Embusan napas lelah terdengar oleh telingaku. Bibirnya masih bungkam untuk beberapa saat.
"Septi ...."
Aku menahan napas, saking inginnya mendengar berita ini dengan penuh keseriusan.
".... Dia tidak hamil."
Aku mengembuskan napas lega. Ucapan syukur terus keluar dari bibir.
"Adaji ini yang bermasalah, Fan. Cobamu liat ini!"
("Itu ada yang bermasalah, Fan. Kamu lihat ini!") Septi mengeluarkan kertas putih yang ia perlihatkan padaku tadi.Telingaku panas mendengar ucapannya itu. Dasar ular! Aku melangkah maju mendekati Septi. Dengan satu serangan, telapak tanganku berhasil mendarat dengan keras di pipinya.
Plak!!
Rasakan itu!
"Affan, lihat Tiwi ...."
Huh! Dia ingin melapor ternyata.
"Apaji lagi yang bermasalahkah? Nah memang belum pernahki begitu. Jang ko mengkhayal, Septi!"
("Apanya yang bermasalah? Aku sendiri belum pernah melakukan itu sama kamu. Kamu jangan halu, Septi!")Setelah mengatakan itu, Affan menarik lenganku, menyeret sedikit kasar.
"Kita mau ke mana, Kak?"
"Pulang. Sudah cukup kesabaran aku diuji hari ini."
*****
Usai sholat dzuhur berjamaah bersama Affan, aku segera menuju ke pembaringan. Tubuhku seperti remuk semua karena lelah setelah mengikuti integrasi dan ditambah lagi drama wanita yang sangat ingin memiliki suamiku itu."Sayang?" Kurasa sentuhan lembut Affan mendarat ke pipiku.
"Iya?" jawabku dengan mata terpejam, aku sangat mengantuk.
"Kita pindah rumah saja ya?"
"Eh, bagaimana Kak?" Aku memalingkan wajahku kearahnya, tiba-tiba rasa kantukku hilang mendengar perkataannya tadi.
Sejurus kemudian Affan memelukku, badannya terasa hangat. Ada apa dengannya?.
"Dek, aku sudah tidak mau menyakitimu lagi." kurasakan ia sedang menarik nafas panjang lalu melanjutkan perkataannya.
"Kita harus pindah ke tempat yang Septi tidak tau, agar dia tidak mengganggumu lagi. Aku tak tau apa yang akan dia lakukan setelah ini padamu." Suara Affan terdengar sangat lemah, aku membalas memeluknya.
"Iya kak, Tiwi akan selalu dukung apa keputusan Kakak."
"Besok kita pindah rumah ke perumahan yang kakak kerja 2 bulan yang lalu, masih ada beberapa rumah yang kosong disana jadi kakak ambil saja satu buat kita tinggali."
"Kapan kita pindah Kak?"
"Besok atau lusa!"
"Tapi aku ngampus besok dan lusa!"
"Nanti Kakak yang urus semuanya Sayang."
"Bukannya dirumah ini ada pijat plus-plusnya ya?" Aku melirik Affan dengan senyuman manjaku.
Mendengarkan perkataanku Affan langsung tertawa dan duduk diatas ranjang sambil menggelitik perutku, akupun ikut tertawa karena merasa geli.
"Pijatnya sekarang ya, plus-plusnya nanti malam" bisiknya dengan lembut dan mesra membuatku merasa terlena.
Dengan segala drama yang terjadi hari ini akhirnya aku dan dia bisa tertawa kembali.
****
Usai mengucap salam dua kali, aku langsung menoleh. Suara grasah-grusuh di belakang tubuh. Sambil melepas mukena, aku menghampiri Affan yang sibuk memasukkan beberapa barang ke dalam koper.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Tak Bisa Memberimu Anak✔
Storie d'amoreMenikah muda di umur 17 tahun karena perjodohan adalah hal yang tak pernah terbersit di dalam fikiranku. Aku adalah Zeinida Pratiwi Zahman, gadis desa yang baru saja lulus sekolah menengah atas yang akan melanjutkan kuliah di kota Makassar dengan be...