Bab 6 | Belajar Mencintai

3.9K 166 0
                                    

"APA YANG KAU LAKUKAN PADAKU" aku berteriak histeris dan membuatnya terbangun.

Affan membuka mata dan menarik tangannya yang melingkar di pinggangku, dia menyampingkan tubuhnya dan membelakangi aku lalu kembali memejamkan matanya. Tak ada satu katapun yang terucap dari bibirnya.

"Apa yang kulakukan ini terlalu berlebihan dan membuatnya tidak nyaman denganku ?" fikirku yang tiba-tiba merasa bersalah dan iba padanya.

"Kak ?" Aku memberanikan diri untuk memanggilnya, aku harus meminta maaf atas sikap yang berlebihan tadi.

Lama dia tidak menjawab, rasa bersalah semakin besar melanda diriku.

"Kak Affan, Tiwi minta maaf" ucapku sambil tertunduk dan berharap dia mau memaafkanku.

Dia bangun dan duduk diatas ranjang, kami saling berhadapan.

"Tiwi, saya yang salah karena tidak minta izin untuk memeluk kamu" ucapnya sambil memegang tanganku.

"Tiwi minta maaf kak, sudah banyak membuat kakak tersiksa" ucapku sambil menatapnya. Jantungku berdegup kencang. "Ada apa ini?" Batinku.

"Tiwi mau kakak tidak tersiksa?" Tanyanya sambil menatapku lekat seperti ingin tahu apa yang ada di dalam fikiranku, wajahnya terlihat sangat serius, aku menganggukkan kepalaku.

"Tiwi harus bantu kakak melupakan Septi" sambungnya sambil memegang pipiku. Sikapnya ini tiba-tiba membuat aliran darahku seperti berhenti. Entah perasaan apa namanya ini.

Aku harus membantunya melupakan Septi agar dia tidak akan menceraikanku.
Aku tak ingin cita-citaku berhenti disini hanya karena dia menceraikanku.

"Iya kak akan Tiwi bantu, tapi bagaimana caranya?" Tanyaku padanya begitu bersemangat

"Jadilah istri yang baik Tiwi, kita sama-sama belajar untuk saling mencintai" aku terdiam mendengar ucapannya rasa malu kian membuncah ketika memikirkan sikapku beberapa hari ini pada Affan. Aku bukanlah istri yang baik.

"Gimana wi? Bisakah?" Tanyanya sambil mengangkat wajahku agar bisa melihat wajahnya. Aku mengangguk pelan.

Kami saling bertatapan lalu tiba-tiba dia mendekatkan wajahnya ke dekat wajahku kemudian bibirnya mendarat ke bibirku, "apa ini, kenapa jantungku sepertinya berhenti berdetak?" Tanyaku dalam hati. Aku tak mampu melihatnya, aku menutup mataku.

Allahu Akbar...Allahu Akbar...

Adzan subuh sontak mengagetkan kami berdua. Aku mendengarnya terus beristighfar.

"wi kamu bangunnya lambat sih" ucapnya sambil mencubit hidungku.

"Kenapa?"

"Aduhhhh Tiwi istiku yang paling manja dan paling polos pergilah ambil air wuduh"
Ucapnya sambil mencubit pipiku.

"Ihhhh sakit tau" kataku sambil berlalu meninggalkannya ke kamar mandi. Entah mengapa aku bahagia mendengarnya kembali memanggilku dengan sebutan "istri manja".

Kami bergantian untuk wuduh lalu kemudian sholat berjamaah, aku mencium punggung tangannya dan dia mencium keningku. Kali ini disujud terakhir dalam sholatku aku memohon agar bisa menjadi istri yang baik untuk Kak Affan, suamiku.

Jam 09:00 WITA aku dan Affan berangkat ke Kampus untuk registrasi. Sesudah registrasi aku harus mengisi beberapa formulir dan antrian untuk mengambil almamater dan topi universitas. Kak Affan ada urusan penting sehingga dia harus meninggalkanku mengisi formulir dan mengantri sendirian dan berjanji akan menjemputku siang nanti sebelum sholat dzuhur. Sebelum dia pergi aku mencium punggung tangannya dan dia mencium keningku, mulai hari ini itu adalah kebiasaan sebelum dan setelah kami bertemu.

Aku sangat gugup karena tidak seorangpun yang aku kenal ada dalam barisan antrian ini. Didepanku ada seorang wanita berjilbab ungu, postur tubuhnya lebih pendek dariku. Inginku mengajaknya berkenalan namun dia sepertinya sangat sibuk dengan benda pipih yang ada digenggamannya.

Dari semua orang yang ada di dalam ruangan ini, aku hanya ingin berkenalan dengannya. Entah kenapa alasannya, jikaku lihat sepertinya dia orang yang sangat asyik untuk kujadikan teman.

Lama aku menunggu sampai namanya dipanggil, namanya "Nania Faradillah Ode Badi", sangat panjang dan aku tertegun mendengarnya. "Mungkin dia dipanggil Nania" batinku. Namaku dipanggil setelahnya, setelah mengambil almamater dan topi aku mengejarnya.

Nania..... Nania..... aku meneriakinya seperti orang yang sudah lama kenal, Nania menghentihkan langkahnya dan menoleh dengan ekspresi bingung kearahku yang berlari menuju padanya.

"Hai Nania, kenalkan aku Tiwi" ucapku sambil mengulurkan tangan padanya.

"Nania" jawabnya singkat dan menyambut uluran tanganku.

"Senang berkenalan denganmu Nan, Aku mahasiswi baru program studi pendidikan fisika S1 " sambungku agar bisa lebih akrab dengannya

"Saya juga" jawabnya singkat, aku senang mendengarnya.

"Oh ya, bagus dong. Semoga nanti kita bisa sekelas ya" ucapku sambil tersenyum

"Oke roa, saya deluan dulu le. So ba tunggu temanku di depan" ucapnya. Ini ucapannya yang paling panjang setelah kami berkenalan.

"Namaku Tiwi nan, bukan roa" jelasku terhadapnya, mungkin dia salah mendengar namaku.

Dia tertawa "roa itu ucapan untuk teman le, itu bahasanya orang Palu" ucapnya sambil terus tertawa.

"Oh, orang palu toh" jawabku sambil senyam senyum mengingat salah pahamku.

"Yoi, saya deluan dulu le. Sampai ketemu besok Tiwi" ucapnya sambil berlalu dan melambaikan tanganku.

"Iya Nania, hati-hati di jalan yah" ucapku sambil membalas lambaian tangannya.

Sepeninggal Nania aku duduk di taman kampus untuk menunggu Affan, aku sudah mengirim pesan melalui via whatshapp kepadanya bahwa sekarang aku sedang di Taman kampus.

Sekitar 30 menit aku menunggu Affan sambil bermain game di Ponselku hingga akhirnya dia datang menghampiriku, tak lupa ritual cium punggung tangan dan kening ketika bertemu walaupun ditempat seramai ini tak apalah, namanya juga PENGANTIN BARU. Aku ingin menjadi istri yang baik untuknya, janjiku di dalam hati setiap saat aku mencium punggung tangannya itu.

"Kak, aku lapar" aku merengek pada Affan

"Ayo kita makan coto Makassar, kamu pasti belum pernah coba" ucapnya sambil memegang tanganku menuju mobil toyota yaris warna silver miliknya.

Kami berlalu menuju masjid terdekat untuk sholat dzuhur sebelum pergi ke warung yang menjual coto Makassar, betapa enak makanan ini makanan yang terbuat dari jeroan (isi perut) sapi yang dihidangkan dalam mangkuk dan dinikmati dengan ketupat dan buras.

Setelah mengisi perut, kami pulang ke rumah karena Affan sangat lelah katanya semalam kurang tidur karena banyak fikiran.

"Wi, Ayo sini" ajaknya sambil menepuk-nepuk bantal disampingnya seperti yang dia lakukan dihari pertama pernikahan kami.

"Ngapain, Tiwi masih mau cuci muka dulu" kataku sambil menolaknya secara halus

"Dek....." panggilnya sekali lagi tanpa memperdulikan apa yang baru saja kukatakan.

"Apa kak?" Jawabku terlihat kikuk

"Ayo kesini dulu" ucapnya sambil mengulurkan tangannya.

"Ayo tiwi katamu kamu mau jadi istri yang baik" gumamku didalam hati, tapi aku takut jika dia meminta haknya sekarang karena aku belum siap sepenuhnya

Pelan-pelan langkahku menuju ke arahnya lalu dia menarikku ke dalam pelukannya.

"Apa ini? Apa yang mau dia lakukan padaku siang-siang begini? Batinku ketakutan dan menjerit.

Bersambung

Aku Tak Bisa Memberimu Anak✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang