8

16.4K 2.4K 576
                                    

Kelopak mata Haechan perlahan terbuka, menampilkan sepasang manik cokelat gelap miliknya. Kerutan tercetak di dahi, dia mengernyit karena indera pengelihatannya masih berusaha membiasakan cahaya dan bayangan yang jatuh tepat pada retinanya.

Bayangan yang semula kabur, samar-samar mulai terlihat jelas. Dalam satu kali kedipan dan semuanya berubah menjadi jernih. Haechan melihat ada seorang pria muda yang duduk di sebelahnyaㅡitu Mark, dan bahkan feromonnya masih sangat familiar di indera penghidu.

"Mark?"

Haechan tidak tahu mengapa beberapa tetes likuid bening mulai jatuh dari sudut matanya, berlarian di masing-masing pipinya ketika Mark mulai menjauhkan tangan besar itu dari lengannya. Haechan menggigit bibir kuat-kuat ketika melihat punggung tegap Mark mulai menjauh dari pandangannya yang mengabur. Haechan diserang tremor ringan ketika tubuhnya disiksa oleh hawa panas, dan dia tahu dia tak dapat mengurus dirinya sendiri.

Pemuda Lee itu mulai menendang-nendang angin kosong ketika menyadari ada cairan yang mengalir di antara paha dalamnya, seiring dengan menghilangnya feromon Mark dari jangkauan penciumannya. Haechan ingin berteriak, tetapi sesuatu seolah tersangkut di pangkal tenggorokan dan membuatnya hanya dapat meloloskan sebuah rengekan kecil dengan suara lirih dan bergetar.

"Mark!" Haechan meraung dengan kedua tangan yang mencakar-cakar seprai di bawahnya.

Haechan menangis lebih kencang lagi, tidak tahan akan hasrat untuk menyentuh dirinya sendiri. Pandangannya sudah mengabur sepenuhnya, dia tak dapat melihat apa-apa lagi selain langit-langit kamar yang tak lagi berbentuk sempurna di pengelihatannya.

Sesak di dada mengalihkan semuanya. Rasa sakit kini terpusat pada paru-paru yang seolah tak dapat mengumpulkan oksigen lagi. Haechan spontan berteriak ketika tak lagi sanggup mengatasi semua ini sendirian

"MARK!"

"ㅡHaechan."

Haechan membuka mata ketika dia mendengar suara rendah yang familiar menyapa pendengarannya. Pupilnya membesar dua kali lipat dari seharusnya, dan dadanya naik turun. Haechan melihat Mark yang duduk di sisi sebelah kanan tempat tidur, lalu dengan refleks bangun dan memeluk pria itu seerat mungkin, seolah tak mau dia pergi barang sedetik pun.

Sebelah tangan Mark mengusap-usap lembut punggung Haechan, sementara yang lainnya menahan agar kepala sang Omega tetap berada di ceruk leher. Haechan sesenggukan, air mata mengalir deras di pipi. Meski bukan seorang Omega, namun Mark mengerti bagaimana sakitnya heat yang Haechan rasakan saat ini. Padahal, Alpha rupawan itu baru keluar kamar selama beberapa menit saja. Niat awal untuk membuat sarapan harus digagalkan karena Haechan ternyata cepat juga menyadari sumber feromon penenangnya yang hilang.

"Tidak apa, sayang. Aku di sini."

Haechan menggigit bibirnya, menahan agar tidak ada isakan lain lagi yang lolos. Namun, seharusnya dia sadar bahwa itu merupakan usaha yang sia-sia. Pada akhirnya, segala bentuk usahanya untuk berhenti menangis tak berbuah sama sekali. Haechan justru berhenti menangis dan mulai tenang ketika feromon Mark sudah lebih dari sekedar memenuhi dirinya sendiri.

"Aku takut, hyung," cicitnya.

"Aku di sini, Haechan," Mark mengecup pucuk kepala pemuda itu. "Jangan takut."

"A-aku bermimpi kau meninggalkanku," lirih Haechan sambil menarik kepalanya dari perpotongan antara leher dan bahu Mark.

"Aku tahu," Mark menghela nafas berat. "Aku samar-samar dapat mendengar kau memanggil namaku di mimpimu."

obeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang