5

14.7K 2.4K 335
                                    

Semua perseteruan yang mereka alami tak membuat Mark menyerah dengan mudah. Dan itu, berhasil membuat Haechan berakhir dengan duduk di jok depan penumpang mobil Mark, sembari melipat kedua lengannya di depan dada. Matanya menatap datar ke apapun benda yang ada di dalam maupun di luar mobilㅡapa saja asal bukan Alpha brengsek yang berada di sebelah kanannya.

Dan, perihal ucapan Mark yang paling terakhir, Haechan masih juga belum merasakan takut. Yang dia lakukan setelahnya adalah mendorong Mark keras-keras untuk melepaskan dirinya dari kontak sang Alpha. Bukannya merasa takut dan diintimidasi, Haechan malah mengumpat pada Mark. Sedangkan pria itu tersenyum tipis sebagai tanggapan.

Mark nampak tidak merasa canggung sama sekali, malah kelihatannya girang. Ketika radio memutarkan lagu yang dia tahu, dia akan bergumam atau beberapa kali bersenandung. Haechan sesekali mendelik pada pria itu, yang untungnya tidak disadari Mark.

"Bisa kau beritahu sekarang kita akan kemana?"

Mark berhenti bernyanyi, "akhirnya kau bertanya juga."

"Jangan banyak basa-basi," geram Haechan. "Katakan."

"Kita akan ke apartmentku."

"Untuk apa?" Haechan mengerutkan hidung, lebih mengutamakan rasa bingung saat ini dibandingkan amarahnya.

"Kau akan tinggal bersamaku," kata Mark. "Mulai dari saat ini."

Haechan spontan kehilangan kata-kata. Segala bentuk protesan, sindiran, sumpah serapah yang berada di ujung lidahnyaㅡsemuanya seolah hilang ditelan oleh ludahnya sendiri. Mark melirik pemuda itu, rahangnya mengeras kemudian. Haechan takkan menyukai ide ini, tapi sayang Mark harus tetap ikut dalam rencana gila Tuan Lee.

Mark memaksakan sebuah senyuman, "coba cek ponselmu."

Haechan menurut. Dia merogoh saku celana, mengeluarkan ponselnya, dan menemukan ada banyak sekali pesan singkat dari sang ayah yang menjelaskan semuanya. Karena suasana hati yang buruk, Haechan sama sekali tidak membuka semua pesan singkat itu untuk membacanya lebih lanjut. Persetan dengan semuanya, pikir Haechan. Yang dia ingin lakukan saat ini adalah kembali ke rumah kecilnya, lalu tidur sesuka yang dia mau. Tanpa ada satupun yang mengganggu, bahkan ayahnya sekalipun.

Haechan memejamkan matanya dan menahan nafasnya agar tetap pendek-pendek. Hanya itu yang bisa dilakukan untuk membuat dirinya sendiri tetap tenang. Semua rencana untuk hidup damai dan fokus pada ujian nasional, sirna semuanya hanya dalam sekejap mata.

Dia takkan bisa hidup tenang dengan Mark di sisinya.

Tidak dengan feromonnya yang memabukkan itu.

"Karena ini kali pertama bagimu," Mark menutup pintu. "Aku ucapkan selamat datang."

Untuk sesaat, Haechan tak dapat percaya dengan apa yang matanya lihat. Tepat di sebelah kirinya, tanaman setinggi pinggang beserta sebuah tangga kaca, aksesnya untuk menuju lantai atas. Di sebelah kirinya ada rak dengan sepatu yang berjejer rapi dari sana. Mulai dari sepatu kasual, sepatu lari, hingga pantofel dan sandal.

Usai menutup pintu, Mark berkutat dengan ponselnya, lalu tiba-tiba tirai jendelanya terbuka begitu saja. Cahaya yang menyeruak masuk membuat Haechan mau tak mau menyipitkan mata. Dan sedetik kemudian, dia kembali dibuat terpana. Tak pernah terbayang sebelumnya, kalau ada balkon luas di luar sanaㅡkursi malas untuk berjemur di musim panas, meja bundar diantaranya untuk pesta teh di musim semi, dan kolam ikan dengan air mancur ditengah-tengahnya. Haechan menatap takjub, meski hanya menyiratkannya dalam sorotan mata.

obeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang