Happy Reading ❤
*****
"Saya tunggu progresnya dan untuk bagian teknis saya minta laporannya sudah ada di meja saya besok pagi." Rayan memang terkesan dingin dan berwibawa saat sedang memimpin rapat. Namun kali ini ia terlihat tidak bersemangat dan ingin segera mengakhiri rapat yang membosankan ini.
"Saya cukupkan pertemuan kali ini dan selamat siang." Rayan segera mengambil berkasnya dan bergegas meninggalkan ruangan tersebut.
"Pak tunggu. Cepet amat jalannya." Chandra berusaha mensejajarkan langkanya dengan Rayan. Jika sedang berada di hadapan karyawan yang lain Chandra memang memanggil Rayan dengan embel-embel ‘Pak’ karena Rayan merupakan atasannya.
Sementara itu Rayan tidak menggubris Chandra yang ada disampingnya, hari ini ia benar-benar berada di bawah mood yang tidak baik untuk diajak becanda.
"Ngapain lu ikut masuk ke ruangan gue? Balik kerja sana!" Rayan mengusir Chandra dari ruangannya. Sementar itu yang diusir dengan tidak tahu diri malah duduk santai di sofa yang disediakan di ruangan tersebut.
"Hehe gue tau lo lagi ada masalah dari tadi di ruang rapat muka lo asem banget. Kenapa? Masalah kerjaan?"
Rayan mendengus mendengar ejekan Chandra enak saja wajahnya dibilang asem.
"Bukan." Jawab Rayan singkat."Terus?"
Rayan menghela nafasnya frustasi, ia memang butuh teman bicara saat ini.
"Gue kemarin nemuin Anyelir?" Rayan membuka jasnya karena merasakan panas padahal AC di ruangannya sudah cukup dingin.
Chandra menegakan tubuhnya karena merasa tertarik dengan apa yang akan disampaikan oleh Rayan.
"Ngapain lagi lu nemuin dia. Bukannya lu bilang udah gak peduli lagi" Sindir Chandra.
Sementara itu Rayan hanya diam mendengar omongan Chandra. Munafik memang dirinya ini, dulu ia bersikeras tidak mau mengakui bahwa ia peduli pada Anyelir.
"Anyelir menghindari gue."
"Terus kenapa? Nyesel kan lo sekarang." Chandra bukannya menghibur malah semakin memojokan Rayan. teman macam apa Chandra ini?
Rayan tidak mungkin mengatakan bahwa Anyelir menghindar karena Rayan memeluknya bisa-bisa Chandra malah meledeknya.
"Ray, gue kenal lo bukan setahun dua tahun. Gue kenal lo dari kecil jadi gue tau gimana lo. Jujur sama diri lo sendiri Ray kalo lo sayang sama Anyelir ya perjuangin Ray. Jangan selalu melihat terus ke belakang." Chandra memang sering becanda dan tidak pernah serius tapi kalau urusan hati dia nomer satu. Tidak seperti Rayan payah dalam memahami perasaannya sendiri.
"Gimana caranya? Dia aja terus ngehindari." Rayab dengan wajahnya polosnya.
Chandra mendengus kesal dengan orang di depannya ini, ingin sekali ia membenturkan kepala Rayan ke tembok. "Umur lo udah tua masa masalah ginian harus nanya caranya ke gue."
"Pantesan aja Airin lebih milih Juna dari pada lo. Sekarang gue tahu alasan Airin ninggalin lo karena lo gak bisa berjuang. Karena Juna tau gimana caranya berjuang buat dapetin Airin gak kaya lo?" Chandra misuh-misuh.
"Sialan. Gak usah bawa-bawa Airin juga." Rayan melempar bolpoin ke arah Chandra untungnya dengan sigap Chandra bisa menghindar.
****
Sore ini keadaan café tempat Anye bekerja sedang ramai-ramainya pengunjung, tidak ada waktu untuk bersantai sedikitpun.
Anye sejak tadi mondar-mandir mengantarkan pesanan ke meja pelanggan untuk minum sejenak pun sangat sulit karena ramainya pelanggan. Sejak pulang kuliah ia langsung bergegas ke café dan langsung bekerja tidak ada jeda untuk beristirahat sejenak.
"Nye, tolong anterin ke meja pojok deket jendela yah gue mau pipis dulu gak nahan?" Dea, rekan kerja Anye meminta tolong. Anye yang sedang bersiap untuk mengantarkan pesanan yang lain pun mengiyakan.
"Oke, abis ini aku anterin." Anye pun membawa nampan berisi pesanan pelanggan dan meletakannya di meja tidak pula menambahkan senyum manis dan ucapan selamat menikmati.
Selesai mengantarkan pesanan tadi Anye lalu membawa pesanan berikutnya yang tadi di suruh oleh Dea. Anye membawa pesanan tersebut ke meja pojok di dekat jendela disana ada beberapa siswa SMP dan Anye mengenal salah satunya.
"Kak Anye" Lili memekik kaget melihat Anye memakai seragam pelayan dan membawakan pesanan mereka. Gadis kecil itu membulatkan matanya tidak menyangka akan bertemu dengan Anye di tempat ini.
Anye seperti kucing yang tertangkap basah saat ini ketahuan bekerja di sini oleh Lili. Anye mencoba bersikap biasa saja di depan Lili.
"Lili kenapa gak ganti baju dulu kalo mau main?" Tanya Anye mencoba bersikap biasa saja.
"Kak Anye kerja disini?" Lili malah mengabaikan pertanyaan Anye dan balik bertanya. Sementara itu tiga teman Lili hanya memandang bingung adegan kakak beradik di depannya ini.
Iya" jawab Anye.
"Kok bisa sih kak?" cecar Lili penasaran.
"Nanti kakak jelasin. Udah yah kakak harus nganterin pesenan yang lain." Anye mengangguk dan tersenyum ke arah teman-teman Lili yang dari tadi melihat adegan pertemuan dirinya dengan Lili. Teman-teman Lili pun ikut mengangguk dan tersenyum sebagai ungkapan keramahan.
"Kaaak" Lili menahan agar Anye tidak buru-buru pergi tapi Anye segera menghindarinya.
Sekarang Anye bingung apa yang harus dia jelaskan pada Lili. Masa iya Anye harus bilang kalau ia kekurangan uang karena mama tirinya. Nanti yang ada Lili malah mengadu pada papa dan Anye tidak mau sampai papa bertengkar dengan mama tirinya.
Anye tidak mau lagi mereka terus menerus ribut karena dirinya. Anye tidak mau terus menerus menjadi sumber masalah di keluarga mereka. Anye sadar posisinya di keluarga mereka, apalagi setelah tante Sarah memberitahukan semuanya.
Ah Anye melupakan satu lagi, Haikal. Jangan sampai Haikal tahu keadaan Anye saat ini. ia tidak mau mengganggu studi Haikal saat ini. apalagi sebentar lagi kakanya itu akan segera lulus, Anye tidak mau membebani Haikal.
Anye harus segera berbicara dengan Lili agar gadis itu tidak mengatakan apapun pada Haikal maupun papanya.
****
Saat ini keadaan Cafe sudah mulai sepi. Sejak tadi Lili masih berada di tempatnya sejak tadi teman-temannya sudah lebih dulu pulang. Anye duduk di depan Lili saat ini siap untuk menjelaskan kepada adiknya itu.
"Kenapa kakak harus bekerja disini?" Tanya Lili to the point.
Anye meringis mendengar pertanyaan Lili, "Buat ngisi waktu luang aja" bohong Anye.
"Bohong." Lili mendecak tidak percaya.
"Kakak gak bohong. Kakak kerja juga part time gak full time. Lili janji yah jangan kasih tau siapa-siapa kakak kerja apalagi Kak Haikal jangan sampai tahu." Anye mencoba membujuk Lili.
Lili merengut tidak suka "Lili mau kasih tau kak Haikal."
"Yah jangan dong. Pokoknya Papa, kak Haikal dan Tante Rianti gak boleh tahu. Yah please kali ini aja Lili diam yah."
"Tapi Lili gak suka kakak harus capek-capek kerja gini" sorot mata Lili menjadi sendu.
"Kakak gak papa justru kakak malah seneng bisa dapet temen baru bisa dapet pengalaman baru." Anye tersenyum meyakinkan Lili, ia tahu saat ini adiknya itu hanya mengkhawatirkan dirinya.
"Kak pulang yah?" mata gadis itu memelas seakan memohon dengan sangat agar Anye pulang ke rumah.
Anye sudah bertekad tidak akan pulang ke rumah kecuali jika memang dalam keadaan yang benar-benar mengharuskannya pulang.
Anye tidak siap harus bertemu dengan papa setelah tahu seperti apa papanya itu. Tidak bisa dipungkiri Anye sedikit membenci papanya setelah apa yang papa perbuat terhadap mama dan dirinya.
*****
TBC
Terima kasih atas bintang dan komenanya ❤

KAMU SEDANG MEMBACA
ANYELIR
General FictionRayan menghela nafasnya berat, dia juga bingung dan merasa bersalah di waktu bersamaan. "saya Rayan, Narayan Airlangga. Saya tahu ini bukan suasana yang pantas untuk berkenalan. Satu yang harus kamu tau saya nggak akan lari dari tanggung jawab". "Sa...