10

14.9K 2.1K 190
                                    

Pukul setengah lima pagi, dan Haechan terbangun dari tidur. Refleks dia meraba sisi ranjang sebelah kiri, tak menemukan Mark di sana. Feromonnya hanya tercium samar-samar di ruangan, pria itu sudah lama pergiㅡentah kemana.

Mengerahkan seluruh sisa tenaga yang ia punyai, akhirnya Haechan berhasil turun dari tempat tidur. Dengan tertatih berjalan ke kamar mandi, berniat mengambil jubah mandi untuk menutupi tubuh polosnya. Namun, Haechan justru terpaku pada pantulan dirinya sendiri di cermin kamar mandi. Tangannya bergerak tanpa disadari untuk menyentuh lehernya sendiri. Sepersekian detik kemudian, Haechan meringis dalam hati.

Buru-buru dia mengambil jubah mandi, mengenakannya, lalu keluar untuk mencari Mark. Dia tidak tahu pasti dimana Alpha-nya itu berada saat ini. Haechan harus mencarinya, atau dia tidak akan bisa lanjut tidur sampai hari ini berakhir. Feromon Mark masih sangat berpengaruh pada dirinya yang dalam masa-masa puncak heat.

Kamar Mark menjadi tujuan paling pertama untuk Haechan kunjungi. Pemuda itu memutar kenop pintu, kemudian mengintip ke dalam melalui celahnya. Tidak seperti kamar pribadinya, kamar Mark memiliki balkon kecil untuk bersantai. Dan, ketika Haechan mendengar siulan angin dari dalam sana, dia tahu kalau Mark sedang berada di balkon kamarnya.

Persis seperti malam sebelumnya, Haechan kembali menyelinap masuk. Tak ada suara yang dibuatnya, tak ada jejak yang ditinggalnya. Begitu pelan sehingga nampaknya Mark sendiri tidak menyadari keberadaannya yang tengah mengambil langkah mendekat.

Menahan rasa terkejutnya, Haechan mencoba untuk menyapa pria yang memunggunginya itu. "Mark?"

"Terbangun, Haechan?"

Mata Haechan menyipit. Begitu Mark membuka mulutnya, kepulan asap berlomba-lomba keluar dari sana, melebur menjadi satu dengan angin pagi yang terasa dingin dan menusuk. Pemuda itu melotot tanpa disadari. Mark merokok!

Haechan berdehem, kerongkongannya tiba-tiba terasa kering. "The bed was getting cold."

"I'm sorry." Mark beralih menatapnya lembut.

"Don't be, I'm good."

Haechan menghela nafas, kemudian menumpukan kedua sikutnya pada pinggiran balkon yang tingginya hanya setengah perut. Dia melirik Mark lamat-lamat. Sebelum akhirnya, rokok yang terselip antara jari telunjuk dengan jari tengah Mark, berpindah ke tangan Haechan. Omega itu mengisap rokok Mark, mengabaikan bagaimana reaksi pria itu terhadapnya.

"Kau melarangku merokok," Haechan menghembuskan kepulan asap yang sempat singgah ke paru-parunya. "Tapi kau sendiri merokok."

"Aku sudah cukup umur."

"Kau kira aku belum?" Haechan mendengus, kemudian kembali mengisap rokok di tangannya.

Jadi, beginikah Mark yang sebenarnya? Dibalik semua ekspresi kaku dan tata kramanya, tersimpan sisi gelap dari seorang Mark Lee?

Ada dua hal yang mengganjal di hati Haechan setelah mengetahui fakta yang mencegangkan ini. Sebenarnya Haechan cukup lega, Mark tidak sekaku yang dipikirkannya. Yah, bagaimanapun, dia, 'kan, tetap pria dewasa yang seharusnya familiar dengan minuman keras, cerutu, judi, dan wanita. Dengan menunjukkan sisi lain dari dirinya seperti ini, Haechan jadi merasa tidak perlu canggung.

Dia sama seperti kumpulan pemuda di luar sana; merokok sampai kesulitan bernafas, menggila di lantai dansa sampai lupa diri, ingin menyentuh jalang tapi gagal di tengah jalan karena teringat dompetnya kurang tebal, atau teler hanya karena satu gelas mojito. Seharusnya mereka bisa saling mengerti, bukan?

Tapi, di sisi lain Haechan merasa sedikit kecewa. Dia menaruh harapan terlalu tinggi pada Alpha yang sayangnya adalah belahan jiwanya. Dia kira, Mark memang sungguhan sempurna tanpa cacatㅡHaechan sempat berencana untuk sujud syukur di bawah kaki ayahnya. Namun, setelah melihat sendiri bagaimana Mark meninggalkan dirinya hanya untuk merokok? Pupus sudah semua.

"Semua orang punya rahasia, bukan begitu?" Mark berpindah ke belakang Haechan, melingkarkan kedua lengannya di pinggang ramping sang Omega. "Ya, Haechan, aku tidak sesempurna yang kau pikirkan."

Mengabaikan Mark yang seolah dapat membaca isi pikirannya, Haechan justru bergelut dengan pikirannya sendiri. Seharusnya dia senang, bukan? Bukankah ini yang dia harapkan? Dia pernah meminta Mark untuk berhenti berpura-pura dan menunjukkan semua sifat aslinya pada Haechan, bukan?

Lantas, ada apa dengan Haechan?

"Setiap orang punya sisi gelap masing-masing, bukan?" Haechan menyamankan posisi kepala Mark yang bersandar di bahunya.

Haechan sebenarnya hanya terkejut. Itu saja. Ini semua terlalu tiba-tiba. Mark tanpa sengaja menghancurkan kesimpulan kesan pertama Haechan terhadap dirinya. Kini, Haechan harus bersusah payah mengumpulkan pecahan-pecahannya yang tersisa. Dia harus menata ulang dari awal. Dan, itu bukan hal yang mudah. Mengingat Mark cukup sulit ditebak.

"Kau keberatan?" Mark mengecup-ngecup leher Haechan yang masih penuh dengan tanda kepemilikannya.

"Keberatan dengan fakta bahwa kau merokok?" Haechan menggeleng pelan. "I do bad things too."

"Aku akan berhenti kalau kau mau."

"Tidak perlu, Mark, itu semua urusanmu. Aku tidak mau ikut campur."

Haechan menyodorkan batang rokok di tangannya kepada Mark, menyuruh pria itu untuk mengisapnya juga. Mark melakukannya, kemudian menghembuskan semua asapnya keluar dari dalam mulut dan hidung.

"Haechan, coba ceritakan sedikit tentangmu."

Haechan menyeringai remeh, Mark dapat melihatnya dari samping.

"Bukankah ayahku sudah menceritakan segala hal padamu?"

"Belum." Haechan memutar bola matanya malas ketika mendengar jawaban Mark.

"Terserahㅡnamaku Lee Haechan, umur delapan belas, tahun terakhir di sekolah menengah atas. Aku benci dengan status Omega yang kumiliki, tetapi lebih benci lagi dengan kumpulan Alpha bajingan di luar sana yang kerjaannya memaksa kaum Omega mengangkang untuk mereka. Hobiku? Ada banyak, tapi yang paling utama adalah memukuli para Alpha itu sampai babak belur. Keahlianku? Bisa bertahan hidup di dunia kejam ini hingga delapan belas tahun lamanya. Hal yang kusukai? Kebebasan, makan, dan tidur. Hal yang tidak kusukai? Perintah, paksaan, Alpha bajingan, dan menjadi Omega," Haechan mematikan rokoknya dan meletakkannya di atas asbak. "Cukup untukmu?"

"Bertahan hidup di dunia kejam sampai delapan belas tahun." Mark terkikik geli.

"Ada yang salah?"

Mark menggeleng pelan. Dia sebenarnya sadar betul bahwa Haechan barusan menyindirnyaㅡsadar atau tidak. Tapi, dia berusaha mengesampingkan hal tersebut. Mumpung suasana hati mereka berdua sedang baik, tak ada alasan baginya untuk menjadi tangan yang merusak, 'kan?

"Sekarang, coba ceritakan sedikit tentangmu, Mark."

"Tidak ada yang menarik dari cerita hidupku."

Haechan mengangkat bahunya acuh tak acuh. "Tidak ada alasan."

"Aku tidak mau berbaik hati memberitahumu secara gamblang begitu saja."

"Lalu?" Haechan mengernyit bingung.

"Kau yang harus mencari tahu sendiri."

"No fun," cibir Haechan. "I quit."

Haechan membalik badannya, membuat pelukan Mark pada pinggangnya terlepas begitu saja. Dia menatap Mark dengan tatapan malas, kentara menunjukkan dia tidak tertarik sama sekali dengan tawaran itu. Lagipula, apa yang perlu ditelisik dari pria ini? Paling-paling hanya tentang kehidupan glamornya saja.

"Sebaiknya tidak."

"Berikan aku satu alasan." Haechan mengangkat dagunya sedikit.

"Mari bermain satu permainan."

Haechan menyipitkan mata kirinya, mulai sedikit tertarik dengan ucapan Mark. Pemuda manis itu bahkan menurut saja ketika sang Alpha mengisyaratkan dirinya untuk mendekat. Suara rendah Mark kemudian mengalun lembut di telinganya, membuat Haechan bergidik tanpa sadar karena aura misterius yang mendominasi atmosfer di sekitar mereka.

"Tarik ekornya, cari tahu siapa kepalanya. Ikuti alur permainannya, dan cari tahu siapa dibaliknya."

woops? 👀

6 January 2019

obeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang