*****
Cahaya putih begitu menyilaukan. Aku harus memicingkan mata untuk menyesuaikan diri.
"Sayang ...." Suara Affan terdengar menyapa indra pendengar.
"Kak ..., kita ada di mana?" Aku memerhatikan sekitar. Hanya sebuah ruangan putih dengan benda-benda asing di sekitarku.
"Rumah sakit. Tadi kamu pingsan, dan anak kita ...."
Anak? Aku segera bangun dari posisi duduk sambil mengusap perut.
"Jangan bangun dulu, Sayang. Kamu belum sembuh total." Affan mendorong bahuku pelan agar aku kembali berbaring di atas brankar.
"Kenapa anak kita?" Aku menggenggam erat tangan Affan, tidak peduli jika lelaki itu akan kesakitan karena kukuku yang menancap di kulitnya.
"Nggak papa, Sayang ...." Affan mengusap puncak kepalaku dengan lembut. "Kamu dari mana tadi, hm?"
"Aku temani Septi nyari baju," jawabku sambil menunduk.
"Kenapa nggak minta izin dulu?"
"Aku nggak sempet ...."
Affan memijit pangkal hidungnya beberapa kali. Kamu cuman butuh waktu kurang dari 5 menit buat minta izin, Sayang. Kenapa bilang nggak sempet?"
"Aku ...."
"Mulai sekarang, kamu jangan keluar rumah tanpa izin aku. Kalaupun kuliah, aku yang akan antar jemput. Kalau ada Septi, nggak usah bukain pintu." Affan menyebutkan semua perintah tersebut dengan nada tidak terbantahkan. "Kamu tahu, Tiwi?" Affan menggenggam tanganku dengan lembut. "Kita hampir kehilangan dia, karena kamu terlalu kelelahan. Aku sudah menanti kedatangan anak kita ini sejak lama. Tolong jaga baik-baik."
Ternyata selama ini Affan telah menantikan bayi kami ini, dia begitu mendambakan seorang anak. Mungkin saja karena umurnya yang tidak lama lagi berkepala tiga itu membuat jiwa kebapak-bapakannya mulai muncul. Bagaimana denganku? Sebenarnya aku belum terlalu menginginkan anak ini, aku masih ingin fokus dengan kuliahku yang masih semester awal. Tetapi melihat Affan yang sangat menginginkan bayi ini, akupun menjadi menginginkannya. Aku berharap bayi ini bisa menambah kebahagiaan dalam ikatan pernikahan kami.
Sebenarnya aku ingin menolak ajakan Septi kemarin, karena dokter telah menyuruhku untuk beristirahat. Tetapi aku ingin memastikan bahwa sebenarnya dia memang sudah akan menikah sehingga tidak ada lagi yang mengganggu rumah tanggaku dan Affan.
Tetapi wanita itu sepertinya memang sengaja membuatku sibuk agar aku menjadi kelelahan dan nyaris kehilangan bayi ini. Sebenarnya apa yang diinginkan wanita itu? dia tidak pernah senang melihat rumah tanggaku dan Affan dan belum merasa puas jika aku dan Affan masih terus bersama.
Ah, wanita itu memang sangat aneh. Begitu besar cintanya pada Affan namun dia tak mendapatkannya. Mungkin rasa kecewanya sangat besar karena lelaki yang sangat dia cintai ini ternyata berjodoh dengan orang lain. Tapi bukankah jika kita melihat orang yang kita cintai itu bahagia maka kitapun akan ikut bahagia melihatnya, walaupun tidak memilikinya. Cinta tidak harus memiliki dan tidak bisa dipaksakan. Cintamu kepada sesama manusia akan dikalahkan oleh cinta penciptamu kepadamu. Mungkin itulah kata-kata yang bisa memotivasi dia untuk menghilangkan perasaannya pada Affan.
****
Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 15:30, Affan belum juga kembali kembali ke sini sejak pamit pulang ke rumah 2 jam yang lalu. Aku memang sangat bodoh, mengapa aku mengikuti wanita itu. Seandainya kemarin jika aku tak mengikutinya maka hari ini aku bisa berkumpul bersama teman-temanku untuk menerima pelajaran di kampus dan tidak menyibukkan Affan untuk menjagaku seperti ini.Ibuku pasti akan memarahiku jika mengetahui masalah ini, bisa jadi marah karena aku telah menyibukkan Affan atau karena telah hampir membuat mereka kehilangan cucu pertamanya. Menurutku, usia pernikahanku ini terbilang cukup cepat untuk mendatangkan anak. Karena ada beberapa artikel yang telah kubaca bahwa tidak sedikit orang yang hamil ketika usia pernikahannya telah berusia bertahun-tahun, bahkan ada yang sampai 10 tahunan. Anak memang rezeki, rezeki yang sangat indah. Yang jika kita merawat dan mendidiknya dengan baik maka merekalah yang akan menuntun kita menuju surga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Tak Bisa Memberimu Anak✔
Любовные романыMenikah muda di umur 17 tahun karena perjodohan adalah hal yang tak pernah terbersit di dalam fikiranku. Aku adalah Zeinida Pratiwi Zahman, gadis desa yang baru saja lulus sekolah menengah atas yang akan melanjutkan kuliah di kota Makassar dengan be...