Bab 18

3.8K 147 24
                                    

Septi akan menikah? Septi. Akan. Menikah? Haruskah aku sujud syukur sekarang?.

"Eh besok nggak ada jam kuliahkan?" Affan mengagetkanku yang sedari tadi senyam-senyum.

"Nggak ada."

"Berarti kita kontrolnya pagi ya, kebetulan kakak ada meeting agak siang gitu" Affan mencium perutku yang belum terlalu besar.

"Siap bos!"

****
Begitu banyak ibu-ibu diruangan berwarna putih ini yang sedang menunggu nomor antriannya dipanggil, ada yang perutnya udah segede bola, ada pasangan muda yang sepertinya lebih muda dariku namun perutnya udah gede, ada ibu-ibu yang perutnya udah gede sambil ngegendong anaknya yang berumur sekitar 2 tahun. Eh dan aku? Mungkin diruangan ini perutku yang paling kecil.

"Antrian biru nomor 36!" Itu nomor antrianku.

Aku dan Affan menuju ruangan berwarna putih bercampur pink itu. Seorang dokter wanita berkacamata berusia sekitar 40 tahun terlihat duduk dikursi besar dengan jas putih dan stetoskop yang dikalungkan dilehernya, di sampingnya ada seorang wanita muda berdiri sambil memegang buku dan polpen, sepertinya itu asistennya.

"Mariki duduk"
("Silahkan duduk.") Ucap dokter berkacamata itu.

"Iya, terima kasih Dok." Aku dan Affan duduk di kursi plastik berwarna hijau yang berhadapan dengan dokter itu, kami hanya terpisah oleh meja kerja dokter itu.

"Dengan ibu siapa?"

"Ibu Tiwi, Dok!" Jawabku sambil menyambut uluran jabat tangannya.

"Sehat-sehatki bu?"
("Ibu sehat?")

"Sehat Dok, cuma beberapa minggu ini sering mual dan pusing."

"Sudah pernahki periksa di sini?"
("Ibu sudah pernah periksa di sini?")

"Eh Belum Dok, cuma periksa pakai tespack dan dapat garis 2!" Jawab Affan yang melihatku sedang meliriknya, karena aku lupa nama alat tes kehamilan itu.

"Sini bu Tiwi, diperiksa dulu!" ucap asisten dokter itu.

Aku berbaring di sebuah ranjang pasien dengan sprei dan sarung bantal berwarna putih, didepanku ada sebuah monitor. Aku melihat seorang bayi dimonitor itu, sepertinya itu bayi ibu yang diperiksa sebelum aku dan si dokter belum merefresh komputernya.

"Bisa kita angkat bajuta bu?"
"Bisa angkat baju ibu?" Asisten dokter itu tersenyum padaku.

"Iya" aku menaikkan bajuku.

Dokter mendekatiku dan menggosokkan cairan di bagian perutku. Lalu ada sebuah alat putih yang ia tekan dan digerakkan ke kiri dan ke kanan pada bagian yang telah ia gosokkan cairan tadi.

Aku terharu melihat bayiku yang muncul dimonitor itu, ya rabb bayiku sangat lucu.

"Sudah 6 minggumi ini umur kandunganta bu" ucap ibu dokter yang masih fokus melihat ke arah monitor dan asistennya yang disampingnya sibuk mencatat apa yang ia katakan.

Tak lama kemudian dokter mengangkat alat yang sedari tadi digerakkan di bagian perutku itu.

"Sudah bu" asisten dokter itu membantuku bangun.

Aku kembali duduk di samping Affan. Affan sangat serius melihat sosok bayinya yang muncul di monitor yang ada di depannya, aku menyikutnya dengan sikuki.

"Apa kegiatanta sehari-hari bu?" Tanya dokter berkacamata itu.

"Kuliah Dok."

"Kalo bisa janganki terlalu capek bu, karena ini masih trisemester pertama." Wanita itu terlihat memperbaiki posisi kacamatanya yang tadi terlihat seperti kaca pipi, aku menahan tawaku.

Aku Tak Bisa Memberimu Anak✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang