Bab 14|Kejutan dari Septi

3.7K 151 23
                                    

"TIWI ....." Affan berteriak menyebut namaku.

"APA .....?" aku membalasnya dengan teriakan.

Mata Affan dengan tajam melihat ke arahku, seperti anak panah yang sedang difokuskan untuk menembak seekor merpati.

"TIWI ....." Affan berteriak menyebut namaku.

"APA .....?" aku membalasnya dengan teriakan.

Mata Affan dengan tajam melihat ke arahku, seperti anak panah yang sedang difokuskan untuk menembak seekor merpati.

"Berhenti atau ...." Ia menekan setiap suku kata yang keluar dari bibirnya.

"Atau apa, hah?" Aku balik menantangnya. Ia ingin mengancamku? Tidak akan pernah berhasil.

Aku bosan melihatnya terus. Jadi kualihkan pandangan ke arah lain.  Saat itulah, kurasakan hentakan kuat di lengan kananku, memberikan efek nyeri yang cukup besar. Dalam waktu kurang dari dua detik, tubuhku sudah berada dalam kungkungan lengan kekarnya

"Kamu mulai berani sama aku?" Suaranya begitu lembut, disertai deru napas yang hangat menerpa wajah memberikan efek yang dahsyat bagi jantung.

"Kakak mau apa?" Aku menggeram kesal, sembari memaksa lengannya terlepas dari tubuhku. Namun, dia malah mengeratkan jemarinya di pinggang kecilku.

"Kamu beneran mau nanya aku mau apa?" Tanpa memedulikan pemberontakan yang kulakukan, dia meletakkan dagunya di atas pundakku.

"Kakak mau apa? Membunuhku? Silakan saja! Aku akan menghantui kakak nanti!" ucapku secara asal.

"Kamu ini pembangkang sekali." Tangannya berpindah ke punggung, semakin menekan tubuhku menempel padanya.

"Lepaskan, atau aku akan ...."

Cup

Tubuhku kaku seketika, saat benda kenyal menyentuh kulit bibirku.

"Aish! Apa yang kakak lakukan?" Tanganku beralih memukul dadanya.

Cup

"Diam atau aku akan menggigit bibirmu!"

Aku menutup bibir menggunakan telapak tangan.

"Dasar omes!"

Bukannya kesal, dia malah tertawa keras. "Biarin. Yang penting sama istri sendiri."

Affan memutar tubuhku hingga membelakanginya. Dagunya berada tepat di atas pundakku. Kami sama-sama memandang ke arah cermin yang cukup besar.

"Cukup, Sayang. Cukup satu malam kamu buat aku stres karena tidak pulang. Mulai sekarang, aku akan mengurungmu di kamar."

"Kalau kakak benar melakukan itu, aku akan menggigit bibir kakak, sampai lepas!" ancamku.

"Tidak masalah. Itu artinya kamu menyukai bibirku."

Malu sekaligus kesal, itulah yang kurasa. Jadi, kucubit kulit lengannya dengan tanganku yang bebas.

Bukannya marah, Affan malah tertawa. "Oke-oke, Sayang. Aku mau serius sekarang. Masalah Septi ...."

Perasaanku menjadi aneh mendengar nama wanita itu disebut oleh Affan. Aku bungkam mendengar penjelasannya.

Affan menjelaskan panjang lebar tentang apa yang dia lakukan ketika bertemu Septi.

"Aku hanya ingin membuat dia memahami bahwa sekarang keadaan sudah sangat jauh berbeda, aku dan dia sudah tidak mungkin lagi bisa bersama".

"Terus dia bilang apa?", aku penasaran dengan reaksi Septi.

"Dia terus menyalahkanku, ku akui memang aku salah. Tapi apa yang harus aku lakukan sekarang?" Nada suara Affan terdengar bergetar.

Aku Tak Bisa Memberimu Anak✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang