk, lalu sibuk dengan hapenya lagi. Selinne yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya saja.

"Ryn, lo jangan kebanyakan komunikasi sama mantan. Pikirin Jave, dia gitu-gitu juga sahabat gue," ucap Selinne.

"Emangnya lo gak chat sama si Marvin?" tanya Eryn, "emangnya dulu lo mikirin perasaan Hema?"

"Gue udah jarang chat sama Marvin. Gue juga kalau chat sama dia pasti bilang Hema."

"Sama aja, lo disitu gak mikirin Hema kan? Sedangkan lo marah kalau Hema chatting sama Nancy. Lo sama Jave kelakuannya sama aja," jelas Eryn.

"Gue udah bilang kan. Hema tau kalau gue chat sama Marvin. Disitu juga gue gak nanggepin Marvin aneh-aneh, ngerti gak sih?" bela Selinne.

"Gue juga sama aja, gak aneh-aneh."

"Masa? Buktinya lo senyum-senyum terus tuh daritadi," sindir Selinne, lalu meninggalkan Eryn yang terkejut.



Warung Bu Iis menjadi hening setelah Selinne duduk di pojok warung.

Mereka semua sebenernya mendengarkan perdebatan Selinne dan Eryn, tapi kompak tidak ingin ikut campur.

Bu Iis yang sempat izin keluar sudah kembali. Wajahnya sedikit panik, tetapi dia tetap tersenyum.

"Kenapa bu?" tanya Shilla.

Bu Iis menghela nafas. "Maaf ya, sebenernya suami saya ikut bareng sama anak cowok yang lainnya. Dan tadi saya baru saja dapet telfon dari dia," jelas Bu Iis.

"Telfon dari Pak Suharyo?" tanya Shireen.

"Iya. Dia ngasih tau, kalau misalnya sekarang mereka pulang, ka–"

"Lah bu? Bukannya besok baru pulang?" potong Selinne.

Embun menjitak kepala Selinne. "Dengerin dulu, bangsat."

Selinne meringis, dia mengusap kepalanya yang terkena jitakan Embun.



"Mereka pulang karena mereka harus ke rumah sakit."




•C A B U T•



Semuanya langsung berlari saat sampai di Rumah Sakit. Lucy berlari paling depan, karena dia sangat panik.

Dan Selinne, "Woi anjir tungguin gue!" teriaknya.

Embun berhenti, lalu menoleh ke belakang, melihat Selinne yang sedang berjongkok di koridor Rumah Sakit.

"Anjir lama banget sih lo!"

Selinne mendelik, dia berlari pelan ke arah Embun. "Udah lah, gak usah lari, capek gue Mbun."

Embun menoyor Selinne. "Makan mulu lo! Jadi badan lo berat sendiri kan."

Selinne memajukan bibir bawahnya, membuat Embun disebelahnya menunjukkan wajah jijik. Kemudian dia menarik lengan Selinne agar jalannya dipercepat.

Belum sampai UGD, Embub dan Selinne sudah bertemu dengan yang lainnya. Keduanya menatap lelaki dihadapannya masing-masing.

Embun yang wajahnya memang galak, menjadi lebih galak. Sedangkan Selinne menatap sinis lelaki dihadapannya. Kemudian melepaskan tangannya yang dipegang Embun.

"Sini lo!" Selinne menunjuk lelaki itu, "ikut gue!" perintah Selinne, lalu berjalan meninggalkannya.



Hema yang sudah pasrah akhirnya mengikuti Selinne. Dia sudah tau akan dimarahi oleh Selinne karena dia tidak menurut.

"Hem, lo tau kan gue itu khawatir sama lo?"

Hema diam, tidak menjawab. Memilih duduk di kursi ruang tunggu.

"Ini yang gue takutin. Ada yang sakit, kalian tuh gak mikirin resikonya? Mau kita ke Pangandarannya dibatalin?" omel Selinne.

Hema terkejut. "Ya jangan! Ini kan acara barengan, kalau muncak kan cuman acara cowoknya," jelas Hema.

"Ya lo pikir dong! Saddam alerginya kambuh. Untung udah sampai di Jakarta waktu sakitnya makin parah, kalau nggak?"

"Maaf..."

"Terus, kalau lo ikutan sakit gimana? Ha!?"

"Maaf, Selinne..."




"Lo gak pernah ngerti Hem. Khawatirnya gue ke elo kayak gimana."




[chapter 27, end]

Bentar lagi ending

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bentar lagi ending. Jadi, setuju gak kalau di buat series???

Komen dulu series siapa yang mau dibuat. Dua pasangan dengan komen terbanyak bakal aku buat duluan.

Cabut | RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang