Pagi ini, Haechan bangun lebih awal.
Sesaat setelah kedua manik cokelat gelapnya menyingkap diri dari kelopak mata yang semula tertutup, Mark bahkan masih ada di sebelahnya. Bergeming dengan raut wajah tenang dan deru nafas halusㅡmasih tertidur, padahal biasanya dialah yang meninggalkan penthouse itu paling pertama.
Usai membersihkan tubuhnya yang terasa lengket, Haechan justru dibuat kebingungan dengan apa yang harus dia lakukan. Melirik jam dinding, jarum pendek masih mengarah pada angka tujuh. Melirik Mark yang berbaring sendirian di ranjang, dia tidak yakin membangunkan pria itu sepagi ini adalah pilihan yang tepat.
Yah, hal paling baik yang bisa dilakukannya hanyalah memasak untuk sarapan. Tapi, Haechan, 'kan tidak bisa memasak? Membedakan garam dan micin saja tidak bisa, apalagi menyalakan kompor? Yah, untungnya, Haechan tidak lapar saat ini. Dia masih bisa menahan sampai Mark bangun juga.
Jadi, sepertinya, opsi jalan-jalan pagi di taman bukan ide yang buruk?
❀
Haechan membanting satu-satunya pintu masuk penthouse dengan sedikit kasar. Dengusan kecil lolos dari bibir penuhnya ketika matanya menangkap pemandangan dari luar jendela. Cuaca di luar sedang tidak mendukung. Haechan terpaksa kembali masuk ketika angin kencang menerpa tubuhnya. Selang beberapa detik kemudian, hujan turun dengan derasnya dan membasahi bumi.
Haechan mengernyitkan hidung, mengendus sesuatu yang tidak seharusnya ada di sana. Ada bau Omega lain samar-samar tercium olehnya. Perasaan gelisah dan kesal mulai menyelimuti hati, benaknya dipenuhi dengan pemikiran buruk tentang Alpha-nya sendiri.
"Eh? Siapa kau?"
Haechan menoleh ke sumber suara dengan cepat, mengernyit bingung karena asing dengan wajah yang muncul di hadapannya.
"Kau yang siapa?" Tanya Haechan, galak.
Sayangnya, wanita di hadapannya tidak nampak gentar sama sekali. Dia justru balas memelototi Haechan. Kedua tangannya berkacak di pinggang, sok angkuh.
"Akuㅡ"
"Haechan, darimana saja kau?"
Dua insan yang mulanya hampir debat kusir itu, kini refleks menoleh pada suara yang menginterupsi mereka. Mark datang dari arah lorong dimana kamarnya dan Haechan berada, kemudian menatap keduanya secara bergantian dengan bingung.
"Siapa dia?" Tanya Haechan sambil menunjuk wanita di hadapannya itu.
"Hei, itu tidak sopan!" Semburnya.
"Woah, woah," Mark menengahi keduanya sebelum situasi kembali memanas. "Santai saja. Kenapa kalian seperti ingin memakan satu sama lain saja?"
Mark berlalu dari hadapan keduanya, lalu dengan tenang duduk di sofa ruang tengah. Haechan menjadi orang pertama yang memutus kontak dari wanita menyebalkan di hadapannya itu dengan memutuskan untuk menyusul Mark.
"Siapa dia, Mark?" Tanya Haechan, tidak sabaran.
"Carmen, adikku."
"Lalu siapa ini, Mark? Kenapa baunya sepertimu?" Kali ini, giliran wanita bernama Carmen itu yang bersuara dengan galak.
Sekonyong-konyong, tawa Mark memecah ketegangan diantara mereka. Mark merasa dirinya seolah seorang kriminal kelas kakap yang kini sedang diinterogasi oleh opsir dan detektif secara bersamaan. Mereka bertanya seolah tidak ada esok hari, mendesak Mark terus hingga dia terpojok ke pinggir jurang. Beginikah kalau sesama Omega sedang bertengkar hanya karena masalah identitas?
"Ini Lee Haechan, Omega-ku."
"Apa?!"
Carmen melongo, sementara Haechan menunduk untuk menyembunyikan semburat di pipinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
obey
Fanfiction[ 이마크, 이헤찬 ] ❝break my rules and we'll see how you gonna regret it.❞ // tw: omegaverse!au, explicit content, spank, affair © chiggady, 2018.