Bahkan setelah bayang-bayang bunga tidur lenyap, semuanya masih terasa tidak nyata.
Haechan refleks meraba sisi tempat tidur yang lain. Dingin dan kosong. Mendesah kecewa, sebab Mark cepat beranjak.
Pemuda itu mendesis sesaat setelah rasa pening menyerang kepalanya. Ia bahkan belum sempat beranjak dari posisi berbaring. Suatu hal kemudian melintas cepat di benak, bak potongan adegan dari rol film yang berputar; mengapa ia tak dapat mengingat bagaimana proses marking mereka berakhir? Pun dirinya tidak paham bagaimana ia dapat terlelap tanpa mengingat satupun hal terakhir yang dilihat sebelum menutup mata. Pokoknya, yang Haechan tahu, pagi ini ia terbangun dalam kondisi lemas, pusing, dan nyaris tidak dapat membaui feromonnya sendiri. Feromon Mark benar-benar memenuhi ruang kamar tidurnya, sampai-sampai perpaduan cedarwood dan musk yang biasanya menjadi favorit Haechan, kini mulai terasa menusuk-nusuk hidung.
Kendati demikian, ia dapat merasakan tanda yang dibuat Mark semalam. Masih terasa sangat baru dan asing. Pemuda Lee itu cepat-cepat beranjak turun dari tempat tidur dan berdiri di hadapan cermin dengan tubuh polosnyaㅡcukup membantu dirinya untuk melihat jelas bekas yang nampak mencolok, karena warnanya yang terlihat merah keunguan. Dan mungkin karena masih belum terbiasa, bekas gigitan itu terasa gatal dan membakar di kulit.
Haechan membungkuk untuk memungut pakaian miliknya di lantai, menghiraukan punggungnya yang kaku. Pada saat itulah dia juga menyadari ada beberapa pil supresan yang tercecer karena kecerobohannya semalam. Buru-buru ia mengenakan pakaiannya kembali dan membersihkan kekacauan itu. Ia tidak sabar untuk mencari Mark dan mengajaknya berbicara.
Kenop pintu diputar dan tungkai jenjang itu melangkah keluar dari kamar pribadinya, bergerak menyusuri lorong yang sepi, sebelum akhirnya berhenti di hadapan pintu kamar Mark yang menjulang di hadapan. Tangan Haechan terangkat, terpikir untuk mengetuk sebelum masuk. Namun, aksinya diurungkan. Tangannya bergerak ke bawah, meraih kenop dan membuka pintu secara perlahab. Ia tidak ingin mengusik ketenangan yang tak pernah lagi didapat oleh Mark untuk beberapa hari terakhir ini. Bulu roma di tubuh mungilnya serta-merta menegak, menggigil karena diterpa angin musim dingin dari celah pintu balkon yang tidak tertutup rapat.
Haechan menggeser pintu balkon dan pria itu menoleh terkejut karena suara deritannya yang nyaring. Melihat Mark yang bahkan tidak menyadari kedatangannya membuat Haechan jadi bertanya-tanya hal apa yang mampu membuat Alpha itu begitu larut dalam pikiran.
Mark tidak pernah begini.
Mark adalah orang terwaspada yang pernah ia temui seumur hidup.
"Ayo kita lakukan itu," Haechan kemudian menarik pintu balkon hingga tertutup rapat lagi, mengabaikan Mark yang melempar tatapan bingung. "Pillow talkㅡatau apalah namanya."
Alih-alih membalas ucapannya, pria itu justru menatap yang lebih muda lamat-lamat. Kedua alis tebal itu menukik samar, maniknya memancarkan kekhawatiran mendalam. Tangannya meraih salah satu pundak Haechan, merematnya lembut.
"Haechan," panggilnya pelan, nyaris seperti berbisik. "Kau tidak apa-apa?"
Namun, yang ditanya justru bersikap defensif. Terbukti dengan gerakan kecil pada pundaknya untuk menepis tangan Mark.
"Tentu saja," jawabnya, nyaris terdengar ketus padahal ia tidak bermaksud seperti itu. "Memangnya, apa yang terjadi padaku hingga kau bertanya seperti itu?"
Mark berdeham. Rasa-rasanya, kecanggungan yang merambat di atmosfer perlahan juga mencekik dirinya. Dengan didominasinya perasaan bersalah dan secercah keterpaksaan di hati, akhirnya ia menarik diri dan mundur dua langkah ke belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
obey
Fanfiction[ 이마크, 이헤찬 ] ❝break my rules and we'll see how you gonna regret it.❞ // tw: omegaverse!au, explicit content, spank, affair © chiggady, 2018.