PART 16 : MENANGIS KARENA BAHAGIA ITU.. OMONG KOSONG

10 3 0
                                    

Pernahkan kalian merasakan tenggorokan kalian tercekat? Kalian ingin berteriak mengatakan sesuatu yang ada di dalam hati kalian tapi sesuatu itu tertahan di tenggorokan. Rasanya sakit. Tenggorokan dan dada kalian akan terasa sakit. Hidung kalian akan berair lalu juga mata kalian akan memanas. Kalian akan merasakan ingin menangis sekencang-kencangnya saat itu. Tapi Vanya tidak bisa. Ia tidak boleh menangis saat itu. Lihat, ayahnya sedang bahagia sekali. Ia tidak mungkin melakukan itu.

Pernahkah kalian?

Pernahkah kalian sekuat itu? menahan sesuatu di tenggorokan dan menahan tangisan. Pernahkah? Rasanya sakit sekali. Vanya ingin lari dari sana untuk menangis, ia ingin kabur dari situasi itu. Tapi ia juga tidak bisa, semua orang akan curiga kepadanya.

Kini bajunya sudah basah karena tetesan-tetesan air mata Vanya. Ia menangis dalam diam.

Beruntung saat itu ayah Vanya sedang fokus kepada tante Feby dan Chika hingga tidak menyapa Vanya sama sekali. Karena rasanya susah sekali bagi Vanya untuk menghentikan air matanya. Sungguh, ia sudah menahan sekuat tenaga. Tapi matanya kembali memanas entah kenapa.

Sementara di serong kanan Vanya, Abra sama diamnya seperti Vanya. Ia hanya mengaduk-aduk makanannya tanpa dimakan. Sesekali ia menatap gadis yang menunduk dalam itu dan setelahnya, ia menghela nafas.

Ia bukan lelaki bodoh yang tidak peka. Ia tahu gadis itu punya perasaan yang sama dengannya. Beberapa kali ia pernah melihat Vanya yang sedang melihat ke arahnya saat masa-masa menjadi panitia Highschool Festival. Ia juga menangkap wajah cemburu Vanya saat ia bersama dengan Olivia. Kemudian jika ia sedang berada dekat dengan gadis itu, pipi gadis itu bersemu merah secara otomatis. Awalnya itu semua membuat Abra mengulum senyum. Gadis itu lucu.

Namun setelah ia tau bahwa Vanya adalah anak dari Galuh, Abra mulai meminimalisir bertemu dengan gadis itu. Ia belajar untuk cuek dan seolah tidak ingin bertemu dengan gadis itu. Hal itu dilakukan agar ia bisa mengenyahkan perasaannya yang tidak seharusnya ada untuk calon adiknya sendiri. Itu juga dilakukan agar Vanya juga bisa mengenyahkan perasaan kepadanya.

Apalagi saat Vanya membentaknya saat sedang sakit waktu itu. Ia tau, perasaan Vanya sudah sebesar itu. Dan ia juga tidak munafik. Perasaannya juga sudah sebesar itu. Namun, Rasa sayangnya dengan mamanya lebih besar dari perasaannya pada gadis itu. Ya, dia yakin.

Mulai saat itu, ia lebih memilih fokus pada acara Highschool Festival. Lebih sensitif kepada kru dan pengisi acara serta lebih sibuk dari sebelumnya. Ia ingin semuanya berjalan sempurna seperti yang ada di dalam kepalanya. Katakanlah dia egois dan memukul rata kemampuan teman-temannya yang sebenarnya tidak bisa disamakan dengan ekspetasinya. Tapi cara itu dilakukannya agar ia tidak mengingat Vanya.

Tapi ternyata caranya itu salah dan malah membuat situasi makin memanas. Ternyata Arga juga terpancing untuk melakukan hal yang sama. Membuat mereka berdua menjadi singa yang sedang mencari mangsa. Marah-marah jika ada pekerjaan yang salah. Apalagi saat Danu memecahkan lampu panggung yan mereka sewa. Abra dan Arga yang saat itu sudah seperti singa yang kelaparan berubah menjadi singa betina yang sedang PMS.

Ditambah ketika Abra melihat pipi Vanya yang terluka saat mereka sedang berkumpul. Itu pasti terkena pecahan lampu yang dijatuhkan Danu karena memang saat itu Vanya sangat dekat dengan kejadian. Dan cewek itu sama sekali tak sadar dengan lukanya, membuatnya Abra menghela nafas.

Beruntung saat itu Dion muncul sehingga masalah beres saat itu juga. Barulah setelah itu Vanya terlihat meringis dan berjalan menuju toilet. Mungkin luka itu tak sengaja tersenggol temannya saat mereka sedang berpelukan bersama. Keputusan Abra yang menyusul untuk Vanya ke toilet dan memberikan plester pada lukanya ternyata juga salah. Membuat ia mendengar jantung Vanya yang berdebar saat mereka berdekatan. Juga membuat ia melihat wajah Vanya yang memerah padam. Ini jelas salah. Karena ia sadar, kepeduliannya membuat mereka berdua sama-sama sudah jatuh cinta.

***

Akhirnya setelah sekian lama Vanya menunggu, acara makan malam itu pun selesai juga. Kini mereka sudah diambang pintu mengantarkan tante Feby dan anak-anaknya yang akan pulang.

Yang baru Vanya sadari adalah tante Feby memang sangat cantik dan baik hati. Tidak heran sih, jika anaknya tampan. Dengan gamis panjang berwarna biru muda dan jilbab berwarna senada, tante Feby terlihat sholeha dan menjadi bunda idaman bagi semua orang, termasuk Vanya. Ya walaupun memang tidak boleh menilai orang dari sampulnya, tapi Vanya yakin mama Abra memang seseorang yang taat agama. Terbukti dari anaknya, Abra tidak pernah meninggalkan salat. Nah, anak akan melakukan apa yang dilakukan orang tuanya kan?

Vanya jadi bertanya-tanya tante Feby menikah dengan almarhum suaminya saat umur beliau berapa tahun. Rasanya mama Abra masih sangat awet muda.

Suara lemah lembut tante Feby membuat lamunan Vanya buyar.

"Vanya, tante pamit pulang dulu ya. Makasih jamuannya. Kapan-kapan kamu main ya ke rumah tante. Kita buat macaroni schotel bareng, kata ayah kamu, kamu suka"

"oh iya tante, kapan-kapan Vanya main kok" Vanya sedikit melirik kearah Abra yang sedang memandang lekat wajahnya.

"yaudah mas, saya pamit dulu" tante Feby tampak sedikit menundukkan pandangannya sambil tersenyum.

Vanya tertegun. Wanita ini benar-benar bisa bikin ayah jatuh cinta. Jangankan lelaki, Vanya saja jatuh cinta melihat keanggunannya. Hati Vanya kembali teriris. Vanya tidak mungkin menaruh harapan kepada anaknya. Tidak. Vanya ingin melihat ayah bahagia dengan wanita ini. Melihat binar mata ayah yang juga memandang tante Feby penuh kagum juga membuat Vanya ingin menghentikan perasaannya pada Abra. Cukup sudah. Ia harus menghentikan perasaan ini.

Tante Feby, Abra dan Chika sudah keluar dari rumah Vanya. Suara mobilnya pun sudah terdengar menjauh. Ayah tiba-tiba membalik tubuh Vanya dan memeluknya erat.

"ayah bahagia.. sekali malam ini Nya" satu isakan lolos dari mulut Vanya mendengar ayahnya berkata demikian. Ia lalu menutup mulut dengan tangannya untuk meredam suara tangisnya. Air mata Vanya semakin deras ketika ayahnya menggoncang-goncangkan tubuh Vanya karena terlalu senang.

Galuh melepaskan pelukannya dan menatap Vanya heran.

"Vanya kenapa nangis nak?" Galuh mengusap air mata Vanya dengan raut wajah yang khawatir.

"Vanya terlalu bahagia yah, dada Vanya sampai sesak. Vanya bahagia liat ayah bahagia" Vanya terisak-isak sambil kembali memeluk ayah.

"makasih sayang" Galuh mengusap-usap punggung Vanya.

"yasudah. Sekarang Vanya istirahat ya di kamar" Vanya menghela nafas panjang untuk menahan air matanya agar tak kembali terisak. Kemudian dia berjalan ke kamarnya menuruti perintah Galuh.

Sesampainya di kamar, Vanya bergelung di bawah selimut. Tak lagi menahan air matanya. Suaranya terdengar lepas. Ia ingin menangis sepuasnya malam ini dan berjanji untuk membuang perasaannya pada Abra dan tidak akan menangis lagi di atas kebahagiaan ayahnya. Toh ia masih remaja, pasti ia akan menemukan lelaki lain untuk menggantikan Abra yang kelak akan berstatus sebagai abang Vanya.

***

tenta�\�#�:

Believe in MAGIC [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang