11

16K 2.1K 447
                                    

Haechan terbangun dari tidur dengan perasaan yang sama dalam beberapa hari terakhir iniㅡcemas dan takut. Sebagai bentuk refleks atas kehilangannya, dia menoleh ke sisi lain tempat tidur yang kosong. Haechan meraba bantal di samping, dapat merasakan kalau ranjang yang ditempatinya tak lagi hangat. Yang artinya, Mark barangkali sudah pergi beberapa jam yang lalu.

Perasaannya campur aduk, keinginan untuk menangis menjadi semakin besar ketika sadar bahwa satu ruangan besar itu penuh oleh bau Mark. Namun, Haechan tetap berusaha menahan dirinya sendiri. Dia memilih untuk beranjak dari tempat tidur dan keluar dari kamar Mark untuk mencari dimana keberadaan Alpha berengsek yang berani-beraninya meninggalkan Omega-nya sendiri yang masih menghadapi heat.

Haechan menengok kamarnya sendiri, kemudian dapur, ruang tengah, dan bahkan naik ke lantai atas. Tidak menunjukkan ada tanda-tanda Mark di sana.

"Si berengsek itu." Haechan menarik nafas, matanya memerah menahan genangan air di pelupuk.

Membutuhkan sesuatu untuk mendinginkan hatinya yang panas karena bara amarah, pemuda manis itu memutuskan untuk pergi ke dapur dan menuang segelas air dingin untuk dirinya sendiri. Haechan meneguk minumannya dengan rakus, kemudian meletakkan gelas kaca itu di atas meja bar dengan sedikit hentakan yang menimbulkan bunyi nyaring.

Sebelum akhirnya, perhatiannya teralihkan oleh secarik kertas kecil berwarna kuning yang tertempel di kulkas. Haechan menyipitkan mata, mengambil langkah mendekat ke sana.

Aku akan pulang sebelum jam makan malam. Jangan lewatkan makan siangmu.

Mark.

Ketika Mark melangkah masuk ke dalam penthouse-nya, hal yang pertama dia rasakan adalah gelap. Lampu di ruang tamu mati, begitu juga dengan lampu tangga.

"Haechan?" Panggilnya, tetapi tak ada sedikit pun suara yang menyahut.

Mark pun memutuskan untuk menekan saklar lampu ruang tengah, kemudian membuka satu per satu kancing jasnya. Dia melalui lorong yang akan membawanya ke kamar Haechan, dengan sebelah tangan yang melonggarkan dasi yang mengikat kerah kaku kemejanya. Mark mengetuk pintu, tetapi keheningan-lah yang menggubris.

Dengan perlahan, Alpha itu memutar kenop pintu. Pintu kayu itu pun terbuka, dan Mark langsung diserang dengan feromon Haechan yang begitu memabukkan. Berhenti sejenak, dia menahan nafas ketika melihat Haechan tengah duduk di atas tempat tidur sambil memandang ke luar jendela yang dibuka. Kedua lengan dilipat di depan dada, dan sama sekali tidak mengacuhkan eksistensi Mark. Sebenarnya, ada apa ini?

"Haechan, kenapa tidak menyahut panggilanku?" Mark menutup pintu dengan pelan.

Sang Omega bergeming di tempat. Sama sekali tidak mau repot untuk sekedar menoleh dan menatap sengit Mark yang baru saja datang.

Dengan segala macam pertanyaan yang memenuhi kepalanya, Mark pun menghampiri Haechan, ikut duduk di samping pemuda itu. Lengannya merangkul pinggang Haechan, mencoba membawa Omega itu ke dalam pelukannya. Syukurlah, dia tidak menolak. Namun, anehnya, Haechan tidak membalas pelukan Mark. Dia membiarkan lengannya menggantung bebas di masing-masing sisi tubuhnya.

"Pergi."

Suara lirih itu membuat Mark tersentak, sedikit terkejut karena Haechan tiba-tiba berbicara padanya. Dilepasnya pelukan itu, dan diangkatlah dagu Haechan agar mereka saling menenggelamkan diri terhadap pesona masing-masing.

"Aku baru saja pulang."

"Aku tidak membutuhkanmu," kata Haechan, dingin. "Lebih baik tidak usah pulang sekalian."

obeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang