Eryn tidak bisa tidur, padahal sekarang sudah pukul sebelas malam. Dan nanti dia harus bersiap-siap pada pukul tiga pagi.
Dia memiliki pikiran untuk menelpon pacarnya, tetapi sepertinya itu adalah ide buruk. Eryn tau dari Selinne jika Jave akan push rank dengan Rafka, Alaska, dan Ghiffari.
"Javerri tai, pacaran sono sama ML. Gue putusin lagi tau rasa," gumam Eryn, sembari mengigit boneka kesayangannya.
Sekarang dia beralih ke hapenya, melihat profil Jave. "Ih anjir, gak peka banget ya lo Dilan buluk! Tadi gue cuekin tuh bukannya berhenti main malahan dilanjut, bangsat bangsat. Mamii, mau nangis aja."
Lagi asik memukuli hapenya yang menampilkan foto Jave, Eryn terkejut karena panggilan masuk dari Jave.
Buru-buru Eryn mengangkatnya daripada panggilan itu terputus lagi, kan makin bete nanti.
"Apa!?"
Jave tertawa disebrang sana. "Galak banget sih, udahan ngedumelnya hm?"
"Apaan? Siapa yang ngedumel?"
"Kamu."
"Nggak tuh."
"Buat aku tersipu, buatku malu-malu."
"Jave, apansih?"
"Saat bersamamu, ah gatau lupa lirik lagunya."
"Bodo amat ya anjir."
"Aku kesana ya?"
Eryn membenarkan posisi tidurannya. "Ngapain? Udah jam sebelas lebih nih."
"Lebih berapa menit?"
"Lebih lima menit."
Jave tersenyum disana. "Jam sebelas lebih lima belas menit aku udah ada di rumah kamu. Mau buat bobo beruang kesayangannya aku, terus udah gitu aku ikut bobo di kamar kakakmu oke?"
"Jave, gak usah ih."
"Udah, mama kamu aja bolehin kok. Dadah, jangan kangen!"
Panggilan terputus. Eryn semakin mengigit bonekanya. "Cuman Jave doang deh yang bolot, yang lain jenius."
Di rumah sebelah Jave. Ada perempuan yang sedang mengetik di laptopnya.
Sudah menjadi kebiasannya menulis cerita tentang dirinya dan sahabat-sahabatnya.
"Sel? Udah jam sebelas lebih kok belum tidur?" tanya papanya.
"Hng? Belum ngantuk, pa."
Papanya Selinne tersenyum. "Yasudah, papa ke bawah lagi. Good night."
"Night too."
"Oh iya, papa kangen sama pacarmu yang namanya siapa tuh, Hema ya?"
"Ha?"
"Besok suruh buka puasa disini," ucap papanya, lalu berjalan turun ke kamarnya.
Selinne menghela nafas. "Apaan sih?"
Hape Selinne berdering menandakan telfon masuk. Buru-buru Selinne mengangkat telfon itu.
"Halo?"
"Sebelas kembar. Semoga kita jadian lagi ya Sel."
Selinne mengernyit heran. "Ha? Oh, sebelas kembar. Gue cuman pengen bahagia tanpa lo atau bareng lo."
Lelaki disebrang sana tersenyum mendengar ucapan Selinne. Apa itu sebuah harapan untuk kembali bersama Selinne?
"Aamiin. Tidur tuan putri, semoga mimpi indah."
Belum Selinns menjawab, panggilan itu sudah terputus. "Gak jelas dasar," ucap Selinne sembari tersenyum.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cabut | Revisi
Teen FictionKisah para remaja ibu kota yang bersekolah di SMA Pancasila yang punya karakter dan sifat yang berbeda warning! harsh words. ©jaegeur