Happy reading!
*****
Anye menutup pintu kamarnya dan duduk di pinggiran ranjang yang semalam ia tempati. Ia mengamati desain kamar ini penuh dengan nuansa monokrom khas pria. Anye memilih kembali ke kamar membiarkan Rayan dan Chandra mengobrol di ruang tamu, toh ia juga tidak memilki kepentingan disana, mereka pasti sedang membicarakan pasal pekerjaan.
Anye yakin setelah ini Rayan pasti akan bertanya mengenai kejadian semalam. Anye menghela nafasnya berat, ia malu kalau harus menceritakan kejadian memalukan semalam. Ia takut Rayan akan merasa jijik padanya. Meskipun Juan tidak berhasil melakukan hal bejat itu tapi tetap saja Anye takut Rayan akan menjauhinya.
Tak terasa setetes air mata jatuh di membasahi pipinya, Ia masih terguncang dengan kejadian semalam. Ia tidak bisa membayangkan jika Juan berhasil melakukan hal bejat itu apa yang akan terjadi dengan Anye sekarang. Pintu kamar Anye dibuka, Anye buru-buru menghapus air matanya.
Rayan masuk dan mengambil posisi duduk di sebelah Anye. Rayan menghembuskan nafasnya berat, mengarahkan perhatiannya penuh pada gadis di sampingnya itu, "Boleh saya bertanya?"
Anye mengangguk mengiyakan, ia akan jujur pada Rayan sekarang. Walaupun setelah ini mungkin Rayan akan jijik padanya dan mungkin akan langsung mengusirnya saat ini juga.
"Semalam apa yang terjadi?" Rayan berkata dengan tegas seketika membuat nyali Anye jadi ciut.
"Anye meremat jari-jari tangannya gugup menghembuskan nafasnya pelan, "s-saya hampir di perkosa."
"Brengsek." Rayan tidak bisa menahan emosinya ia bersumpah akan mengahajar orang itu dan menjebloskannya ke dalam penjara.
Anye yang melihat Rayan seperti ini tidak kuasa menahan air matanya, ia menunduk semakin dalam dan mengeratkan jemarinya.
Rayan yang sadar sikapnya ini telah membuat Anyelir takut langsung menormalkan ekspresi wajahnya. "Siapa orangnya." Rayan menjaga nada suaranya sepelan mungkin.
Namun nihil Anye bungkam tidak merespon pertanyaannya, gadis itu masih menunduk dan memaikan jari-jari tangannya.
Rayan menyentuh dagu Anyelir dan mengarahkan agar gadis itu menatap wajahnya. Rayan menghapus air mata Anyelir dengan ibu jarinya menatap mata Anyelir selembut mungkin agar gadis itu tidak merasa Rayan sedang marah.
"Kasih tahu saya siapa orangnya."
Anye luluh diperlakukan demikian oleh Rayan dengan terbata-bata ia memberi tahu Rayan, "Juan. Teman kampus saya."
Oke Rayan akan segera melempar si brengsek itu ke dalam penjara. Ia tidak akan membiarkannya lepas dengan mudah, si brengsek itu harus mendapat balasan yang setimpal.
"Saya akan pastikan dia mendekam di penjara." Rayan begitu mantap mengucapkannya, ia tidak main-main dengan perkataannya itu. Ia akan memastikan secepat mungkin Juan segera mendekam di penjara.
"Tapi saya takut." Anye berkata dengan lirih.
"Saya akan melindungi kamu. Saya tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi lagi." Rayan menatap dalam ke bola mata Anyelir, ia mengelus pelan rambut gadis itu yang terurai.
"Selama kamu bersama saya, akan saya pastikan kamu baik-baik saja."
"Saya gak mungkin terus bersama kamu." Biar bagaimana pun Rayan tidak mungkin 24 jam terus berada di sisinya.
"Menikahlah dengan saya."
Anye terbelalak tidak percaya, ia tidak salah dengar kan? Rayan mengajaknya apa tadi? Menikah?
"Jangan bercanda saya gak suka?"
"Saya tidak sedang bercanda Anyelir saya serius. Saya ingin selalu berada di dekatmu saya ingin melindungi kamu saya mau ketika saya bangun dan tidur kamu berada di samping saya."
Anye gugup sekarang tangannya menjadi dingin dan jantungnya berdetak keras. Rayan terlihat sungguh-sungguh mengucapkannya. Tidak ada keraguan sedikitpun dari ucapannya.
"Saya sudah berumur 28 tahun bukan waktunya untuk main-main saya serius ingin menjadikan kamu istri saya. Saya mau membangun rumah tangga bersama kamu dan membesarkan bersama anak-anak kita nantinya."
Anye meneteskan kembali air matanya, "Tapi kamu gak cinta saya."
Rayan tersenyum geli mendengar penuturan gadis itu, sekali lagi ia menghapus air mata yang membasahi pipi Anyelir, "Apa sikap saya selama ini tidak menunjukan bahwa saya mencintai kamu?"
Anye menggeleng pelan, "saya gak tahu."
"Dengar, saya memang dulu sempat tidak menyetujui permintaan ibu dan ayah untuk menikahi kamu tapi seiring waktu ketika saya mengenal kamu lebih dalam saat itu saya tidak sadar kamu telah menarik seluruh perhatian saya. ketika kamu membatalkan pernikahan kita disitu saya baru sadar saya telah kehilangan kamu. Dan sekarang saya tidak mau lagi melepaskan kamu untuk ke-dua kalinya."
Rayan menjelaskan panjang lebar agar Anyelir mengerti apa yang sebenarnya ia rasakan. Ia sudah membuang jauh semua egonya hanya agar gadis itu percaya bahwa dia memang membutuhkan Anyelir.
"Apa saya boleh percaya?" Anye mengerjapkan matanya yang masih basah karena air matanya tidak mau berhenti keluar.
Rayan gemas dengan Anyelir saat ini, ia mengacak pelan rambut gadis itu.
"Kamu memang harus percaya. Jadi mau kan menikah dengan saya?"
Anye menutup wajahnya dengan kedua tangannya ia malu sekarang. Seketika ketakutan dan kesedihan yang tadi dirasakannya menguap entah kemana.
"Jawab saya Anyelir." Rayan tidak sabaran.
Masih sambil menutupi wajahnya Anye mengangguk malu-malu dan membuat Rayan tersenyum bahagia. Rayan menarik Anye ke dalam pelukannya meluapkan rasa bahagia yang menghinggapinya. Rayan berjanji akan membuat Anye bahagia mulai sekarang.
Rayan tidak akan membiarkan gadis itu sendirian menanggung luka hidupnya. Setidaknya Rayan akan mencoba membayar kesedihan gadis itu selama ini dengan kebahagiaan yang akan ia berikan.
"Saya gak sabar ingin cepat-cepat nikahin kamu. Apa besok pagi saja kita menikah."
Anye memukul dada Rayan, "Ngaco."
Rayan justru terkekeh melihat Anye merajuk seperti itu.Anye ingin bahagia ia mau bersandar pada Rayan ia mau bahagia bersama laki-laki itu. Anye harus mencoba bersama Rayan apapun resiko maupun konsekuensinya ia harus tetap mencoba. Anye mengeratkan pelukannya pada pinggang Rayan mencari posisi senyaman mungkin dan menghirup feromon yang keluar dari tubuh Rayan.
Rayan saya mencintai kamu.
****
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
ANYELIR
General FictionRayan menghela nafasnya berat, dia juga bingung dan merasa bersalah di waktu bersamaan. "saya Rayan, Narayan Airlangga. Saya tahu ini bukan suasana yang pantas untuk berkenalan. Satu yang harus kamu tau saya nggak akan lari dari tanggung jawab". "Sa...