7

15.2K 2.5K 664
                                    

Pukul setengah lima pagi, dan Haechan terjaga.

Gemuruh petir di luar cukup mengganggu tidur siapapun yang mendengarnya, sekaligus membuat Haechan terbangun karena kaget dan takut. Tubuh mungil itu bergerak risih di balik selimut tebal yang membungkusnya. Ada rasa gelisah yang tiba-tiba muncul di hati. Apakah ini karena suara petir yang menyambar cakrawala tanpa ampun di luar? Atau bokongnya yang perih ketika bergesekkan langsung dengan seprai ranjang?

Haechan tidak tahu. Tapi, rasanya, jawabannya bukan salah satu atau keduanya. Ada sesuatu yang mengganggu hatinya. Dan, dibandingkan dengan perasaan ganjil yang mengganjal, Haechan justru lebih merasaㅡentahlah, kosong? Seolah ada kurang dari dirinya, dan yang lebih menyedihkan adalah, dia tak tahu apa yang harus dia lengkapi.

Perasaan tidak nyaman mulai meluap dan membanjiri pikirannya. Haechan tidak tahu sejak kapan dia air matanya kembali mengalir turun ke pipi, lalu membasahi dagu dan bantalnya. Bulir-bulir keringat dingin mulai berlarian di sekitar pelipisnya, kemudian menyatu dengan poni dan membuat rambutnya sedikit lepek. Omega manis itu meremat selimut dengan erat. Hidungnya mengendus lamat-lamat selimut itu, dan perasaan sesak di dadanya semakin menjadi ketika dia menemukan feromon Mark di sana.

Isakan kecil mulai lolos dari bibir tebalnya. Hawa ruangan seketika menjadi panas meskipun di luar sedang turun hujanㅡHaechan bahkan mulai menendang selimutnya sampai jatuh ke lantai. Dia memeluk dirinya sendiri dengan keadaan menyamping, hidungnya kini menempel pada bantalnya. Feromon Mark ada dimana-mana. Di satu sisi, itu berhasil membuatnya tenang. Tapi di sisi lain yang buruk, Haechan menginginkan pria itu berada di sebelahnya.

He wants him so bad.

Haechan berhenti terisak ketika sadar ada cairan yang mengalir di antara kedua paha dalamnya. Dia menggigit bibir, rasa sakit mulai mengambil alih tubuhnya saat ini. Baik itu kulitnya yang terasa terbakar, kepalanya yang pening, dadanya yang sesak, gejolak aneh di perutnya, dan juga bagian bawah tubuhnya yang terasa basah juga lengket.

"M-Mark," lirihnya dengan nada merengek.

Haechan semakin menekan barisan giginya ke atas permukaan bilah bibir bagian bawah. Dia tidak tahu kenapa justru nama Mark yang keluar dari mulutnya. Heat-nya tak pernah sesakit ini. Dan, apabila hal ini terjadi, itu menjadi sebuah tanda kalau kaum Omega sudah bertemu dengan mate mereka. Meski seorang Omega bertemu dengan banyak orang baru akhir-akhir ini, dia tetap bisa mengenali siapa mate-nya. Biasanya, sebuah nama yang paling pertama kali muncul ketika sang Omega heat.

Haechan menggigit bibirnya dengan sangat kuat sebagai bentuk pelampiasan. Dia tidak akan pernah mengira akan mendapat mate seperti Mark Lee. Dengan otoritas tinggi dan segala perintah yang dikumandangkannya. Haechan akan muak apabila pria itu adalah orang lain. Namun, dia tidak bisa berpikir jelek mengenai Alpha rupawan itu. Terlebih di saat darurat seperti ini.

Haechan menutup pintu dan keluar dari kamarnya. Entah darimana dia berhasil menggali keberaniannya. Lantai marmer yang dipijaknya sangat dingin. Hal itu berhasil membuat Haechan merasa tidak nyaman akibat perbedaan kontras suhu tubuh dengan ruangan. Berusaha untuk tidak peduli dengan dalamannya yang sudah basah, Haechan terus memanggil nama Mark dalam pikirannya.

Omega itu menyelinap masuk ke dalam kamar Mark yang temaram. Satu-satunya sumber pencahayaan hanya ada pada lampu tidur yang menyala dengan sangat remang-remang di sudut kamar. Meski langkahnya ragu-ragu, tetapi hatinya tidak demikian. Dia berusaha untuk tidak membangunkan Mark, tetapi dia tengah sangat membutuhkan pria itu saat ini.

Mate-nya, belahan jiwa yang lain, pendamping hidup hingga ajal menjemput.

Haechan kali ini menyelinap sekali lagi, tetapi ke dalam selimut Mark. Meski tidur sendirian di ranjang king size, Mark tidak tidur diantaranya. Dia tidur di sisi sebelah kanan, membiarkan bagian kirinya kosong.

obeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang