Kesibukan murid kelas 12 SMA Cahaya Bangsa mulai terasa. Setiap hari yang mereka lakukan adalah belajar, belajar, dan belajar. Kelakukan gila yang dilakukan saat guru tidak masuk ke kelas sangat banyak berkurang. Sebagian besar dari mereka memilih untuk memanfaatkan waktu untuk belajar karena berbagai ujian akan mereka hadapi. Try Out pun sudah sekali dilakukan. Dan nilai yang mereka proleh sangat jauh dari kata cukup.
Vanya yang juga kurang puas dengan nilai yang ia dapat membuatnya belajar lebih giat seperti teman-temannya yang lain. Sebenarnya Vanya tidak terlalu peduli dengan Ujian Nasional. Yang ia pikirkan adalah bagaimana cara dia untuk masuk ke PTN dengan mengambil fakultas kedokteran.
Walaupun ia sudah pasti akan masuk kedalam orang-orang yang akan mengirim dokumen rapornya ke panitia SNMPTN dari sekolahnya, ia masih memback-up dengan persiapan SBMPTN yang mengharuskan dirinya mampu mengerjakan semua soal SAINTEK termasuk fisika yang masih kurang dipahaminya.
Tiga hari yang lalu, Arga datang ke kelas Vanya. Ia datang karena stress belajar biologi dan meminta Vanya menjadi tutor sebayanya. Vanya pun mengambil kesempatan dengan meminta Arga mengajarinya fisika. Jadilah mereka sering belajar bersama untuk materi biologi dan fisika.
Seperti hari ini, mereka berdua sedang berjalan bersama menuju gerbang sekolah karena rencananya mereka berdua akan ke cafe dekat sekolah untuk makan dan belajar bersama.
Dan yang membuat Vanya hampir jantungan adalah mobil hitam yang sudah lumayan Vanya kenal sudah nagkring di dekat gerbang dengan Sang empunya menyender di pintu mobil sambil melamun. Sebelum Vanya bisa melarikan diri atau minimal menyembunyikan diri, suara cempreng Chika yang memanggil nama Vanya membuat Abra sadar dan menoleh kearah Vanya dan Arga. Kemudian cowok itu berlari menyusul Chika yang akan menghampiri Vanya. Walaupun saat itu tidak ada kendaraan yang lewat, tapi Abra tetap panik terhadap adik kecilnya.
Vanya merasakan Arga memandang bingung ke Vanya dan Abra. Vanya sedang memutar otak saat Chika sampai di hadapan Vanya dan disusul dengan Abra.
"Kak Vanya, yuk ikut Chika sama Mas Aham. Mama sama Om Galuh udah nunggu tuh di lestolan"
Alis Arga tampak lebih berkerut dari sebelumnya. Abra dengan santainya tersenyum ke arah Arga dan mengajak berjabat tangan. Kemudian Arga tersenyum dan membalas jabatan tangan Abra walaupun raut wajahnya masih bingung.
"maaf ya Ga, gue gabisa hari ini. Kalo gitu gue duluan Ga" Vanya mendadak canggung terhadap Arga dan buru-buru mengajak Chika ke mobil hitam Abra. Abra juga langsung menyusul ke mobil.
Suara radio ditambah dengan suara Chika lumayan menutupi kecanggungan mereka berdua. Sesekali Abra membalas perkataan Chika. Selebihnya ia hanya menanggapi dengan tersenyum. Vanya sama sekali tak mau membuka suara karena kekesalannya dan juga karena mengingat kejadian semalam saat bersama Olivia.
Setelah sampai di restauran, Abra tidak langsung membuka pintu untuk keluar melainkan mengecek ponselnya untuk mengetik sesuatu. Entahlah, mungkin membalas chat seseorang. Jadi Vanya memutuskan mengajak Chika untuk keluar terlebih dahulu.
Chika berlari mendahului Vanya dan langsung menghampiri meja dimana bunda dan Om Galuh-nya duduk. Tepat ketika Vanya duduk, Abra baru memasuki restauran. Abra duduk tepat di samping kiri Vanya.
"kalian bertiga mau pesan apa? mama sama Ayah Vanya sudah pesan duluan. Baru minum sih, nanti kita akan makan sama-sama" tante Feby menyambut hangat ketiganya.
Pelayan langsung datang membawa 3 buku menu saat ayah Vanya memanggilnya. Chika langsung semangat menunjuk menu yang ia inginkan. Sedangkan Vanya dan Abra tampak canggung karena mereka mengambil buku menu yang sama sehingga membuat mereka saling tatap. Vanya langsung menarik tangannya kembali dan melihat-lihat interior restauran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe in MAGIC [FINISHED]
Teen FictionTentang dua orang manusia yang dipertemukan takdir bukan untuk bersatu, melainkan sebagai pemanis skenario Tuhan.