"GOLLLL!!" suara komentator membahana saat laki-laki bernomor punggung 24 membobol gawang lawan. Diikuti dengan suara penonton yang berteriak heboh sambil menggendang-gendang drum putih atau lebih tepatnya ember cat yang sudah habis isinya dan dialih fungsikan menjadi 'drum'.
Laki-laki yang diketahui bernama Rendy itu melakukan selebrasi dengan gerakan khasnya. Rendy merupakan salah satu pemain hebat selama pertandingan Festival. Bahkan untuk perolehan sementara, Rendy menjadi top score futsal Highschool Festival. Disusul dengan cowok bernama Pandu pemain dari tuan rumah dengan selisih 2 poin.
Vanya yang memang bertugas sebagai pencatat scoresheet langsung menambahkan poin untuk Rendy. Di samping tempat Vanya duduk, ada Arga yang berdiri sambil melipat kedua tangannya. Cuaca yang sangat panas membuat Arga menyipitkan matanya.
Tak terasa, Highschool Festival sudah berjalan 4 hari. Itu artinya besok adalah hari terakhir untuk pertandingan futsal. Lalu untuk perlombaan festival band dan fashion show akan diadakan di sekolah lain. Vanya sudah tak sabar untuk mengakhiri pertandingan futsal ini.
Saat pertandingan sedang berlangsung seru, Abra berjalan menuju ke tempat Vanya berada dengan tatapan lurus membuat Vanya salah tingkah. Abra terus berjalan sementara Vanya berusaha untuk berpura-pura tak perduli dengan melihat ke pemain-pemain futsal. Sesekali Vanya melirik kearah Abra yang masih menatap tajam kearahnya. Semenjak insiden hari itu, Vanya jadi malu untuk bertemu dengannya. Mengingat hari Vanya menangis di depannya saja membuat pipinya panas dan ingin menghantukkan kepalanya saja ke meja.
Ternyata Abra datang untuk bertemu dengan Arga yang berada di sampingnya. Abra tampak berbisik dengan Arga dilihat dari ekor mata Vanya. Tampaknya mereka berdua ada keperluan penting yang membuat Arga berjalan mendahului Abra setelah Abra membisikkan sesuatu kepadanya. Vanya memperhatikan punggung Arga saat dia pergi. Tiba-tiba sesuatu diletakkan ke kepala Vanya. Disusul dengan Abra yang pergi menyusul Arga. Vanya mengambil benda itu dan ternyata adalah topi. Sebuah topi putih dengan lambang brand terkenal yang sebelumnya dipakai Abra saat ia berjalan ketempat Vanya.
Dengan senang hati Vanya kembali memasangkan di kepalanya. Tapi kenyataan bahwa wajah tampan Abra semakin terpampang jelas membuat dia kesal. Ia tak rela cewek-cewek lain puas melihat Abra.
Ngomong-ngomong soal cewek, Vanya sudah tau siapa cewek yang ia lihat bersama Abra hari itu di rumah sakit. Ia adalah teman satu sekolah Abra bernama Olivia.
Hari itu, adik Abra membutuhkan darah karena terjatuh dari kamar mandi. Kenyataan bahwa golongan darah adik Abra mengikuti golongan darah ayah Abra yang sudah tiada dan sangat langka, jadi Abra meminta tolong kepada cewek itu untuk menjadi pendonor darah untuk adik Abra, Chika.
Diketahui, cewek itu sudah lama naksir Abra dan dengan senang hati ia mengiyakan permintaan Abra. Jeha bercerita pada keesokan harinya dan membuat Vanya awalnya kesal. Namun, Jeha menambahkan kalimat lagi bahwa Abra tak pernah membalas perasaan cewek itu membuat Vanya kembali tersenyum.
Dua menit lagi pertandingan selesai. Pastilah tim Rendy yang memenangkan pertandingan ini. 2 untuk tim Rendy dan 0 untuk tim lawan. Ah, sudahlah dari pada kalian panas-panasan di sana mending udahan, gerutu Vanya. Ya Rendy, you got it. Bermodal dengan wajah tampan dan jago –oh bahkan sangat jago- bermain futsal membuat cewek-cewek berlomba-lomba untuk menonton pertandingan futsal jika kamu yang bermain. Baguslah, berarti fans Abra berkurang.
Tak disangka, kurang dari semenit pertandingan berakhir Rendy kembali membobol tim lawan. Rendy, Rendy, Rendy. Kamu bintangnya hari ini. Vanya mengerdikkan bahu saat peluit berbunyi tanda pertandingan selesai. Ia langsung keluar lapangan dan langsung menuju kantin untuk membeli minuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe in MAGIC [FINISHED]
Teen FictionTentang dua orang manusia yang dipertemukan takdir bukan untuk bersatu, melainkan sebagai pemanis skenario Tuhan.