15

11.1K 1.8K 222
                                    

Haechan bingung dan terkejut, tentu saja. Dia sedang menunggu Mark, tetapi yang muncul malahan wanita sinting itu. Kesialan macam apa ini?

"Apa yang kau lakukan di sini?!" Tanya Haechan, sinis.

"Masuklah dulu, Haechan," ajak Carmen sekali lagi. "Aku hanya ingin berbicara, tidak lebih."

Yah, kalau ingin dibandingkan, fisik Haechan jelas lebih kuat karena dia adalah lelaki. Jadi, kalau misalnya Carmen merencanakan yang tidak-tidak, Haechan masih bisa memutarbalik keadaan. Kalau masalah argumen, Haechan pun bisa atasi. Satu-satunya yang tidak bisa diatasi adalah, rencana licik Carmen yang mungkin sengaja memancing emosinya, dan setelahnya mengadu kepada Mark tentang perilaku Haechan sehingga Omega itu terlihat buruk.

Namun, di mata Haechan, ini tetaplah tantangan. Dan, dia tahu dia tidak bisa menolak. Maka pemuda manis itu pun membuka pintu penumpang dan duduk di sebelah Carmen. Selang beberapa detik, Porsche Panamera itu melaju dengan kecepatan sedang.

"Kemana kau akan membawaku, Nona Lee?" Ketus Haechan.

"Aku akan mengantarmu pulang," jawab Carmen tanpa menoleh dari jalanan sama sekali.

Haechan mengernyit. "Ada apa dengan Mark?"

"Karyawannya ada yang bermasalah, jadi dia harus mengurusnya."

Haechan hanya mengangguk, lantas menoleh ke samping untuk menghindari kontak dengan Carmen. Menyadari aura canggung dan mencekam yang mulai mendominasi atmosfer di mobilnya, Carmen pun berdehem sebelum memulai percakapan dengan topik yang berbedaㅡdan lebih sensitif.

"Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku menyesal pernah berbicara sekasar itu padamu," Carmen mengulum bibirnya sendiri. "Kau adalah pilihan kakakku dan sudah seharusnya aku menghormati keputusannya."

Haechan melembut. Setidaknya Carmen meminta maaf dan mencoba untuk membangun relasi yang lebih baik dengannya, 'kan?

"Aku sudah melupakannya."

"Glad to hear that," Carmen menoleh sejenak dan tersenyum. "Aku ingin memperbaiki hubungan kitaㅡtak lama lagi kita pasti akan menjadi ipar. Besides, I've got to tell you something."

Hanya dengan sebuah kalimat, tetapi Carmen sukses menyita seluruh perhatian Haechan.

"And, what is it, actually?" Haechan kembali mengernyit.

"Semua orang punya masa lalu mereka masing-masing," Carmen menghentikan mobil mereka di samping trotoar. "Unfortunately, Mark got the bitter one."

"Apa maksudnya?"

Kalau ingin opini jujur dari Haechan, semua perkataan Carmen ini jauh lebih sulit dimengerti ketimbang ketika dia dihadapkan dengan seratus butir soal matematika.

"He's been struggling a lot through the past hard times," Carmen menatap Haechan dengan tatapan yang sulit diartikan. "Please, love him with all of your heart, Haechan. He deserves to be lovedㅡhe always do."

Haechan sampai saat ini masih tetap tidak bisa mengerti apa maksud sebenarnya dari perkataan Carmen. Apa tujuan saudari Mark itu mengatakan demikian? Kalau Mark memang memiliki masa lalu yang buruk, lantas mengapa? Haechan juga punya masa lalu yang buruk, 'kok. Lalu, apa masalahnya?

Ketika menatap manik yang persis dengan milik Mark, Haechan kembali dihanyutkan ke angan-angan. Carmen nampak takut, cemas, tetapi Haechan menemukan sebuah titik terang berupa harapan yang besar di matanya. Siapapun, tolong jelaskan, apa ini? Haechan mendadak bodoh seketika.

Kendati demikian, dia punya tanggung jawab untuk tidak membuat Carmen kecewa atas harapan besarnya terhadap Haechan.

"I won't let you down, Carmen."

obeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang