Hallo apa kabar?
Cus langsung baca!
****
Anyelir memandangi Bianglala besar di depannya itu. Ia tersenyum mengingat banyak kenangan yang mengalir di fikirannya. Rasanya sudah lama sekali gadis itu tidak mengunjungi tempat ini. terakhir Anyelir mengunjungi Dufan 4 tahun yang lalu sebelum Haikal pergi ke Singapura.
“Mau naik itu?” Rayan yang datang dari arah belakang menunjuk ke arah pandang Anyelir yang sedang melihat ke arah bianglala raksasa di depannya.
Rayan tadi izin ke toilet dan meninggalkan Anyelir sendirian. Tapi tidak lama kemudian laki-laki itu segera kembali.
“Hu'um” Anyelir mengangguk dengan antusias, matanya berbinar cerah seperti anak kecil yang baru dibelikan mainan.
Rayan mendengus geli, gadis ini kenapa sangat menggemaskan? Rayan tidak tahan untuk mengusap rambut Anyelir yang tergerai sedikit berantakan karena tertiup angin.
Namun Rayan sadar akan kebodohannya itu, ia melihat Anyelir menegang karena sentuhannya itu.
Anyelir mendongak menatap Rayan dengan tatapan heran.
Rayan merasa canggung karena sikapnya itu buru-buru melepaskan tangannya dari rambut Anyelir.Rayan berdehem menghilangkan kecanggungan diantara mereka “Ayo!” Rayan berjalan terlebih dahulu meninggalkan Anyelir yang masih mematung keheranan.
Beruntunglah antrean di wahana ini tidak terlalu padat sehingga Rayan dan Anye tidak perlu berlama-lama menunggu.
“Mas, boleh berdua saja?” Rayan sedang mencoba bernegosiasi dengan petugas penjaga.
Anyelir yang berada di belakang Rayan tersenyum senang mendengar Rayan meminta kepada petugas agar hanya dirinya dan Rayan saja yang mengisi gondola. Peraturannya memang 1 gondola harus diisi lebih dari 2 orang. Tapi berhubung antreannya sepi semoga saja petugas itu mengizinkan.
Petugas tersebut pun mengangguk karena dilihatnya antrean lumayan sepi. Mungkin karena masih pagi jadi belum banyak orang yang akan menaiki wahana ini.
Biasanya Anye dan Haikal menaiki bianglala ini ketika menjelang senja karena ingin melihat matahari terbenam dan melihat keindahan Teluk Jakarta dari atas.
Anyelir melihat pemdangan dari atas yang menurutnya sangat indah, rambutnya sedikit berantakan karena tertiup angin. Beruntunglah cuaca sedang mendung jadi mereka tidak kepanasan. Mereka duduk berhadapan namun Anyelir asyik melihat pemandangan di bawah sana, sedangkan Rayan malah memandangi Anyelir.
“Segitu senangnya kamu naik bianglala?” Rayan masih memandangi Anyelir.
Anye mengangguk, “Setiap libur sekolah kak Haikal sering mengajak saya kesini.” Tatapan mata Anye menjadi sendu.
“Kalian berdua sangat dekat?” Rayan merasa penasaran sedekat apa hubungan kakak beradik itu. Rayan juga memiliki seorang kakak perempuan, tapi ia tidak sedekat itu dengan kakaknya. Tidak seperti Anyelir dan kakaknya.
“Ya. Meskipun kami beda ibu. Tapi kak Haikal sangat menyayangi saya. Dia tidak pernah membedakan saya maupun Lili, karena baginya kami berdua sama-sama adiknya yang harus dilindungi.” Anyelir terlihat bahagia menceritakan kakaknya itu.
“Pantas saja dia tidak menyukai saya.” Rayan terkekeh mengingat betapa bengisnya Haikal kepada dirinya.
“Jangan diambil hati, dia sebenarnya baik kok."
“Tempat ini pasti juga menyimpan kenangan berharga bagi kamu?” Rayan kembali bertanya.
Anye kembali menerawang ke masa kecilnya, “dulu setiap libur sekolah papa selalu mengajak kami berlibur ke Dufan. Karena papa orang yang sangat sibuk beliau hanya bisa mengajak kami liburan di sekitar Jakarta saja. Tapi mama tiri saya tidak pernah membolehkan saya ikut.” Anye tersenyum miris matanya masih menerawang.

KAMU SEDANG MEMBACA
ANYELIR
General FictionRayan menghela nafasnya berat, dia juga bingung dan merasa bersalah di waktu bersamaan. "saya Rayan, Narayan Airlangga. Saya tahu ini bukan suasana yang pantas untuk berkenalan. Satu yang harus kamu tau saya nggak akan lari dari tanggung jawab". "Sa...